AMBON, Siwalimanews – Warga Kota Ambon secara gamblang menyatakan tidak siap jika Pemerintah Kota Ambon berlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Membatasi aktivitas orang dan hanya berdiam di rumah penuh dengan resiko.

Hal itu disampaikan Direktur Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku, Yan Sariwating kepada Siwalima di Ambon, Selasa (28/4). Membatasi pergerakan atau aktivitas orang, pemerintah harus menanggung beban dan memenuhi kebutuhan warganya.

“Saya secara pribadi menyatakan tidak siap jika PSBB itu berlaku. Ini penuh dengan resiko. Pemerintah jangan asal “bernyanyi”. Memenuhi kebutuhan dasar warga saja belum mampu, apalagi mau mengurung warga kota dalam jangka waktu tertentu di rumah. Saya kira harus dipikirkan dan dimatangkan lagi rencana PSBB,” kata Sariwating.

Menurutnya, LIRA menampung banyak aspirasi masyarakat khusus Kota Ambon terkait rencana pemberlakuan PSBB. Ia mencontohkan, pedagang di pasar misalnya resah, sebab aktivitas mereka dibatasi dalam jangka waktu tertentu. Belum lagi pengayuh becak, ojek dan lain sebagainya.

“Saya mengumpul aspirasi dari kalangan bawah seperti pedagang di pasar, pengayuh becak dan ojek itu mereka rata-rata belum siap. Bahkan ada yang resah. Maklum pendapatan mereka akan hilang, sebab mereka hidup dari pendapatan harian,” beber Sariwating.

Baca Juga: Polisi Tegaskan Kematian ABK KM Bina Bahari Bukan Covid-19

Amina, pedagang sayur mayur di Pasar Mardika mengaku sedih dan stress ketika mendapat informasi akan tinggal di rumah dalam jangka waktu tertentu, lantaran pemerintah mau berlakukan PSBB.

Ditemui Siwalima di Pasar Mardika, ibu empat anak itu tidak setuju diberlakukan PSBB. Ia mengatakan belum siap dari sisi finansial, sebab pendapatan harian yang didapatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dalam beberapa hari saja.

“Saya tidak setuju, karena saya dan suami tidak siap. Pendapatan kami dalam sehari hanya untuk memenuhi kebutuhan hari itu. Lalu kalau PSBB diberlakukan, bagaimana kita mau hidup,” rintih Amina.

Dullah pedagang ikan segar juga mengatakan hal yang sama. Dullah mengaku tidak siap jika pemkot Ambon jadi berlakukan PSBB. Dikatakan, sebagai warga Kota Ambon, prinsipnya mengikuti kebijakan pemerintah, tapi menyangkut berdiam di rumah tanpa aktivitas dirasakan cukup berat.

“Berat bagi saya. Tinggal di rumah saja tanpa aktivitas kita mau makan apa. Kalau ada bantuan pemerintah apakah bisa menjamin keluarga saya. Bantuan juga mau berapa banyak. Ya kalau PSBB berlaku, semoga aktivitas di pasar bisa tetap jalan, sehingga saya juga bisa mencari nafkah bagi keluarga,” ungkap Dullah.

Reynaldo warga Wainitu Kecamatan Nusaniwe yang kesehariannya pengojek khawatir, pemberlakuan PSBB ia dan keluarga tidak bisa makan dan minum. Pria 32 tahun itu, mengharapkan penghasilan harian dari ojek.

“Kita ini kan rakyat kecil, PSBR cukup jua jangan ada lagi PSBB. PSBR saja, pendapatan turun drastis, bahkan seharian itu ada yang tidak dapat penumpang. Ya, kalau pemerintah mau berlakukan PSBB tolong bantu kami,” kata Reynaldo.

La Ancu, warga Jalan Baru Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon yang adalah pengayuh becak di kawasan Urimessing menolak diberlakukan PSBB. La Ancu mengatakan dirinya tidak siap, karena kondisi ekonominya yang tidak stabil. Untuk makan saja susah.

“Saya dan keluarga mau makan harus menunggu sampai saya dapat penumpang dulu. Jadi saya tidak seetuju dan tidak siap kalau PSBB itu diberlakukan. Cukup PSBR saja. Cari uang dalam kondisi Covid-19 ini paling susah,” pungkas La Ancu.

Syarat Pemberlakuan PSBB

Untuk diketahui  ada sejumlah syarat dan prosedur yang harus dilakukan pemerintah daerah untuk memberlakukan PSBB. Hal tersebut diatur dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)

Syarat untuk pemda bisa memberlakukan PSBB tertuang dalam Pasal 3 PP Nomor 21 Tahun 2020. Dalam pasal tersebut ada dua kriteria yang harus dipenuhi untuk menerapkan PSBB, yakni jumlah kasus dan/atau jumlah kematian serta kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa.

Pasal itu berbunyi:

Pembatasan Sosial Berskala Besar harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah; dan
  2. terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.

Dalam Pasal 4 dijelaskan PSBB paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, serta pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. PSBB dilakukan dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan penduduk

Sementara untuk prosedur, pemda harus mengantongi izin dari Menteri Kesehatan untuk menerapkan PSBB, sebagaimana tertuang dalam Pasal 2. Pemda harus terlebih dulu mengusulkan ke Menkes.

Penerapan PSBB juga memperhatikan pertimbangan dari Ketua Pelaksana Gugus Tugas. Jika Menkes menyetujui usulan tersebut, pemda wajib melaksanakan PSBB, sesuai yang tertuang dalam Pasal 6.

Pasal 6 berbunyi:

(1) Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar diusulkan oleh gubernur/bupati/walikota kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

(2) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar dengan memperhatikan pertimbangan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 20 1 9 (COVID- 19).

(3) Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dapat mengusulkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah tertentu.

(4) Apabila menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan menyetujui usulan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala daerah di wilayah tertentu wajib melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar. (S-32)