AMBON, Siwaliamanews – Asisten Pengawasan Kejati Ma­luku,  Edwin Kalampangan mengaku, laporan kasus dugaan suap eks Ke­pala Cabang Kejari Ambon di Sa­parua, Leonard Tuanakota masih ditelaah.

Leonard Tuanakotta dilaporkan Pendeta Z.J Tetelepta ke Kejati Maluku atas dugaan menerima suap ratusan juta rupiah saat mengusut korupsi dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) Porto tahun 2015-2017.

“Sementara kasusnya sedang ditelaah laporannya,” kata Edwin Kalampangan saat Siwalima di Kantor Kejati Maluku, Senin, (28/9).

Edwin mengatakan, dalam laporan tersebut disebutkan uang suap itu sebanyak Rp. 159 juta, dan saat ini sementara ditelaah.

Sebelumnya, Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Samy Sapu­lette mengatakan, pihaknya serius menindaklanjuti laporan tersebut. “Ya, semua laporan pasti kita serius untuk menindaklanjuti,” ujarnya.

Baca Juga: Polisi Harus Usut Dugaan Mark Up Data dan Dana Covid-19

Dilaporkan

Seperti diberitakan, Leonard Tua­na­kotta dilaporkan oleh Pendeta Z.J Tetelepta ke Kejati Maluku karena menerima suap ratusan juta rupiah saat mengusut kasus korupsi DD dan ADD Porto tahun anggaran 2015-2017.

Sesuai laporan ke Kejati Maluku, Raja Negeri Porto Marthen Nanlohy diduga memberikan uang suap kepada Leonard Tuanakotta saat menjabat Kacabjari Saparua, agar Nanlohy tak dijerat dalam kasus korupsi DD dan ADD.

Nanlohy diduga memberikan uang sebesar Rp. 159 juta. Uang tersebut diberikan secara bertahap sebanyak tiga kali. Pertama Rp. 30 juta, kemudian Rp. 10 juta, dan terakhir Rp. 119 juta.

Dugaan suap itu, dilaporkan Pen­deta Z.J Tetelepta, yang juga warga Porto ke Kejati Maluku pada 14 September 2020.

Tembusan laporan itu disampai­kan kepada KPK di Jakarta, Keja­gung di Jakarta, Komisi III DPR di Jakarta, Komisi Kejaksaan di Jakarta dan Kacabjari Saparua di Saparua.

Tetelepta meminta kejaksaan se­rius menangani dugaan suap itu hi­ngga tuntas demi tegaknya hukum.

Tetelepta juga meminta kejaksaan segera memanggil dan memeriksa bendahara Negeri Porto Debby Tari­buka, mantan Camat Saparua Agus Pattiasina, dan Marthen A. Nanlohy.

Ia yakin uang sebesar Rp. 159 juta itu berasal dari DD milik masyarakat desa Porto.

Untuk diketahui, korupsi DD dan ADD Porto tahun 2015-2017 senilai Rp 2 miliar diusut Leonard Tuana­kotta saat menjabat Kepala Cabang Kejari Ambon di Saparua.

Ia lalu menetapkan Raja Porto Marthen Nanlohy, Sekretaris Negeri Porto Hendrik Latupeirissa dan ben­dahara Salmon Noya sebagai ter­sangka.

Namun Leonard hanya melimpah­kan berkas Latupeirissa dan Noya ke pengadilan. Hakim kemudian mem­vonis keduanya 1 tahun pen­jara.

Sementara berkas Marthen Nan­lohy ditahan oleh Leonard. Dia selalu beralasan, berkas Nanlohy masih dirampungkan. Hingga Leonard dimutasikan dari Saparua, berkas Nanlohy tak dilimpahkan pada dia sudah  ditetapkan sebagai tersangka sejak 18 Oktober 2018.

Anehnya, pimpinan Kejati Maluku dan Kejari Ambon menutup mata terhadap kinerja buruk Leonard.

Diadili Besok

Pengadilan Tipikor Ambon telah mengagendakan sidang perdana Raja Porto Marthen Abraham Nan­lohy. Ia akan disidangkan pada besok, Rabu (30/9).

Sidang yang terdaftar dengan Nomor perkara 18/Pid.Sus-TPK/2020/PN Amb akan dilakukan secara online.

“Iya benar, sidang kasus dugaan tipikor atas nama tersangka Marthen Nanlohy digelar Rabu,” kata Humas Pengadilan Negeri Ambon, Lucky Rombot Kalalo saat dikonfirmasi Siwalima, melalui whatsApp, Senin, (28/9).

Sidang itu akan berlangsung di Ruang sidang Cakra pada Penga­dilan Tindak Pidana Korupsi di Pe­ngadilan Negeri Ambon. Rencana­nya sidang akan dilakukan pukul 13.00 WIT.

Nanlohy ditetapkan sebagai ter­sangka pada 18 Oktober 2018 dalam kasus korupsi DD dan ADD Negeri Porto tahun anggaran 2015-2017.

Sekretaris Negeri Porto, Hendrik Latupeirissa dan bendahara Salmon Noya juga dijerat, dan telah diadili. Keduanya divonis 1 tahun penjara.

Mereka terbukti bersalah melaku­kan tindak pidana korupsi ADD-DD Porto selama 3 tahun, sejak 2015-2016-2017 dengan total kerugian negara sebesar Rp 382 juta lebih.

Perbuatan keduanya melanggar pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 juncto UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor.

Untuk diketahui, pada tahun 2015, 2016 dan 2017 Pemerintah Negeri Porto mendapat DD dan ADD sebesar Rp 2 miliar.

Anggaran tersebut diperuntukan bagi pembangunan sejumlah item proyek, diantaranya pembangunan ja­lan setapak, pembangunan jemba­tan penghubung dan proyek pos­yandu.

Kepala desa, sekretaris dan bendahara melakukan mark up dalam setiap pembelanjaan item proyek. Akibatnya negara dirugikan Rp 382 juta lebih. (Cr-1)