Disidangkan, Peran Tiga Pejabat Poltek Dibeberkan
AMBON, Siwalimanews – Pengadilan Tipikor Ambon, Senin (1/4) mengadili sidang perdana kasus dugaan tindak pidana korupsi anggaran Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) untuk belanja barang dan jasa pada Politeknik Negeri Ambon Tahun 2022.
Dalam persidangan dengan agenda pembacaan dakwaan JPU itu dipimpin majelis hakim yang dikwtuai Wilson Sriver didampingi dua hakim anggota lainnya.
JPU Novie Beatrix Temmar Cs dalam dakwaan membeberkan peran tiga tersangka yang merupakan para pejabat Poltek Ambon.
JPU menyatakan, awalnya terdakwa Fentje Salhuteru (Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Pembayaran), diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan modus operandi bersama terdakwa Wilma Enggliani Ferdinandus alias Ema dan Saksi Christina Siwalette, dengan sepengetahuan terdakwa Fentje Salhuteru membuat kebijakan terhadap beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh lima penyedia atas paket pekerjaan.
Politeknik Negeri Ambon Tahun Anggaran 2022, membuat kegiatan pengadaan barang/jasa yang tidak sesuai dengan nilai yang dipertanggungjawabkan sehingga mengakibatkan adanya selisih pembayaran dan sisa dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan melakukan Proses pembayaran kepada Penyedia Barang/Jasa dan Pelaksana Kegiatan di internal Politeknik Negeri Ambon tidak sesuai ketentuan, sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat (1). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 18 ayat (3), Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta perubahannya pasal 1 dan 2.
Baca Juga: Kadishub Ditunjuk Jadi Plt Sekda KKTMenurut JPU perbuatan tersebut merupakan tindakan memperkaya diri sendiri yaitu terdakwa Fentje Salhuteru, dan memperkaya orang lain yakni Wilma Enggliani Ferdinandus alias Ema dan Saksi Christina Siwalette, atau setidak-tidaknya telah memperkaya diri orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara.
Berdasarkan Laporan hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan DIPA untuk Belanja Barang dan Belanja Modal pada Politeknik Negeri Ambon Tahun Anggaran 2022 Nomor PE.03.03/R/SP-148/PW25/5/2024 tanggal 12 Januari 2024 yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Yunaedi selaku Kepala Perwakilan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Maluku (BPKP) dengan nilai kerugian Keuangan Negara sebesar Rp. 866,337,951,00.
Perbuatan tersebut dilakukan oleh para terdakwa dengan cara-cara yaitu, pada Tahun 2022 Politeknik Negeri Ambon menerima Anggaran Rutin dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi yang masuk dalam DIPA Politeknik Negeri Ambon sesuai Revisi terakhir Nomor: 023.18.2.677617/2022 tanggal 06 Desember 2022 sebesar Rp. 72.701.339.000. yang bersumber dari: APBN Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sebesar Rp 61,976,517,000 dan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) sebesar Rp. 10.724.822.000.
Dimana rincian alokasi anggaran kegiatan pada Politeknik Negeri Ambon yang bersumber dari APBN Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dan PNBP yang masuk pada DIPA Poltek realisasi belanja barang dan belanja modal sebesar Rp. 25,407,273,184,00 itu ada kegiatan belanja barang berupa belanja bahan, belanja barang non operasional lainnya.
Selanjutnya belanja barang operasional lainnya, belanja Hari-hari perkantoran dan belanja modal berupa belanja sarana prasarana pembelajaran dan belanja sarana 0endukung pembelajaran sebesar Rp. 8,284,380,638,000, yang terdiri dari pemilihan/penunjukan enam penyedia barang/Jasa yaitu CV. Sejahtera Abadi, CV. Aboy Innovation Technology, CV. Empat Permata, CV. Kwimba, CV. Surya Abadi Pratama, dan Toko Fajar Gemilang Mandiri dilaksanakan sebanyak 308 paket dengan total nilai kontrak/kwitansi sebesar Rp. 8.241.336.638,00,
Kemudian terdakwa Milma membuat Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak dan meminta puluhan pegawai Poltek untuk menandatangani Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak tersebut padahal, anggaran kegiatan yang diserahkan ke masing-masing pelaksana kegiatan tidak sesuai dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang ditandatanganinya bahkan masih dengan dalih adanya pemotongan Fee 3% dan potongan pajak.
Kemudian terdakwa Wilma Enggilani Ferdinandus alias Ema memangkas lebih dari nilai perhitungan fee 3% dan potongan pajak terhadap beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh beberapa pelaksana kegiatan sehingga terdapat selisih pembayaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp. 254,426 651.
Dari selisih pembayaran atas kegiatan yang anggarannya diserahkan tidak sesuai dengan Surat Pernyataan tanggung Jawab Mutlak yang ditandatangani oleh pelaksana kegiatan pada Politeknik Negeri Ambon/yang dipangkas oleh Terdakwa Wilma Enggliani Ferdinandus alias Ema tersebut diatas sebesar Rp. 254,426,651. Terdakwa Wilma Enggliani Ferdinandus alias Ema tidak dapat mempertanggungjawabkan penggunaannya.
Tak hanya itu, untuk beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh sejumlah saksi ternyata ada kegiatan yang pembelanjaannya tidak sesuai dengan dana yang diterima dan ada beberapa kegiatan yang tidak dilaksanakan oleh Pelaksana Kegiatan sehingga terdapat sisa dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp. 235,515,866. dengan uraiannya sebagai berikut: Sisa dana yang tidak atas 8 kegiatan dengan total anggaran sebesar Rp. 252,000.000, tersebut seharusnya dikerjakan oleh CV. Empat Permata namun dalam pelaksanaannya diambil alih oleh Saksi Christina Siwalette dan atas pengambilalihan paket-paket kegiatan tersebut saksi Christina Siwalette kemudian memberikan fee 3% dari masing-masing kegiatan kepada Benhard Limba selaku Direktur CV. Empat Permata sehingga tersisa anggaran sebesar Rp. 218,884,910 dan dari anggaran tersebut atas kebijakan terdakwa Fentje melalui Memo Nomor 145 tanggal 19 Desember 2022 pada Saksi Christina Siwalette dikeluarkan Rp. 80,000.000 untuk menambah kekurangan uang wisuda, sehingga terhadap kegiatan tersebut terdapat selisih Dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya oleh Saksi Christina Siwalette sebesar Rp. 218,884,910.
Dengan demikian untuk mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran dan untuk menutupi bahwa kegiatan seolah-olah dilaksanakan oleh penyedia/pihak ketiga.
Terdakwa Wilma Enggliani Ferdinandus alias Ema Selaku Pejabat Pembuat Komitmen Rutin dan Saksi Christina Siwalette. selaku Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan Pengadaan Barang dan jasa (PPK PBJ) dengan sepengetahuan Saksi Fentje Salhuteru membuat Kwitansi/ Bukti pembayaran dengan melampirkan Berita Acara pemeriksaan Barang dan Tanda Terima Barang yang kemudian ditandatangani bersama Terdakwa Wilma Enggliani Ferdinandus alias Ema dan Saksi Christina Siwalette, Penyedia dan Penerima Barang.
Bahwa dari pelaksanaan kegiatan Belanja Rutin berupa Belanja bahan, Belanja Barang Non Operasional Lainnya, Belanja Barang Operasional lainnya dan belanja Hari-hari Perkantoran dan Belanja Modal berupa Belanja Sarana Prasarana Pembelajaran dan Belanja Sarana Pendukung Pembelajaran sebesar Rp. 8,284,380,638,000, ditemukan adanya selisih pembayaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp. 254,426,651, sisa dana kegiatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp. 463,200,784,00 dan terdapat pemberian fee 3% kepada Penyedia/Pihak Ketiga sebesar Rp. 148,710,516,00 sehingga secara keseluruhan berjumlah sebesar Rp. 866.337.951.00 dimana ketiga terdakwa melakukan Proses pembayaran kepada Pelaksana Kegiatan di internal Politeknik Negeri Ambon tidak sesuai ketentuan dan adanya pembelanjaan oleh pelaksana kegiatan yang tidak sesuai dengan anggaran yang diterima maupun adanya kegiatan yang tidak dilaksanakan mengakibatkan adanya selisih pembayaran dan adanya sisa dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga bertentangan dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan.
Selanjutnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 18 ayat (3) yang menyebutkan bahwa “Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.
Akibat perbuatan terdakwa Wilma Enggliani Ferdinandus alias Ema bersama-sama Saksi Fentje Salhuteru dan Saksi Christina Siwalette menimbulkan kerugian keuangan negara dalam pengelolaan anggaran DIPA untuk Belanja Barang dan belanja Modal pada Politeknik Negeri Ambon Tahun Anggaran 2022 sebesar Rp. 866,337,951,00 sebagaimana Laporan nasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan DIPA untuk Belanja Barang dan Belanja Model pada Politeknik Negeri Ambon Tahun Anggaran 2022 Nomor: PE.03.03/R/SP-148/PW25/5/2024 tanggal 12 Januari 2024 yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Yunaedi selaku Kepala Perwakilan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Maluku (BPKP), atau setidak- tidaknya sekitar jumlah itu.
Kata JPU terhadap adanya kerugian Keuangan Negara sebesar Rp. 866,337,951,00 tersebut telah dilakukan pengembalian sejumlah Rp 605,735,000.
Akibat Perbuatan para terdakwa mereka didakwa bersalah sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.(S-26)
Tinggalkan Balasan