AMBON, Siwalimanews – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku mulai membidik pengelolaan ang­garan makan minum DPRD Kabu­paten Seram Bagian Barat.

Langkah awal proses penyelidikan tersebut, Kejati Maluku memeriksa sedikitnya enam orang saksi.

“Kasus ini sudah masuk ke Pidsus dan sementara dalam proses pe­nyelidikan. Ditahap ini 6 saksi dari sekretariat DPRD SBB dimintai keterangan,” jelas Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Ma­luku, Wahyudi Kareba yang di­konfirmaai  Siwalima di ruang kerjanya, Kamis (27/10).

Menurutnya, di tahap penyidikan yang dilakukan pemeriksaan saksi dilakukan guna mengumpulkan bukti terkait dugaan korupsi se­perti yang dilaporkan LSM LIRA Maluku.

Tak hanya 6 saksi ini, pihaknya telah mengendakan pemerikaaan untuk saksi saksi lain.

Baca Juga: Kejati Sita Barang Bukti Korupsi Aplikasi Simdes Bursel

“Ini kan masih tahap penyeli­dikan, jadi pemeriksaan saksi untuk mencari fakta atau bukti ada tidaknya pelanggaran seperti yang dilapor­kan,”pungkasnya.

Sebelumnya, Pimpinan DPRD Kabupaten SBB dilaporkan ke Ke­jaksaan Tinggi Maluku atas dugaan penyalagunaan anggaran makan minum di tubuh DPRD SBB.

Laporan yang dilayangkan Korwil LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku Yan Sariwating pada Kamis (8/9), saat ini mulai ditelusuri Koorps Adhyaksa Maluku.

“Informasi dari petugas PTSP, membenarkan adanya penyampaian laporan dimaksud dan segera ditin­dak lanjuti sesuai proses penanga­nan laporan masyarakat,”jelas Ka­sipenkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba kepada redaksi Siwalimanews Selasa (13/9).

Menurutnya, setiap laporan yang masuk ke Kejati Maluku pasti akan di tindak lanjuti.

“Setiap laporan pasti ditindaklan­juti, begitupun laporan ini,” tandas­nya.

Untuk diketahui,  Korwil LSM Lum­bung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku, Yan Sariwating, Ketua DPRD Kabupaten  SBB,  berinsial ARL, Wakil Ketua I APG dan Wakil ketua II L.N.

Pimpinan DPRD Kabupaten SBB ini dilaporkan ataa dugaan penya­lahgunaan anggaran Makan Minum tahun 2021 di DPRD SBB sebesar kurang lebih Rp.500 juta.

Dalam laporan tersebut dijelas­kan,  tahun 2021 Pemkab SBB  telah me­nganggarkan belanja barang dan jasa sebesar Rp293 miliar lebih,  de­ngan realisasi sebesar Rp256 miliar lebih atau 87,22 % untuk seluruh OPD.

Dari realisasi Rp256 miliar ter­sebut, sebagian diantaranya sebe­sar Rp79 miliar lebih dipakai untuk belanja bahan pakai habis.

Salah satu OPD yang mendapat­kan dana untuk belanja ini adalah sek­retariat DPRD sebesar Rp. 1,6 Miliar lebih dan dianggarkan untuk belanja makan dan minum bagi rapat anggota.

“Dari dana Rp1,6 miliar, sebagian diantaranya yaitu sebesar Rp595. 000.000,- merupakan belanja makan/minum serta tamu untuk pimpinan DPRD, yaitu Ketua dan Wakil Ketua I dan II (3 orang).

Namun yang terjadi dana sebe­sar itu diduga diambil secara tunai oleh ke-3 pimpinan DPRD. Pengam­bilan dana secara tunai oleh pimpinan DP­RD diduga telah di rekayasa se akan-akan dana tersebut sebagai pengganti untuk belanja rumah tangga.

Padahal sesuai ketentuan untuk mendapatkan biaya belanja rumah tangga, pimpinan DPRD harus me­nempati rumah dinas yang telah di­sediakan oleh pemerintah, Sebalik­nya yang terjadi, mereka tidak me­nempati rumah dinas, tapi  tinggal di rumah pribadi masing-masing,” ungkap Sariwating.

Perbuatan pimpinan DPRD SBB ini lanjut Sariwating, telah melanggar sejumlah ketentuan peraturan yang berlaku.

Diantaranya UU No. 17 tahun 2014 tentang MD3 pasal 369 perihal sum­pah jabatan:

Alinea ke-3 “bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili, untuk mewujud­kan tujuan nasional demi kepenti­ngan bangsa dan Negara Kesatuan Republik In donesia “Kemudian PP no. 18 tahun 2017 tentang Hak Ke­uangan & Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.

Pasal 18 ayat 5 “Dalam hal pim­pinan DPRD tidak menggunakan fasilitas rumah negara dan perleng­kapannya, tidak diberi kan belanja rumah tangga se bagaimana dimak­sud dalam pasal 9 ayat 2 butir c “Juga PP no. 12 tahun 2019 tentang Pe­ngelolaan Keuangan Daerah: Pasal 3 ayat 1 “Pengelolaan Ke uangan Daerah dilakukan secara tertib, efi­sien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan mem­perhatikan rasa keadilan, kepa­tutan, manfaat untuk masyarakat serta taat pada ketentuan peraturan perundang undangan”.

Dimana masalah tersebut beraki­bat belanja makan dan minuman untuk rapat kepada pimpinan DPRD yang tidak menempati rumah dinas , dan dipakai tidak sesuai dengan peruntukannya, berindikasi telah merugikan keuangan daerah sebesar Rp 523.600.000.

Dikatakan, cela penyimpangan bisa terjadi lantaran Sekwan, PPK maupun bendahara pengeluaran kurang cermat dalam mengawasi pembayaran belanja makan dan minum untuk rapat pimpinan DPRD, bahkan pembayaran yang dilakukan tidak berdasarkan ketentuan yang berlaku.

“Dana sebesar Rp523.600.000 ha­rus di kembalikan ke kas daerah de­ngan rincian untuk Ketua Rp215.600. 000, Wakil Ketua I & II masing-ma­sing  sebesar Rp154.000.000,” tan­dasnya.

Pasca laporan dilayangkan, Diri­nya meminta agar Kejati Maluku  pro aktif mengusut kasus tersebut, dengan  membentuk tim terpadu untuk melakukan pulbaket dan puldata di lapangan. (S-10)