AMBON, Siwalimanews – Wakil Ketua Umum DPP Barisan Pemuda Nusantara (Bapera), Derek Loupatty mengatakan, rakyat Ma­luku dapat menuntut DPRD terkait penggunaan dana pinjaman PT SMI senilai Rp 700 miliar.

DPRD Maluku punya peranan penting untuk dana ratusan miliar itu digunakan pemerintah daerah. Ter­kait pertanggungjawaban dan trans­paransi penggunaan dana tersebut, rakyat punya hak menuntut DPRD.

“Pandangan Bapera rakyat berhak menuntut transparansi, sebab rakyat punya wakil, wakilnya adalah DPRD tanyalah pada wakil yang disini supaya ada transparansinya dari situ,” ungkap Loupatty kepada pers di Ambon Rabu (16/6).

Dikatakan, sesuai dengan kebijakan undang-undang, pembahasan anggaran pemerintah daerah itu kewenangan DPRD dan eksekutif. “Jadi, nanti eksekutif tugasnya ada. Yang kontrol siapa, yang pasti penegak hukum ada BPK-nya, ada macam-macam. Siapa yang harus transparansi DPRD,” beber Lupatty.

Ia meminta rakyat Maluku harus harus jeli. Soal transparansi bukan menjadi kewenangan Pemprov Maluku, namun wakil rakyatnya. “Karena disitu rakyat harus bertanya ke DPRD. Buku besar APBD itu DPRD tahu dan itu salurannya,” kata Loupatty.

Baca Juga: Guru tak Kantongi Sertifikat Vaksin Dilarang Mengajar

Ia meminta rakyat Maluku bertanya ke DPRD uang sebanyak Rp 700 miliar itu dipakai untuk apa saja. Selain pemerintah daerah selaku pengguna, tapi rakyat tidak perlu membuang energi jauh-jauh, cukup tanyakan keterwakilannya di DPRD.

“Hak rakyat menanyakan itu ke DPRD. Kan DPRD yang orang-orang duduk itu wakilnya rakyat. Jadi jagan takut harus bertanya ke mereka ratusan miliar itu dipakai untuk proyek apa saja,” himbaunya.

Lewat Jalur tak Resmi

Sebelumnya diberitakan, paket proyek pembangunan infrastruktur senilai Rp 700 miliar yang ditender diduga tak melalui mekanisme pembahasan resmi panitia anggaran Pemprov Maluku. Pemprov memotong jalur pembahasan.

Paket bernilai jumbo ini dibahas hanya oleh sekda dan bagian keuangan. Bappeda yang selama ini menjadi “dapur” panitia anggaran eksekutif untuk menggodok semua proyek untuk dimasukan dalam APBD, tak lagi dilibatkan secara penuh.

Kepala Bappeda, Anton Lailossa yang dihubungi untuk mengkonfirmasikan hal ini, namun teleponnya tidak aktif. Sementara salah satu staf di Bappeda mengaku, kerja Bappeda selaku panitia anggaran sudah dipangkas. Bappeda hanya menyusun rencana kerja pemerintah daerah (RKPD). Tak lagi dlibatkan dalam pembahasan kebijkan umum anggaran-platform prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS) dan Rancangan APBD.

“Selaku panitia anggaran kita juga kaget, kita hanya menyiapkan RKPD. Selanjutnya KUA-PPAS dan penyusunan APBD tak lagi dilibatkan, langsung diambil alih bagian keuangan dan sekda,” ujar staf yang meminta namanya tak dikorankan kepada Siwalima, Selasa (24/11).

Olehnya itu, kata dia, paket proyek senilai Rp 700 miliar yang sudah ditender di LPSE Provinsi Maluku sama sekali tidak diketahui oleh Bappeda. “Kami dengar soal paket proyek 700 miliar itu, nanti dicek saja ke pak sekda atau bagian keuangan,” tandasnya.

Dia mengaku mendapatkan informasi kalau pembiayaan paket proyek Rp 700 miliar itu berasal dari pinjaman pihak ketiga. “Infonya pinjaman dari  PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), tapi cek dulu pak sekda,” ujarnya.

Dia juga mengaku heran, 700 miliar itu semuanya digunakan untuk membiayai proyek pembangunan infrastruktur. Padahal ada sektor lain yang harus mendapat perhatian se¬rius, seperti pendidikan, kesehatan dan ekonomi yang terdampak akibat  pandemik Covid-19. (S-52)