AMBON, Siwalimanews – Sangat tidak etis, jika Sirekap KPU yang diketahui sedang bermasalah, namun Ketua KPU justru berani mengumumkan hasil sementara perolehan suara, baik Pilpres, DPD, DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Akademisi Universitas Pattimura Sherlock Lekipiouw dalam rilisnya yang diterima redaksi Siwalimanews, Sabtu (17/2) menuturkan, rekapitulasi hasil penghitungan suara merupakan salah satu proses dalam penyelenggaraan Pemilu, yang mana proses ini dilakukan setelah pemungutan dan penghitungan suara.

Pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara diatur oleh KPU melalui peraturan dan keputusannya. Adapun untuk jadwal pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dalam Pemilu 2024 telah diatur melalui Peraturan KPU Nomor 3 tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2024.

Dimana menurut jadwal dan tahapannya, proses rekapitulasi hasil penghitungan suara untuk Pemilu 2024 dilakukan setelah proses penghitungan suara selesai, yaitu pada Kamis, 15 Februari 2024 sampai Rabu, 20 Maret 2024. Setelah itu penetapan hasil Pemilu.

“Dalam praktek penyelenggaraan Pemilu selama ini, proses rekapitulasi menjadi ruang yang sangat penting terkait dengan keabsahan hasil Pemilu (suara), khususnya bagi peserta Pemilu. Oleh karena itu, KPU dan juga Bawaslu beserta seluruh perangkat dan instrumennya, harus dapat memastikan seluruh proses dan tahapan rekapitulasi suara secara berjenjang berjalan transparan dengan tidak membuka ruang bagi praktek manipulasi dan kecurangan yang mengarah pada tindak pidana Pemilu,” tutur Sherlock.

Baca Juga: Dua Anggota Ad-Hoc Bawaslu Meninggal Dunia

Sementara terkait dengan aplikasi Sirekap, yang beberapa hari terakhir pasca pencoblosan 14 Februari, yang kemudian menimbulkan beragam spekulasi dan menimbulkan kepanikan di masyarakat, ini harus menjadi atensi dan perhatian serius dari penyelenggara, baik KPU maupun Bawaslu.

Menururnya, aplikasi Sirekap hanya alat atau instrumen dan tidak menentukan keabsahan, sehingga perlu dihentikan keberadaannya, terutama terhadap beredarnya ragam presentase hasil suara yang belum dapat diuji keabsahannya, namun sudah tersebar begitu masif melalui berbagai media.

“Hal ini harus dapat sesegera mungkin dilakukan klarifikasi dan atau verifikasi, termasuk memberikan penjelasan secara resmi kepada masyarakat agar tidak menimbulkan ketidakpastian. Untuk itu, perhitungan lewat Sirekap ini harus segera dihentikan karena menimbulkan keresahan,” cetus Sherlock.

Dilain sisi kata Sherlock, pihak penyelanggarapun dalam hal ini KPU Maluku, juga jangan dulu berpendapat tentang kemungkinan calon-calon yang menang, sampai menunggu hasil rekapan manual hasil pemilihan berdasarkan C1.

“Karena sistem Sirekap KPU itu lagi bermasalah. Jadi alangkah baiknya menghentikan perhitungan menggunakan Sirekap, dan lebih menggunakan data C1,” pinta Sherlock.(S-25)