AMBON, Siwalimanews – Inspirasi untuk memindahkan RSUD Haulussy itu datang usai tim Dinkes Maluku melakukan study banding di Bekasi beberapa waktu lalu.

Terungkap sudah apa yang men­dasari kebijakan tiba-tiba Pemprov Maluku untuk memindahkan RS­UD dr M Haulussy dari Kudamati ke Telaga Kodok.

Konon kebijakan tiba saat tiba akal itu berawal dari perintah lisan Gubernur Maluku Murad Ismail, kepada Sekda Maluku yang saat itu dijabat Kasrul Selang, untuk mem­berangkatkan tim dari Dinas Kese­hatan dan RSUD Haulussy, ke Kota Bekasi.

Adapun rumah sakit yang dituju adalah Rumah Sakit Ibu dan Anak Selasih Medika, Kota Bekasi Pro­vinsi Jawa Barat.

Sumber Siwalima di Pemrov Ma­luku menyebutkan, rumah sakiti ini tergolong kecil dan hanya dikhu­suskan untuk merawat ibu dan anak. Karenanya, kata sumber itu, sangat tidak tepat kalau management RSUD Haulussy sampai study banding di sana.

Baca Juga: Negeri Makariki Langganan Banjir

“Itu rumah sakit kecil dan khusus untuk merawat ibu dan anak, bukan pasien umum. Jadi salah besar kalau kita disuruh study banding di sana,” katanya saat ditemui Kamis (26/8) siang.

Gegara study banding itu, 10 orang tenaga medis di RSUD Haulussy Ambon terpapar Covid-19, sepulang dari sana termasuk Dirut Justin Pawa.

Diberitakan sebelumnya, Pem­prov Maluku menghentikan proyek pembangunan ruang baru di Rumah Sakit dr M Haulussy, senilai Rp. 46.233.152.000. Padahal, seperti diku­tip dari laman lpse.malukuprov.go. id, proyek yang dianggarkan dalam paket Pembangunan Rumah Sakit Beserta Sarana dan Prasarana Pen­du­kungnya sudah selesai diten­derkan.

Bukan itu saja, kontrak antara pe­me­nang tender dengan satuan kerja ju­ga sudah dilakukan sejak sebulan lalu. Lalu, apa yang menyebabkan terhentinya pekerjaan proyek itu?

Sumber Siwalima di rumah sakit milik pemerintah itu mengatakan, mendengar kabar kalau ada rapat khusus yang dibuat untuk memba­talkan proyek itu.

Kepada Siwalima Senin (23/8) siang, sumber itu menyebutkan, hadir dalam pertemuan tersebut antara lain dirut RSUD Justini Pawa, Kadis Kesehatan dan Sekda.

“Su batal, sesuai arahan dalam rapat antara ibu dirut, kadis kese­hatan dan pak sekda. Sebagai ganti­nya, Pemprov akan membangun rumah sakit baru, di kawasan Telaga Kodok.

Tapi untuk lebih jelasnya, tanya­kan langsung saja ke ibu dirut,” saran sumber itu.

Pertimbangannya, ujar sumber itu, daya dukung RSUD sudah tidak lagi memadai untuk dibangun, sedang­kan Pemprov punya lahan kosong yang luas di kawasan Telaga Kodok.

“Jadi anggaran pembangunan itu mau dialihkan untuk tahap awal pembangunan rumah sakit baru di Telaga Kodok,” lanjut sumber itu.

Tapi apakah mungkin anggaran pembangunan yang bersumber dari dana alokasi khusus itu bisa dialih­kan untuk membangun proyek lain?

Sumber lain Siwalima di Pemprov Maluku menyebutkan, agak sulit untuk memindahkan suatu kegiatan yang dibiayai DAK.

Kepada Siwalima Selasa (24/8) dia mengatakan, sumber dana untuk proyek dengan kode rencana umum pengadaan Nomor 28543561, ke­mungkinan tak bisa dipindahkan.

“Seluruh proyek DAK itu tak bisa direlokasi karena sudah dilakukan asistensi jauh-jauh hari,” tambah­nya.

Kebijakan Pemerintah Provinsi Maluku yang menghentikan penger­jaan RSUD Haulussy dan kemudian berencana mengalihkan anggaran­nya untuk pembangunan rumah sa­kit yang baru di kawasan Telaga Ko­dok, adalah langkah keliru besar. Lebih fatal lagi bila rencana dadakan itu tidak dilandasi persetujuan dari DPRD.

Demikian dikatakan akademisi Fi­sip Unpatti Paulus Koritelu, kepada Siwalima di Ambon, Kamis (28/8).

Menurutnya, pengelolaan peme­rin­tahan yang serampangan seperti ini, membuat akuntabilitas pemerin­tah semakin dipertanyakan dan fe­no­mena ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah semakin me­ningkat.

Karenanya, dia menyarankan agar Ins­pektorat Provinsi Maluku segera mengambil tindakan berkaitan dengan kebijakan pengalihan anggaran pem­bangunan RSUD Haulussy itu. Ini kebijakan yang fatal dan ketidakper­cayaan publik terhadap pemerintah semakin meningkat,” ujarnya.

“Koritelu mengatakan, sebagai per­panjangan tangan rakyat Ma­luku, menjadi sebuah keanehan ke­tika DPRD yang menjadi repre­sentasi, justru tidak tahu. Adanya kebijakan ini merupakan sesuatu yang sangat bahaya.

Tidak dilibatkan DPRD menurut­nya, bukan hal pertama tetapi pernah terjadi semenjak peminjaman Rp700 miliar di tahun lalu yang memang tanpa sepengetahuan DPRD.

“Padahal yang maksudkan de­ngan pemerintahan daerah di dalamnya terdapat eksekutif dan legislatif,” imbuhnya.

Menurut Koritelu, kini saatnya DPRD Maluku menginisiasi penggunaan hak-hak dewan untuk menegur eksekutif seperti interpelasi sesuai UU, sebab kebijakan apapun harus melibatkan DPRD kecuali untuk kebijakan yang tidak bisa ditunda, tetapi tidak juga.

“Kasihan kontraktor yang telah menyediakan segala sesuatu apalagi dengan alasan daya tampung, sebab kalau alasan daya tampung, maka harus ada perencanaan yang besar dan jauh lebih dahulu sehingga kepu­tusan tender tidak dilakukan,” tegasnya.

Selain itu, dari aspek perencanaan, Koritelu menilai jika proses yang ada tidak dilakukan secara matang, sebab jika dilakukan secara matang maka semestinya sejak awal tender bukan untuk RSUD Haulussy, tapi rumah sakit yang baru.

Inspektorat Masuk

Senada dengan Koritelu, akade­misi Hukum Unpatti, Remon Supu­sepa juga berpendapat, Inspektorat harus segera mengambil tindakan berkaitan dengan kebijakan peng­alihan anggaran pembangunan RSUD Haulussy ini.

Menurutnya, dalam perencanaan anggaran, dana alokasi khusus se­jak awal telah direncanakan sema­tang mungkin, artinya secara spesi­fik telah dijelaskan untuk rumah sakit mana anggaran DAK itu harus dialirkan.

Jika dalam perencanaan DAK telah diarahkan bagi pembangunan RSUD Haulussy, maka mestinya diarahkan ke RSUD Haulussy, karena sebe­lumnya telah digodok oleh DPR.

Karena itu, yang mesti dicari da­lam persoalan pengalihan anggaran pembangunan RSUD Haulussy ini apakah ada perbuatan mal admini­strasi atau tidak dalam proses ini.

“Jadi kalau ternyata ada mal admi­nistrasi, maka dapat menjadi pintu masuk untuk aparat penegak hukum bekerja,” tegasnya.

Hal ini sangat penting guna meli­hat apakah pemindahan anggaran untuk pembangunan rumah sakit ditelaga kodok ini telah sesuai de­ngan administrasi dalam proses pengelolaan DAK atau tidak.

“Inspektorat harus turun untuk menyelidiki ada atau tidak mal ad­ministrasi dalam pengelolaan DAK, karena polisi belum dapat melakukan langkah apapun,” cetusnya.

Kandati begitu, Remon juga mem­pertanyakan netralitas Inspektorat yang menang menjadi bagian dari pemerintah daerah sendiri.

“Hanya masalahnya inspektorat merupakan bagian dari pemerintah karena secara logika hukum netrali­tas­nya dapat dijaga atau tidak karena ditakutkan ada subjektivitas untuk melindungi pemerintah,” jelasnya.

Langgar Hukum

Praktisi hukum, Pistos Noija menilai kebijakan yang dilakukan pemerintah Provinsi Maluku telah menimbulkan kerugian secara perdata bagi pemenang tender.

“Secara perdata sudah dilanggar artinya pasti sudah ada penelitian khsusnya tentang layak atau tidak­nya kebijakan ini jalan dan kalau sampai sudah tender maka program ini tetap jalan,” ungkap Noija.

Menurutnya, jika tidak berjalan maka secara nyata telah ada pelang­garan hak dari pemenang tender itu yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi.

Pemenang tender, kata Noija harus menggugat pemerintah daerah karena kerugian perdata telah mun­cul sedangkan aspek pelanggaran pidana masih belum terlihat.

Lanjutnya, peristiwa ini akan men­jadi peristiwa pidana jika proyek rumah sakit di Telaga Kodok tetap dijalankan, karena anggaran yang dikeluarkan tidak sesuai dengan peruntukan tanpa persetujuan DPRD.

Karena itu, Noija meminta DPRD Provinsi Maluku untuk lebih menunjukkan kewibawaan lembaga agar tidak disepelekan oleh pemprov.

Sampai Hati

Banyak masyarakat merasa kebe­ratan dengan rencana pembangunan RS baru di Telaga Kodok, yang bakal menghabiskan aggaran tidak sedikit.

Mereka berharap, anggaran pemba­ngunan itu baiknya dialihkan untuk hal-hal yang bermanfaat dan dapat dirasakan langsung oleh rakyat, apalagi di era pandemi Covid-19 ini.

Rosma, mahasiswa Unpatti Ambon yang tinggal di Batu Merah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, menyesali pemindahan rmah sakit umum Haulussy ke Telaga Kodok.

“Boleh dipindahkan tapi bukan sekarang. Kebutuhan masyarakat Maluku saat ini bagaimana pemerin­tah itu bisa memenuhi kebutuhan rakyat yang susah akibat pandemi Covid-19. Kami ini susah, Covid-19 bikin kami susah, pak gubernur se­baiknya berfikir untuk mensejahte­rakan rakyat. Sampe hati kalau ang­garan ratusan miliar rupiah dige­lontorkan hanya untuk pemindahan rumah sakit,” sebut Rosma.

Gledys beralamat di Kelurahan Hunipopu mengatakan, dirinya tak menyetujui pembangunan RS baru yang menelan anggaran jumbo da­lam kondisi Covid-19 seperti saat ini, lantaran kebutuhan pangan mas­yarakat harusnya diutamakan oleh pemerintah.

“Kalau bisa, bantu masyarakat kecil untuk apa membangun semen­tara sudah banyak RS di Ambon,” tandas mahasiswa semester tiga ini kepada Siwalima, Kamis (26/8).

Terpisah, Marthen yang sesehari berprofesi sebagai tukang ojek juga menyesalkan hal ini. Dirinya justru mencurigai pembangunan RS ter­sebut. “Jangan sampai ada unsur lain dibalik pembangunan itu,” tandas Marthen.

Lanjutnya, alangkah lebih baik pemerintah hibahkan anggaran tu untuk membantu masyarakat yang terdampak dari Covid-19 ini.

”Sekarang ini sudah tidak ada bantuan bagi masyarakat terdam­pak, apa salahnya anggaran tersebut dipakai untuk membantu beli beras bagi kamis. Ojek sekarang saja susah dapat penumpang,” pintanya.

Hal yang sama juga dilontarkan oleh warga kota lainnya, Fintje yang merupakan ibu rumah tangga. Dika­takan, pembangunan itu sangat mencederai rasa keadilan masyarakat yang masih susah karena pendemi.

“Lebih baik uang pembangunan kasih par katong rakyat kecil yang seng dapa bantuan beras. Sekarang yang dapat hanya yang terdata dari pusat lalu Katong yang seng terda­pat tapi Terdampak ini siapa yang mau bantu? Bukannya itu menjadi tanggung jawab pemerintah? Jadi alangkah lebih baiknya dikasih ke katong masyarakat kecil,” ujarnya dengan dialog Ambon yang kental.

Roki salah satu tukang becak yang kesehariannya beroperasi di kawa­san jalan AY Patty pun bersuara sama sama. Dirinya menyesali tinda­kan pemerintah yang terkesan mem­buang-buang anggaran, tanpa mempedulikan rakyat kecil yang saat ini untuk makan saja sulit.

“Beta seng tahu kalau mau diba­ngun RS. Apalagi kala talalu jauh ke sana itu maksudnya dibangun untuk warga disana atau bagaimana. Ka­tong ini rumah sakit sudah paling banyak, awas jang dong mau orang samua saki kaapa, tapi sebaiknya itu uang kasi par katong masyarakat kecil jua. Katong sampe sekarang seng dapa bantuan,” pungkasnya.

Sekda tak Tahu

Pelaksana harian Sekda Maluku, Sadli Ie mengaku belum tahu soal rencana pembangunan RSUD dr Haulussy yang baru yang meng­habiskan anggaran Rp46 miliar.

Jawaban Sekda ini terkesan aneh, lantaran proyek itu sudah selesai ditenderkan bahkan kontraknya sudah diteken sebulan yang lalu.

“Soal pembangunan saya belum dapat laporan dari Direktur RSUD, saya belum bisa berkomentar, takut salah,” ujar Sadli kepada Siwalima usai menutup prajabatan calon PNS Golongan III dan II Angkatan XVI Provinsi Maluku, di Balai Diklat BPSDM Maluku, Rabu (25/8).

Dirinya juga enggan berkomentar terkait dengan urgenitas dan ren­cana pembangunan rumah sakit baru yang dipusatkan di Telaga Kodok nanti. “’Nanti beta cek dulu ke ibu direk­tur, baru kasih keterangan,” tan­dasnya singkat.

Dirut RSUD Haulussy, Justini Pawa, hingga kini tak bersedia men­jawab konfirmasi Siwalima melalui telepon. Setiap panggilan telpon masuk, selalu ditolaknya.

Terpisah, Wakil Direktur bidang Pelayanan, Rodrigo Liemon juga menolak berkomentar terkait hal ini. Dia lalu menyarankan Siwalima untuk langsung mewawancarai Pawa saja.

Pawa selama ini terkenal tertutup dan irit bicara ke media. Sebelumnya Pawa pernah didepak dari jabatan­nya sebagai Dirut RSUD oleh Murad Ismail, awal memimpin daerah ini. Herannya, Pawa pula yang kembali diangkat Murad untuk memimpin RSUD.

Terbengkalai

Sudah sebulan lebih setelah di­kon­trakan, proyek pembangunan RSUD dr Haulussy tak juga diker­jakan.

Praktis tak ada pekerjaan lapa­ngan yang dilakukan oleh PT Dwipabhirawa Persada, padahal sebagian bangunan lama Nusalaut, yaitu bangsal wanita, telah dibong­kar dan dibiarkan porak-poranda tak terurus.

Pantauan Siwalima Selasa (24/8) di lokasi proyek, pembangunan yang terletak di tengah bangunan RS dr Haulussy itu sepi. Tak se­orangpun pekerja bangunan yang terlihat di lokasi yang sudah dipagari itu.

Anehnya lagi tidak terdapat papan proyek pada lokasi pemba­ngunan tersebut.

Sejumlah pegawai rumah sakit yang ditemui disekitar lokasi pem­bangunan mengaku sebelumnya ada pekerjaan proyek namun bela­kangan tidak lagi berjalan.

“Kemarin kemarin ada kerja, tapi sudah beberapa hari ini seng ada aktivitas, seng tahu kenapa,” ung­kap salah satu pegawai RS yang di­konfirmasi Siwalima.

Sementara itu pengawas proyek Linely Pattinama yang dikonfirmasi Siwalima enggan bicara banyak. Dia malah meminta Siwalima untuk mengkonfirmasi langsung ke pihak RSUD.

“Beta tim teknis lapangan. Baiknya konfirmasi dengan Pihak RSUD yakni direktur selaku kuasa pengguna anggaran,” pintanya.

Diberitakan sebelumnya, proyek pembangunan ruang baru di Rumah Sakit dr M Haulussy, yang diang­garkan dalam paket Pembangunan Rumah Sakit Beserta Sarana dan Prasarana Pendukungnya, dihenti­kan pengerjaannya.

Sejak proses lelang hingga peng­umuman pemenang, sudah terlihat janggal, lantaran dari 12 perusahaan yang menyatakan berminat untuk mengikuti lelang proyek jumbo itu, hanya PT Dwipa Bhirawapersada saja yang memasukan penawaran. Dengan kata lain, kuat dugaan ada kongkalikong dalam lelang dimak­sud.

Adapun 12 perusahaan itu adalah, PT Dwipa Bhirawapersada, PT Kevin’s Pratama Jaya, CV Bangun Negeri, CV Rajawali Putri Ulu dan CV Karya Mulya Indah.

Selain itu ada pula nama PT Manusela Permai Sejahtera, CV Empat Bersaudaara, PT Anugerah Pemba­ngu­nan Jaya, PT Hen Jaya, CV Rante­pao Mitra Perkasa, Leonel Bina Man­diri dan PT Mitsindo Visual Pratama.

Singkat ceritera, perusahaan yang beralamat di  Jalan Condet Raya RT 005/003 Blok R-3 No 2 Blok R-3 No 2, Kramat Jati, Jakarta Selatan itu dimenangkan dengan nilai penawaran sebesar Rp. 45.116.258.516,45.

Sesuai perencanaan, dalam proyek itu akan dibangun satu ruang bedah dan ruang ICCU lengkap, beserta beberapa ruang lain yang diperuntukan untuk penanganan pasien. (S-50/S-52)