BMKG: tak Ada Kaitan Ikan Mati dengan Tsunami
AMBON, Siwalimanews – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Ambon meminta masyarakat untuk tidak mempercayai isu yang beredar, kalau akan terjadi gempa dan tsunami, karena matinya ribuan ikan di sejumlah kawasan pesisir pantai.
Kepala Seksi Bidang Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Ambon Andi Ashar, mengatakan, dalam ilmu gempa, tak ada yang namanya ikan mati sebagai tanda akan terjadinya gempa dan tsunami.
“Tidak ada dalam ilmu gempa menjadikan ikan mati sebagai precursor gempa dan tsunami. Saat ini pihak terkait sedang melakukan investigasi untuk mencari sebab matinya ikan-ikan di Pantai Ambon, untuk itu kita tunggu saja hasilnya,” kata Andi Ashar, kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (17/9).
Andi memastikan kematian ikan secara massal di beberapa tempat di Pulau Ambon disebabkan lain. Misalnya adanya ledakan, keracunan, atau faktor lingkungan. Bukan sebagai tanda akan adanya gempa dan tsunami.
“Masyarakat jangan mudah terpancing isu menyesatkan yang menyatakan Ambon akan dilanda tsunami, hal itu tidak benar, masyarakat jangan mudah percaya isu. Ikan yang mati tidak ada hubungannya dengan tsunami, selama ini belum pernah ada peristiwa gempa yang memicu tsunami,” ujarnya.
Baca Juga: Wawali Minta Lestarikan Nilai-nilai BudayaAndi mengatakan, masyarakat harus memahami penyebab terjadinya tsunami karena beberapa hal yakni pergerakan tiba-tiba di dasar laut yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, dan yang paling sering terjadi adalah akibat gempa bumi bawah laut.
“Apabila gempa terjadi dekat dengan permukaan air laut, pada jarak 0 hingga 30 kilometer di bawah permukaan laut, tsunami bisa terjadi,” ujarnya.
Faktor Atmosfer Angin
Akademisi Bidang Oseanografi Fakultas MIPA Unpatti, Piere Nanlohy berpendapat, ikan yang mati di perairan Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease disebabkan oleh faktor atmosfer angin, sehingga terjadinya perubahan suhu di laut dalam yang namanya upwelling.
Nanlohy menjelaskan, ketika ada angin yang menyusuri pantai di posisi belahan bumi selatan dengan atmosfer masa air dibelokkan ke arah kiri yakni 90 derajat dari arah angin, sehingga menyebabkan suhu udara di laut dalam naik ke pesisir pantai, sehingga terjadi kekurangan oksigen, membuat ikan di laut bisa mati.
“Jadi fenomena yang sekarang itu dipengaruhi oleh kondisi atmosfer kita, terutama angin, yang mana terjadi angin dengan kekuatan yang besar dan arahnya kebetulan hampir sejajar dengan pantai, membuat suhu di laut dalam naik, sehingga pesisir pantai terasa dingin, dan akibat itu dapat membuat biota laut kekurangan oksigen yang dapat membuat mereka mati,” jelas Nanlohy, kepada Siwalima, Selasa (17/9).
Dengan melihat kondisi angin yang kencang, lanjut Nanlohy, upwelling dapat terjadi hingga bulan Oktober.
“Biasanya itu sampai pertengahan September, tapi dengan kondisi kita seperti ini maka dapat diperkirkan sampai Oktober,” katanya.
Fenomena Baru
Sebelumnya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebut peristiwa matinya ribuan ikan di sejumlah perairan Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease sebagai fenomena yang baru pernah terjadi.
Ribuan ikan mati terdampar di pesisir seperti Pantai Rutong, Hukurila dan Leahari Kecamatan Leitimur Selatan, dan di Latuhalat, Kecamatan Nusaniwe.
Ada juga di pesisir pantai Passo, Kecamatan Baguala, bahkan di Negeri Waai Kecamatan Salahutu dan Negeri Oma Kecamatan Pulau Haruku.
Fenomena yang terjadi sejak Minggu (15/9) menggemparkan warga. Isu tsunami kemudian mencuat, sehingga meresahkan masyarakat.
Humas LIPI Provinsi Maluku, Rory Dompeipen mengatakan, pihaknya sementara melakukan analisis, karena fenomena yang terjadi saat ini merupakan hal yang baru pernah terjadi.
“Jadi kita sementara melakukan analisis, apa penyebab ikan mati, karena ini merupakan fenomena baru jadi kami masih harus mengumpulkan semua sampel, hasilnya paling lambat dua hari sudah bisa kita dapatkan. Dan kami menilai ini merupakan fenomena yang langkah karena bukan satu lokasi tapi beberapa lokasi mengalami hal yang sama,” jelas Rory kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Senin (16/9).
Kepala Balai Karantina Perikanan Ambon, Ashari Syarief, juga mengatakan, sejak Minggu (15/9), pihaknya telah mengambil sampel untuk meneliti penyebab ikan mati.
Hasil penelitian baru menemukan adanya kristal yang berwarna biru pada ikan, bahkan tulang ikan mengalami luka yang cukup parah. Sehingga perlu dilakukan penelitian yang mendalam.
“Baru kemarin kita ambil sampel tapi belum komprehensif. ibaratnya kalau kita ambil sampel dari satu sisi artinya satu penyebab bukan mewakili secara keseluruhan penyebab utamanya nanti membias. Memang kalau dari satu sisi sudah ada yang kita temukan, tetapi kita harus melihat karena tidak mungkin ikan itu sendirinya mati namun ada satu faktor yang dominan, tapi kita harus mulai faktor dominan apa lagi seperti itu,” jelas Syarief kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (16/9). (S-40)
Tinggalkan Balasan