Proses tahapan pemilihan umum Kabupaten Kepulauan Aru akan mengalami hambatan pasca ditahannya lima komisioner KPU Aru karena diduga terlibat korupsi dana hibah pilkada Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Aru, Tahun 2020 lalu.

Mereka yang ditahan yaitu, Ketua KPU Mustafa Darakay serta empat anggota, masing-masing Yoseph Sudarso Labok, Mohamad Adjir Kadir, Kenan Rahalus dan Tina Jovita Putnarubun.

Tentunya berbagai pihak tidak akan mencampuri urusan hukum, tetapi pasti penahanan ini akan menganggu proses dan tahapan pemilu namun penahanan yang dilakukan Kejaksaan Negeri Aru terhadap lima komisioner KPU dipastikan akan mengganggu seluruh tahapan yang sedang berlangsung.

Menurutnya, ketika lima komisioner ditahan maka pasti dilakukan pengangkatan terhadap para calon anggota komisioner KPU yang sebelumnya masuk dalam sepuluh besar, tetapi itu pun tidak menjamin bahwa tidak ada masalah.

Bagi, calon komisioner KPU yang telah memiliki pengalaman tidak menjadi masalah tetapi, bagi yang tidak memiliki pengalaman dalam kepemiluan tentunya ini menjadi masalah baru. KPU Maluku dan KPU RI harus segera mengambil langkah cepat guna mengantisipasi persoalan yang muncul akibat ditahannya kelima komisioner KPU.

Baca Juga: Tagih Janji Operasionalkan Mess Maluku

KPU Maluku juga harus menjamin pemilu di Kabupaten Kepulauan Aru berjalan lancar sebab penahanan ini akan mengakibatkan sistim tahapan pemilu menjadi terganggu.

Bahkan harus mengantisipasi secepatnya karena sudah terseret kasus hukum, jadi harus dipercepat pergantian karena kalau sudah ditahan maka tidak bisa bertugas sebagai anggota KPU Aru.

Lima tersangka ini diduga melanggar pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana sebagai dakwaan primer atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagai dakwaan subsider.

Kelima komisioner KPU ini ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan korupsi penyalahgunaan dana hibah pilkada Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Aru 2020.

Dalam hasil penyelidikan diketahui dalam rangka penyeleng­garaan Pilkada Kabupaten Kepulauan Aru 2020, mendasari dokumen Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru menghibahkan dana sebesar Rp25.500.000.000 ke KPU Kepulauan Aru. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BPK RI Nomor: 08/LHP/XXI/02/2023 tanggal 20 Februari 2023, kerugian keuangan negara sejumlah Rp 2.894.277.825.

Kerawanan korupsi selalu ada pada setiap pemegang wewenang dan kekuasaan, tidak terkecuali oleh para oknum di badan penyelenggara pemilu. Padahal mereka mengemban amanah untuk menghasilkan pemimpin sesuai pilihan rakyat. Korupsi di badan penyelenggara pemilu tidak hanya mengkhianati rakyat, tapi juga nilai demokrasi yang dijunjung tinggi di negara ini.

Wuryono Prakoso, Kepala Satuan Tugas Direktorat Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, mengatakan para penyelenggara pemilu memiliki kuasa dan anggaran yang besar dalam menyelenggarakan pemilu di Indonesia. Kekuasaan itu akhirnya berpotensi memicu berbagai jenis korupsi.

Di antara jenis-jenis korupsi yang bisa dilakukan penyelenggara pemilu adalah konflik kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa, pemerasan, menerima suap, hingga perbuatan curang. Pemilu juga rentan politik uang atau money politic yang diberikan para kandidat kepada penyelenggara maupun pengawas pemilu.

Ditetapkannya lima komisiooner KPU Kepulauan Aru sebagai tersangka yang ditindaklanjuti dengan proses penahanan di Rutan Klas II A Ambon menunjukan buruknya kredibilitas KPU di mata publik.

KPU juga harus bekerja keras untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap KPU. KPU juga harus mampu meyakinkan publik bahwa kasus ini tak melibatkan KPU secara kolektif kolegial.(*)