Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif untuk menyampaikan ide, gagasan, maksud, dan tujuan kepada orang lain. Fungsi bahasa tersebut menjadikan bahasa memiliki pengaruh penting bagi kehidupan manusia.

Muna (2011) dalam bukunya berjudul Metodologi Pembelajaran Bahasa mengungkapkan bahwa kata merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bahasa. Pemilihan kata yang tepat membuat pesan dapat tersampaikan, baik dalam ragam bahasa lisan maupun ragam bahasa tulis.

Komunikasi bisa terhambat, jika terdapat kata yang tidak dimengerti oleh salah satu pihak. Oleh karena itu, berkomunikasi dengan menggunakan bahasa baku itu penting, utamanya ragam tulisan dalam situasi formal, seperti surat, jurnal, dan lain-lain.

Menurut Abdul Chaer (2011) dalam buku yang berjudul Seputar Tata Bahasa Baku Indonesia, bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok, yang dijadikan dasar ukuran, atau yang dijadikan standar.

Sejalan dengan Abdul Chaer, Kosasih dan Hermawan (2012) dalam buku Bahasa Indonesia Berbasis Kepenulisan Karya Ilmiah dan Jurnal berpendapat bahwa kata baku merupakan kata yang diucapkan atau ditulis oleh seseorang sesuai dengan kaidah atau pedoman yang dibakukan.

Kaidah standar yang dimaksud dapat berupa Ejaan yang Disempurnakan (EYD), tata bahasa baku, dan kamus. Kata baku biasa digunakan dalam ragam bahasa resmi, baik lisan maupun tulisan. Salah satu rujukan untuk melihat baku tidaknya sebuah kata adalah kamus.

Salah satu kamus yang menjadi rujukan untuk mencari kata baku adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring.

KBBI Daring merupakan laman resmi pencarian kata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). KBBI Daring dikembangkan dan dikelola oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. KBBI Daring dapat diakses pada laman http://kbbi.kemdikbud.go.id.

KBBI Daring tidak hanya menjadi rujukan untuk mencari kosakata baku, tetapi juga memberikan informasi bentuk tidak baku dari kata tersebut. Hal ini juga berlaku sebaliknya. Jika kata yang diketikkan pada kolom pencarian KBBI Daring adalah bentuk tidak baku, KBBI Daring akan secara otomatis menampilkan bentuk baku dari kata tersebut. Hal ini tentunya mempermudah pengguna dalam menemukan kata yang dicari.

Saat ini, penggunaan kata baku dalam berkomunikasi dianggap bukan hal wajib yang harus diperhatikan. Sebagian orang memilih menggunakan kata-kata yang sering dijumpai di sekitar sehingga bahasa yang digunakan kadang-kadang tidak sesuai dengan kaidah atau struktur kebahasaan yang ada.

Dalam ragam bahasa tulis, ada kalanya kata baku yang kita gunakan justru dianggap aneh. Mengapa demikian? Hal ini biasanya terjadi karena bentuk tidak baku sudah telanjur sering dipakai dengan intensitas tinggi daripada bentuk bakunya.  Contohnya adalah kata wawas diri.

Menurut KBBI, wawas diri merupakan bentuk baku dari mawas diri, tetapi apakah wawas diri lebih sering digunakan daripada mawas diri? Merujuk laman Korpus Indonesia, frekuensi penggunaan mawas diri sebanyak 28 kali, sedangkan penggunaan kata wawas diri tidak ditemukan pada teks.

Serupa dengan wawas diri, penggunaan kata telanjur juga demikian. Menurut KBBI, telanjur merupakan bentuk baku dari terlanjur. Dalam ragam bahasa tulis, penggunaan kata telanjur justru lebih sedikit jika dibandingkan dengan penggunaan kata terlanjur.

Merujuk laman Korpus Indonesia, frekuensi penggunaan kata telanjur sebanyak 98 kali, sedangkan penggunaan kata terlanjur sebanyak 136 kali. Berdasarkan dua contoh tersebut, sebagian besar orang lebih terbiasa menggunakan mawas diri daripada wawas diri dan terlanjur daripada telanjur.

Kesalahan berbahasa yang dimaklumi tersebut secara tidak langsung akan menjadi kebenaran semu, sedangkan kebenaran justru akan dianggap aneh. Kesalahan dan ketidaktahuan yang konsisten bisa saja dimaklumi dengan alasan yang penting sama-sama mengerti.

Bisa jadi beberapa tahun ke depan, orang akan lebih takut dianggap aneh ketika menggunakan kata yang benar dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, tetapi merasa biasa saja ketika menggunakan kata yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Koentjaranigrat dalam buku yang ditulis Abdul Chaer (1993) berjudul Pembakuan Bahasa Indonesia menegaskan bahwa sikap sebagian besar kita suka menyepelekan bahasa Indonesia memang sangat memprihatinkan.

Sebagai penutur bahasa Indonesia, sudah seharusnya kita memiliki kesadaran berbahasa yang tinggi untuk menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah.

Garvin dan Mathiot menjelaskan dalam buku yang ditulis oleh Suwito (1983) berjudul Pengantar Awal Sosiolingustik Teori dan Problema bahwa kesadaran berbahasa akan mendorong seseorang untuk menggunakan bahasanya dengan cermat.

Kesadaran berbahasa merupakan faktor yang berpengaruh besar dalam menggunakan bahasa yang baik dan benar. Apabila kesadaran berbahasa itu sudah melemah bahkan menghilang dari seseorang atau sekelompok anggota masyarakat tutur, sikap tak acuh terhadap suatu bahasa telah terjadi tanpa disadari.

Dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia, tetaplah gunakan kata sesuai dengan kaidah meskipun dianggap aneh! Konsisten dalam menggunakan kata yang sesuai dengan kaidah berarti secara tidak langsung turut serta menjaga bahasa Indonesia.

Jadikan KBBI Daring sebagai rujukan utama untuk mencari dan menentukan pilihan kata dalam berkomunikasi. Yuk, belajar konsisten menggunakan kata sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia! Jangan biarkan kesalahan dalam berbahasa terus menerus menjadi hal yang dilumrahkan!Oleh: Inten Aprilia Tri Kusumawati, S.Pd.(Staf Teknis Kantor Bahasa Provinsi Maluku)