AMBON, Siwalimanews – Demi mencari bukti dan fakta dugaan tindak pi­dana korupsi dana hibah Negeri Akoon, Kecamatan Nusalaut Kabupaten Ma­luku Tengah, tim penyidik Cabjari Saparua me­meriksa 15 saksi.

Kasus yang kini ber­status penyi­dikan itu se­cara maraton digarap saksi-saksi oleh penyidik Cabjari Saparua.

Selain ke-15 saksi, masih ada pu­luhan saksi yang bakal di­mintai keterangan me­reka.

Demikian diungkap­kan, Kacabjari Saparua, Ardy Kepada Siwalima melalui sambungan tele­ponnya, Kamis (2/11)

“Setelah naik status ke penyidikan untuk kasus Korupsi Negeri Akoon, hingga saat ini penyidik telah me­manggil dan memeriksa 15 saksi. Da­lam kasus ini sendiri penyidik mengagendakan sekitar 20 an saksi lagi,” ungkap Ardy

Baca Juga: Polisi Diminta Usut Tuntas Dana Covid Malra, Indikasi Korupsi Nyata

Dikatakan, terkait kerugian negara, pihaknya sementara berkoordinasi dengan  pihak auditor untuk nantinya menghitung nilai kerugian keuangan negara yang timbul dalam kasus tersebut.

“Kita sementara berkoordinasi dengan auditor untuk menghitung kerugian negaranya. Untuk pastinya auditor yang akan kami minta untuk menghitung belum pasti karena ada beberapa yang masih koor­dinasi,” cetusnya

Naik Dik

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus dugaan penyalahgunaan keuangan dana hibah bantuan Pemerintah Provinsi Maluku untuk pembangunan gedung gereja Akoon, Kecamatan Nusalaut, Ka­bupaten Maluku Tengah naik status dari penyelidikan ke penyidikan.

Naiknya status kasus tersebut ditetapkan setelah penyidik Kejari Ambon melakukan ekspos dan ditemukan adanya bukti-bukti yang kuat untuk ditingkatkan ke pe­nyidikan.

Demikian diungkapkan, Kepala Kejaksaan Negeri Ambon, Ardy­ansah dalam keterangan persnya kepada wartawan di Kantor Kejari, Jumat (13/10).

Menurut Kajari, batuan Pemprov dan Pemda senilai 555 juta dari tahun 2008 sampai 2022 yang dilakukan ternyata pertanggungja­waban fiktif.

“Tim penyidik melalui forum ekspos telah bersepakat untuk menaikkan status penanganan perkara ini dari tindak penyelidikan menjadi tindak penyidikan,” ujar Kajari.

Dikatakan, dalam pembangu­nan gedung Gereja Akoon ini terdapat sumbangan perorangan yang masuk ke rekening panitia pem­bangunan sebesar Rp1.081 215. 864,95.

Selain itu, ada lagi bantuan dari Pemprov Maluku, sehingga yang menjadi masalah adalah dana hibah dimana pada tahun 2020 sebesar 200 juta berdasarkan SP2D nomor 0273/LSB/2020 tang­gal 23 Juli 2020.

Selanjutnya pada tahun 2021 Negeri Akoon menerima  dana hibah sebesar Rp100 juta berda­sarkan SP2D Nomor 0626/rsb/2020 tanggal 16 Desember 2020 dan ditandatangani oleh Kasrul Selang sebagai Sekda Provinsi Ma­luku serta Ketua Panitia pem­bangunan Gedung Gereja Akoon.

Kemudian bantuan dana hibah tahun 2018 dari Pemkab Maluku Tengah sebesar 160 juta rupiah yang dikirim melalui rekening panitia pada bank BPDM Cabang Ambon, dan dikeluarkan serta disimpan rekening panitia di Bank Mandiri Cabang Ambon.

Kata Kajari, bantuan Pemkab Maluku Tengah diterima panitia pusat melalui rekening panitia pusat sebesar 95 juta. Jadi total bantuan yang diterima berasal dari dana hibah baik dari Pemprov maupun Pemkab Maluku Tengah total sebanyak 555 juta rupiah.

Lebih jauh kata Kajari, tim penyidik menemukan laporan pertanggungjawaban baik bantuan hibah dari Pemprov Maluku maupun Pemkab Malteng adalah dokumen-dokumen fiktif.

“Yang menjadi masalah bahwa uang-uang itu dipergunakan untuk pembayaran pembelian material-material namun nyatanya, apa yang digunakan oleh panitia dalam mempertanggungjawabkan laporan pemberian hibah baik oleh provinsi maupun Pemkab Maluku Tengah berdasarkan data-data dokumen fiktif,” sebutnya.

Di sisi yang lain, panitia tidak menggunakan bantuan hibah tersebut dengan membelanjakan sesuai dengan yang tertera. Hal ini ketika dikonfirmasi ke masing-masing penyalur material ditemu­kan bahwa para penyalur tidak pernah memberikan catatan atau memberikan tanda tangan dalam dokumen-dokumen tersebut.

Dikatakan, dengan tindakan pelaporan secara fiktif negara dirugikan 200 juta lebih dalam kasus ini.

“Atas perbuatan tersebut tim penyidik menemukan indikasi kerugian keuangan sementara sebesar Rp284.250.000. Hal ini belum pasti namun nanti apabila dilakukan audit oleh auditor mungkin bisa bertambah lebih banyak,” tuturnya.

Karena kasus ini berada di Ka­bupaten Maluku Tengah, tambah Kajari, maka pihaknya akan melim­pahkan kasus ini ke Cabang Kejari Ambon di Saparua untuk ditin­dak­lanjuti penanganan penyidikannya

“Posisi kasusnya adalah bahwa tahun 2010 dibentuk panitia pelak­sanaan di Akoon dan Tahun 2015 dibentuk panitia Pusat di Ambon. Bahwa pembagian tugas panitia pusat di Ambon dan panitia pelak­sana di Akoon adalah panitia Pusat di Ambon bertugas menghimpun dan mengirimkan bahan material ke Akoon, sementara untuk panitia di Akoon mengatur pelaksanaan pembangunan gereja di Akoon dan menghimpun dana Jemaat di Akoon,” sebutnya. (S-26)