AMBON, Siwalimanews – Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kota Ambon harus siap baik dari aspek ekonomi, sosial maupun aspek lainnya ke-tika usulan penerapan Pem-batasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Am-bon disetujui pemerintah pusat.

Pemerintah harus memiliki kesiapan yang matang sebelum menerapkan kebijakan PSBB. Ada konsekuensi yang harus ditanggung dalam menerapkan kebijakan tersebut.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB mengamanatkan pemda wajib menanggung kebutuhan masyarakat, terutama pangan. Persiapan tersebut tentunya harus ditopang dengan kesiapan anggaran.

Kalangan akademisi menilai baik Pemprov Maluku maupun Pemkot Ambon harus bersinergi, sebab Pembatasan Sosial Berskala Regional (PSBR) yang sementara diberlakukan belum maksimal.

Banyak warga Kota Ambon masih membandel. Tidak mengindahkan anjuran pemerintah seperti menggunakan masker, jaga jarak (social distancing) dan lainnya. Imbas dari pendemi Covid-19, harga-harga sejumlah komoditi di Ambon saat ini juga tengah merangkak naik.

Baca Juga: Ratusan Paket Sembako Diserahkan di Labuang

“Dari sisi ekonomi, pemerintah daerah harus siap, sebab pasti ada efek kejutan untuk masyarakat. Siap dalam artian logistik harus tercover untuk kebutuhan warga Kota Ambon yang melaksanakan PSBB,” ujar Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pattimura (Unpatti), Erli Leiwakabessy kepada Siwalima di Ambon, Selasa (28/4).

Dikatakan, Pemprov Maluku dan Pemkot Ambon harus mampu mengantisipasi dampak dari pemberlakuan PSBB, sebab ditakutkan masyarakat melakukan hal-hal di luar dugaan.

“Misalnya kalau pemerintah tidak siap dalam hal logistik, akan muncul isu tentang kelangkaan sembilan bahan pokok dan lain-lain. Walaupun larangan untuk penimbunan  sembilan bahan pokok itu ada, tapi langka antisipatif   masyarakat itu akan dilakukan. Kalau mereka melihat ini ancaman bagi keberlangsungan pemenuhan kebutuhannya, mereka akan melakukan hal-hal yang pemerintah melarang itu,” jelas Leiwakabessy.

Meski begitu, Leiwakabessy optimis kesiapan pemerintah daerah menuju PSBB sudah melalui pertimbangan yang matang. Sebab menurutnya, Ambon merupakan kota kecil, dimana dampak ekonomi pun tidak terlalu besar seperti kota-kota lainnya di Indonesia.

“Dibandingkan kota-kota lain, Kota Ambon tidak terlalu besar, sehingga dampaknya juga kecil. Tetapi kita juga tahu setelah ditetapkan sebagai kota dengan zona merah itu, secara ekonomi pasti berdampak,” katanya.

Ia menghimbau Pemerintah Kota Ambon harus menempuh kebijakan kepada masyarakat golongan  ekonomi lemah. Apakah dengan jaring pengaman sosial atau melalui bantuan-bantuan sosial lainnya.

Staf Pengajar Fakultas Ekonomi UKIM, E Radianto juga mengatakan hal yang sama. Radianto menegaskan, semua kebutuhan pokok masyarakat harus dijamin terpenuhi. Pemeirntah daerah harus siap, sebab PSBB mengharuskan masyarakat berada di rumah.

“Untuk memberikan kenyamanan kepada masyarakat, pemerintah harus siap dengan berbagai kebutuhan makanan atau logistik, sehingga PSBB dapat berjalan dengan baik,” tutur Radianto.

Dikatakan, jika PSBB jadi diberlakukan di Kota Ambon,  maka ketersediaan barang atau kebutuhan pokok masyarakat yang berasal dari provinsi lain (Sulawesi dan Jawa) termasuk barang-barang impor, perlu dijamin oleh pemerintah daerah Maluku.

“Dengan memperhatikan ketergantungan Maluku terhadap barang-barang kebutuhan pokok dari daerah lain, serta kebutuhan stok barang di Maluku, Pemprov Maluku perlu merancang Peraturan Gubernur (Pergub) tentang PSBB secara detil, agar semua kebutuhan pokok masyarakat dapat terjamin dan  masyarakat benar-benar berada di rumah serta meniadakan kegiatan di luar rumah,” tandasnya.

Ia juga menambahkan, adanya PSBB, Maluku akan kehilangan nilai tambah dan pendapatan rumah tangga. Sektor yang paling terkena dampak di semua kota dan kabupaten di Maluku adalah sektor pengangkutan dan jasa, terutama bagi tukang becak, driver online dan sopir angkot serta pedagang kaki lima.

Terhadap mereka tambah Radianto, perlu mandapatkan bantuan berupa cash transfer lewat rekening dan bukan berupa barang kebutuhan pokok, agar mereka punya pilihan untuk bertahan hidup. Hal ini juga untuk mengantisipasi adanya kebocoran dalam pemberian bantuan, sehingga bantuan benar-benar sesuai yang diharapkan.

DPRD Maluku  Dukung

DPRD Maluku mendukung langkah Pemprov Maluku mengusulkan pemberlakuan PSBB. Ketua DPRD Maluku Lucky Wattimury mengatakan sejak awal pembicaraan antara DPRD dan pemerintah telah mengarah kepada pemberlakuan PSBB, namun karena kriteria belum terpenuhi, maka pemerintah daerah memutuskan untuk memberlakukan PSBR.

Kendati demikian, DPRD Maluku akan mempelajari pertimbangan Pemprov Maluku  mengusulkan PSBB ke pemerintah pusat. “Jadi nanti DPRD akan mempelajari pertimbangan usulan tersebut,” kata Wattimury kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang Ambon, Selasa (28/4).

Dikatakan, pengusulan PSBB merupakan kewenangan Gubernur Maluku, DPRD  tidak memiliki wewenang apapun untuk menentukannya, tetapi dalam penerapan kebijakan tersebut DPRD tetap mengawasi.

“DPRD tetap mengawasi kebijakan PSBB,” tegas Wattimury.

Wattimury meminta pemerintah daerah sebelum memberlakukan PSBB dapat mempersiapkan berbagai hal seperti kebutuhan logistik dan bantuan agar masyarakat tidak merasa cemas yang berlebihan.

Ambon Zona Merah

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, Maluku masuk zona merah dan Ambon kota yang terkena dampak penyebaran Covid-19. Hal itu disampaikan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy kepada wartawan di Ambon, Selasa (28/4).

“Data Kementerian Kesehatan, Maluku ini sudah ada zona merah yaitu Kota Ambon ditetapkan sebagai zona merah,” tutur Louhenapessy.

Menurut Louhenapessy, keadaan Kota Ambon yang kecil, tidak sama dengan keadaan kota besar lainnya, sehingga hal itu menjadi alasan Ambon harus diterapkan PSBB.

Selain itu, sumber daya manusia, fasilitas, dan sarana prasaran juga merupakan fakrtor yang perlu dipertimbangkan untuk pemberlakuan PSBB. “Dari penglaman ini dan mengingat Ambon ini begitu kecil dan teritori terbatas, kemudian kita pertimbangkan juga faktor sumber daya manusia, fasilitas yang tersedia sarana dan prasarana yang ada. PSBB merupakan jalan keluar memutuskan mata rantai Covid-19,” jelas Louhenapessy.

Dikatakan, secara kuantitatif angka terkonfirmasi Covid-19 belum banyak, tapi secara kualitatif sangat berbahaya untuk Ambon sebagai kota kecil dan padat. Walikota dua periode ini memastikan, Pemerintah Kota Ambon tetap siap apabila PSBB jadi diberlakukan, sebab sudah empat kriteria yang telah diperhitungkan oleh Pemerintah Kota Ambon.

Empat kriteria itu yakni pertama soal penyebaran atau epidemiologi. Kedua, soal kebutuhan dasar dari bulog baik distributor sudah diperhitungkan. Tiga, dari segi kesiapan keuangan seluruh kegiatan di tahun 2020 semua ditangguhkan kegiatan fisik lainnya yang dilaksanakan di Ambon. Keempat, kesiapan operasional.

PSBB ini juga tambah Louhenapessy adalah bagian dari produk hukum untuk aparat keamanan bertindak tegas agar masyarakat taat pada protokol kesehatan dan segala aturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah seperti penggunaan masker yang sampai saat ini masih tak diindahkan.

Harus Ada Instrumen Hukum 

Akademisi Hukum Tata Negara Unpatti, Reny Ha Nendissa mengatakan, Pemprov Maluku dalam memberlakukan PSBB harus didukung dengan instrumen hukum untuk memback-upnya.

Kebijakan PSBB harus didukung aturan hukum sehingga memiliki kekuatan mengikat yang lebih kuat. Reny mengungkapkan, menentukan indikator penetapan sebuah wilayah dalam kondisi darurat kesehatan, dikembali kepada kebijakan pemerintah daerah karena sudah masuk dalam diskresi demi keselamatan banyak orang.

Menurutnya, masyarakat boleh bicara terkait aturan, tetapi dapat dilihat antara aturan dengan kenyataan. Dimana semakin kasus berkembang, dari sisi tingkat korban yang semakin banyak disertai tingkat kepatuhan masyarakat yang menurun, maka pemerintah daerah dapat mengambil langkah atau diskresi (kebijakan).

“Memang ada aturan, tetapi kalau dari penilaian pemerintah harus ditingkatkan kembali kepada kewenangan pemerintah. Kan kewenangan pemerintah ada yang berdasarkan atauran hukum ada juga  berdasarkan diskresi yang dimiliki,” tuturnya kepada Siwalima Selasa (28/4).

Akademisi Hukum Pidana Unpatti, Diba Wadjo menambahkan, setelah aturan terkait sanksi telah dibuat maka tahap selanjutnya pemerintah daerah harus mengsosialisasikan kepada masyarakat agar masyarakat dapat mengetahui jenis sanksi yang ada jika melanggar aturan PSBB, kemudian sanksi baru dapat diberkalukan bagi masyarakat.

Terkait jenis sanksi, Wadjo menjelaskan, pemerintah dapat mencari formula sanksi yang sesuai dengan kondisi saat ini. Tetapi sebagai alternatif sanksi seperti kurungan bagi masyarakat yang melanggar aturan PSBB dapat ditegakan.

Kendatipun demikian bagi masyarakat yang hendak ke pasar untuk memenuhi kebutuhan harus dikecualikan dari sanksi karena berkaitan dengan kebutuhan hidup.

“Kalau sanksi kan berbeda-beda misalnya, bagi yang keluar malam kendaraannya ditahan agar jangan keluar malam dan lainnya, pemerintah pasti sudah siap dengan sanksi,” tandas Wadjo.

Selin itu, Wadjo juga mengharapkan kerja keras dari penegak hukum agar aturan PSBB dapat benar-benar dilaksakan ditengah masyarakat dan bagi pelanggar harus ditindak agar memberi efek jerah.

Menuju PSBB

Seperti diberitakan, Kota Ambon segera diusulkan untuk penerapan pemberlakuan  PSBB. Untuk menuju ke tahap itu berbagai persiapan  tengah dilakukan Pemprov Maluku dan Pemkot Ambon.

Sekda Maluku, Kasrul Selang kepada wartawan mengatakan, alasan Pemprov Maluku mengusulkan ke pemerintah pusat penerapan PSBB di Kota Ambon, lantaran Ambon sudah masuk zona merah penyebaran Covid-19.

“Pertimbangan usulan penerapan PSBB ke pemerintah pusat, dikarenakan Ambon saat ini sudah masuk zona merah Covid-19,” ungkap Kasrul kepada wartawan di Kantor Gubernur Maluku, Senin (27/4).

Kasrul mengaku Pemprov Maluku sudah melakukan rapat dengan Pemkot Ambon terkait pengusulan PSBB ke pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kesehatan. (S-32/Mg-4Mg-6)