AMBON, Siwalimanews – Jaksa Penuntut Umum Ke­jaksaan Tinggi Maluku melim­pahkan berkas perkara kasus dugaan korupsi Medical Check Up (MCU) RS Haulussy Ambon ke Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (25/5).

Kuat dugaan anggaran untuk jasa MCU itu bermasalah, kurun tahun 2016-2020. Dan mantan Ketua IDI Maluku, Hendreita Tua­nakotta (HT), diduga menerima anggaran tersebut.

Demikian diungkapkan Kasi Penkum Kajati Maluku, Wahyudi Ka­reba kepada Siwalima usai menerima perwakilan pendemo di Lobi Kantor Kejakasaan Tinggi Maluku.’

Kareba membenarkan tim JPU telah melimpahkan berkas perka­ra dugaan korupsi MCU secara online disertai barang bukti.

“Kita telah limpahkan berkas perkara dugaan tindak pidana ko­rupsi MCU ke pengadilan Tipikor Ambon pada pagi tadi secara online. Untuk berkas lainya kita lim­pahkan bertahap,” tutur Kareba.

Baca Juga: Perjalanan Dinas 19 OPD Pemprov Langgar Aturan

Selain itu beberapa barang bukti hingga uang tunai sebesar 44 juta juga disertaikan dalam pelim­pahan berkas perkara tersebut.

“ Ada uang sebesar 44 juta rupiah sebagai barang bukti yang telah penuntut umum serahkan ke rekening PN Ambon, foto copy rincian biaya chek up per 1 orang, foto copy kwitansi pembayaran biaya pemeriksaan kesehatan pasang calon kepada tersangka foto copy penyerahan cek kepada tersangka dll,” Ujar Kareba.

Satu Dokter Tersangka

Mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia Maluku, Hendreita Tuana­kotta (HT), ditetapkan sebagai tersangka oleh tim penyidik Kejati dalam kasus dugaan korupsi Medical Check Up (MCU) RS Haulussy Ambon.

Kuat dugaan anggaran untuk jasa MCU itu bermasalah, kurun tahun 2016-2020. Dan HT diduga menerima anggaran tersebut.

Menurut Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, tim penyidik Kejati Maluku telah menetapkan HT sebagai tersangka beberapa waktu lalu.

“Kejaksaan Tinggi Maluku pada beberapa waktu lalu telah mene­tapkan mantan Ketua IDI Provinsi Maluku sebagai tersangka atas dugaan kasus korupsi anggaran  pembayaran jasa MCU Pemilihan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi Maluku pada RSUD dr M Haulussy, tahun anggaran 2019-2020,” ujar Kareba kepada Siwalima melalui pesan Whats­app, Selasa (3/1).

Ketika ditanyakan apakah hanya satu tersangka saja, Kareba me­ngaku, penyidik baru menetapkan satu tersangka, dan jika ada pe­nambahan tersangka baru maka dirinya akan informasikan kemu­dian.

“Baru satu tersangka saja, nanti diinfokan kalau ada perkemba­ngan,” Kata Kareba singkat.

Untuk diketahui, Pada tahun 2017, tercatat dilaksanakan tiga Pilkada, yang proses MCU dilak­sanakan di RS Haulussy yakni, Kota Ambon dan KKT.

Selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Maluku Tenggara dan Pilgub Maluku.

Kemudian pada tahun 2020, tercatat empat kabupaten yang melaksanakan Pilkada, dimana seluruhnya melakukan medical check up di RS Haulussy, yaitu Kabu­paten Buru Selatan, Kepu­lauan Aru, Maluku Barat Daya dan Seram Bagian Timur.

Untuk diketahui, Pada tahun 2017, tercatat dilaksanakan tiga Pil­kada, yang proses medical check up dilaksanakan di RS Haulussy yakni, Kota Ambon dan KKT.

Selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Maluku Tenggara dan Pilgub Maluku.

Kemudian pada tahun 2020, tercatat empat kabupaten yang melaksanakan Pilkada, dimana seluruhnya melakukan medical check up di RS Haulussy, yaitu Ka­bupaten Buru Selatan, Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya dan Seram Bagian Timur.

Dalam penuntasan kasus di RS berplat merah ini, tercatat sudah 50 lebih saksi diperiksa tim penyidik Kejati Maluku.

Kata dia, pemeriksaan para saksi itu dilakukan untuk menge­tahui aliran anggaran dengan pagu lebih dari Rp2 miliar.

“Pagu anggarannya di kasus ini Rp2 miliar. kalau untuk kerugian sementara dihitung penyidik, untuk itu pemeriksaan saksi-saksi gen­car dilakukan untuk mengetahui secara pasti jumlah indikasi kerugian yang disebabkan dalam kasus ini,” ujarnya.

Mereka yang diperiksa diantara­nya, dua mantan petinggi Dinas Kesehatan Maluku dan RS Haulussy adalah Meikyal Pontoh dan Justini Pawa. Pontoh adalah eks Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, kurun waktu tahun 2016 hingga 2026.

Adapun Pawa, adalah mantan Direktur Utama RS pada tahun 2016, dimana kasus itu mulai dibidik.

Selain dua pejabat utama itu, penyidik juga memeriksa belasan dokter, salah satunya dokter Ade Tuanakotta sebagai penanggung jawab IDI Maluku.

Belasan dokter yang diperiksa ini merupakan, penerima honorarium pembayaran jasa pemerik­saan kesehatan, salah satunya pelaksanaan midical check up kepada bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabu­paten, kota dan Provinsi Maluku pada penyelenggaraan Pilkada tahun 2016 hingga 2020. (S-26)