AMBON, Siwalimanews – Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwa­kilan Maluku telah merampungkan audit kasus dugaan korupsi pem­belian lahan PLTG di Desa Sawa, Kabupaten Buru, Namlea.

Hasil hasil audit kerugian negara dibutuhkan penyidik Kejati Maluku untuk menetapkan tersangka.

“BPKP sudah mengaudit dugaan kasus korupsi lahan PLTG Namlea, dan tahap finalisasi,”  kata Affandi, Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi BPKP Perwakilan Ma­luku kepada Siwalima di ruang kerjanya, Kamis, (27/2).

Hasil audit, kata Affandi, harus ditandatangani oleh Kepala BPKP Maluku, setelah itu baru diserahkan ke penyidik Kejati Maluku.  “Fina­lisasi laporan, kalau sudah ditanda­tangani oleh pimpinan,” ujarnya.

Status hukum kasus ini dinaikan ke tahap penyidikan sejak akhir Juni 2019, setelah dalam penyelidikan, penyidik Kejati Maluku menemukan bukti­bukti kuat adanya perbuatan melawan hukum yang merugikan negara.

Baca Juga: Bisnis Sabu Lewat J&T, Rellis Terancam 12 Tahun Penjara

Lahan seluas 48.645, 50 hektar itu, dibeli oleh PT PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara dari pengusaha Ferry Tanaya untuk pembangunan PLTG 10 megawatt.

Sesuai NJOP, lahan milik Ferry Tanaya itu hanya sebesar Rp 36.000 per meter2. Namun jaksa mene­mukan bukti, dugaan kongkalikong dengan pihak PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara yang saat itu dipimpin Didik Sumardi, sehingga harganya dimark up menjadi Rp 131.600 meter2.

“Jika transaksi antara Ferry Tanaya dan PT PLN didasarkan pada NJOP, nilai lahan yang harus dibayar PLN hanya sebesar Rp.1.751.238. 000. Namun NJOP diabaikan,” kata sumber di Kejati Maluku.

PLN menggelontorkan Rp.6.401. 813.600 sesuai kesepakatan dengan Ferry Tanaya, sehingga diduga ne­gara dirugikan sebesar Rp 4. 650. 575.600. Namun pihak PT PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Maluku mengatakan, tidak ada masalah da­lam pembelian lahan pem­bangunan PLTG di Namlea.

Menurut Asisten Manager Ko­munikasi PT PLN UIP Maluku, Abdul Azis Laadjila, transaksi pembelian lahan tersebut sudah sesuai dengan NJOP. (Mg-2)