AMBON, Siwalimanews – Komisi Pemilihan Umum kabupaten dan kota diingatkan agar bijak dan profesional dalam merespon rekomendasi PSU dari Bawaslu.

Akademisi Hukum Tata Ne­gara Unpatti, Sherlock Lekipiow menjelaskan, secara normatif pemungutan suara ulang dalam pemilu 2024 diatur dalam UU 7 tahun 2017 dan PKPU Nomor 25 Tahun 2023.

PSU merupakan proses me­ngulang kembali pemungutan suara atau penghitungan suara di tempat pemungutan suara yang bermasalah, berdasarkan hasil temuan Bawaslu atau putusan MahkamahKonstitusi.

Secara prinsip kata Sherlock, PSU dapat dilakukan sepan­jang memenuhi syarat sesuai Pasal 327 UU Pemilu dengan waktu pelaksanaan PSU diatur dalam Pasal 81 ayat (2) PKPU Nomor 25 Tahun 2023.

“Dalam kondisi eksisting yang terjadi di Maluku dimana terdapat lebih kurang 32 TPS yang direko­mendasikan oleh Bawaslu kepada KPU untuk ditindaklanjuti, namun belum juga diproses, maka secara hukum keadaan tersebut harus dilihat dalam konstruksi UU Pemilu dan PKPU artinya apakah reko­mendasi itu sudah memenuhi syarat untuk dilaksanakan sesuai prose­dur,” jelas Sherlock saat diwawan­carai Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (22/2).

Baca Juga: Gubernur Didesak Optimalkan Aset Daerah

Menurutnya, jika alasan tidak ditindaklanjutinya rekomendasi Bawaslu karena KPPS belum menyampaikan usulan PSU kepada KPU, maka seyogyanya KPU harus bisa lebih responsif terhadap pemenuhan asas justice election atau keadilan pemilu.

Dimana mekanisme teknis internal KPU terkait PSU juga diatur dalam Keputusan KPU Nomor 56 Tahun 2024, sehingga jika KPU mempertahankan bahwa tak ada usulan PSU dari KPPS, justru secara acontrario dipertanyakan, apakah KPPS dan KPU memahami secara baik tentang aturan terkait dengan PSU ataukah tidak.

“Justru jangan kemudian KPU dan KPPS juga tidak memahami secara baik terkait dengan PSU itu sendiri,” jelasnya.

Ditegaskan, KPU harus lebih bijak melihat persoalan yang ada agar tidak menimbulkan kerugian secara material dengan tidak dilakukan PSU pada sejumlah TPS yang direko­mendasi Bawaslu.

“KPU harus secara bijak dan profesional dalam hal penanganan permasalahan PSU yang menjadi rekomendasi Bawaslu, agar tidak menimbulkan spekulasi dan ragam intepretasi yang justru akan menim­bulkan ketidakpastian hukum dan keadilan,” tegasnya.

Sherlock menambah, jika reko­men­dasi yang dikeluarkan Bawaslu memenuhi syarat maka seyogyanya rekomendasi Bawaslu ditindak­lanjuti karena hal itu merupakan perintah UU.

Sesali Sikap KPU

Terpisah, akademisi Fisip Unidar Sulfikar Lestaluhu menyayangkan sikap KPU kabupaten dan kota yang mengesampingkan rekomendasi PSU dari Bawaslu.

Padahal, berdasarkan hasil penga­wasan pengawas TPS terdapat be­gitu banyak pelanggaran yang mes­tinya menjadi perhatian serius KPU untuk ditindaklanjuti.

Menurutnya, jika KPU tetap ber­pendirian untuk mengesampingkan rekomendasi PSU maka profe­sio­nalitas lembaga KPU patut diper­tanyakan.

“Kami mesti mempertanyakan profesionalisme lembaga penyele­nggara pemilu KPU dalam konteks permasalahan ini,” tegasnya saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (22/2).

Pasalnya, semua elemen masya­rakat secara tegas mendukung Ba­waslu untuk mengeluarkan rekomen­dasi PSU sebab dinilai terjadi begitu banyak persoalan yang sesung­guhnya menciderai proses pemilih.

“Semua elemen masyarakat tentu berharap jangan sampai KPU diin­tervensi pihak-pihak tertentu, sehingga tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai dengan baik,” pungkasnya.

Satu TPS di Aru PSU

Dari tujuh TPS di Kabupaten Kepulauan Aru yang direkomendasi Bawaslu agar dilakukan Pemungu­tan Suara Ulang, KPU hanya me­nyetujui satu TPS.

Satu TPS yang disetujui KPU Maluku untuk digelar PSU yakni TPS 1 Kelurahan Galay Dubu Kecamatan Pulau-Pulau Aru.

Anggota KPU Maluku Hanafi Renwarin kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (22/2) membenarkan perihal persetujuan terhadap satu TPS di Aru untuk digelar PSU.

Menurutnya, dari 7 TPS yang direkomendasi hanya TPS 1 yang memenuhi syarat formil untuk dilakukan PSU sebelum tanggal 24 Februari mendatang.

“Kita sudah mengkaji khusus untuk rekomendasi Bawaslu di Aru, karena kita yang ambil alih, yakni TPS 1 Kelurahan Galay Dubu,” ujar Hanafi.

Sedangkan untuk TPS 21 di Kelu­rahan Siwalima TPS 21 Kecamatan Pulau-Pulau Aru tidak memenuhi syarat untuk dilakukan PSU dan harus diabaikan.

Ditanya terkait dengan lima TPS lainnya, Hanafi menegaskan jika pihaknya belum mendapatkan usulan dari KPPS melalui PPK se­hingga tidak belum dapat ditin­daklanjuti sesuai aturan.

Bawaslu Aru: 10 Titik PSU

Hingga kini 10 rekomendasi PSU Bawaslu Aru belum satupun ditin­daklanjuti oleh KPU Aru.

Hal ini disampaikan Ketua Ba­waslu Aru, Alan R. Yacobus kepada Siwalima di ruang kerjanya, Kamis (21/2).

Dikatakan, sampai saat ini sudah 10 rekomendasi dari Bawaslu Aru ke KPU Aru sebagai pelaksana pemilu tahun 2024 untuk dilaksanakan PSU pada 10 TPS.

Kata dia, 10 TPS tersebut tersebar di empat kecamatan yakni, Keca­ma­tan PP Aru, Kelurahan Galau Dubu, TPS 01, Kelurahan Siwa Lima, TPS 21 dan Desa Samang TPS 01 dan 02.

Kecamatan Aru Tengah Desa Algadan TPS 01 dan 02, Kecamatan Aru Selatan Desa Feruni, TPS 01, 02 dan 03. Kecamatan Aru Selatan Timur Desa Gomar Meti, TPS 01.

Menurutnya, pada 10 TPS ini terjadi pelanggaran bervariasi yakni. Untuk di Kecamatan Pp Aru pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT, tetapi difasilitasi bisa mencoblos di TPS 21 Kelurahan Siwalima dan TPS 01 Kelurahan Galaidubu terdapat pemilih yang memberikan suaranya lebih dari 1 kali di 2 TPS.

“Untuk tiga TPS di Desa Feruni Kecamatan Aru Selatan, ditemukan KPPS membagikan sisa surat suara ke para saksi untuk mencoblos,” ujarnya.

Sementara untuk dua TPS di Desa Algadang Kecamatan Aru Tengah, KPPS tidak memberikan kesempatan untuk pemilih yang terdaftar dalam DPT untuk mencoblos dengan alasan pemilih tidak menunjukan KTP-el/Suket pada hari pemungutan suara.

“Dalam Pasal 80 ayat (2) huruf d, Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2023 tentang pe­mungutan dan penghitungan suara dalam pemilihan umum menye­butkan,  pemilih yang tidak memiliki KTP-el atau suket dan tidak terdaftar dalam DPT dan DPTb memberikan suara di TPS,” sebutnya.

Selanjutnya, Keputusan KPU Nomor 066 Tahun 2024 Tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemu­ngutan dan Perhitungan Suara dalam Pemilihan Umum poin 4 huruf (h)  menjelaskan, apabila pemilih tidak terdaftar dalam DPT dan DPTb, pemilih tersebut dapat dila­yani sepanjang berdasarkan penge­cekan dalam cekdptonline.kpu.go. id”, tegasnya

Laporan Masyarakat

Terkait dengan laporan masya­rakat, tambahnya, terkait tiga laporan dari masyarakat dan caleg dari partai Golkar dikembalikan karena tidak memenuhi syarat.

“Untuk laporan dari caleg Golkar atas nama Stanlisius Suaerlembit kita kembalikan karena tidak memenuhi unsur dimana tidak ada barang bukti,” tuturnya.

Sementara untuk laporan mas­yarakat terkait pelanggaran politik uang di Kecamatan Aru Tengah, sementara diregistrasi dan meminta keterangan dari beberapa saksi untuk selanjutkan dilakukan kajian terkait laporan tersebut.

PSU Terancam Gagal

Rekomendasi Bawaslu terkait pe­mungutan suara ulang di sejumlah TPS, terancam gagal digelar KPU.

Pasca rekomendasi dikeluarkan pada Sabtu (17/2) lalu, hingga saat ini rekomendasi belum juga ditin­daklanjuti oleh KPU masing-masing Kabupaten/Kota.

KPU Maluku juga tidak dapat memberikan jaminan terhadap pe­laksanaan PSU sesuai reko­mendasi Bawaslu.

Anggota KPU Maluku Hanafi Renwarin kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (21/2) mengaku, hingga saat ini reko­mendasi PSU masih belum dapat dijalankan karena berbagai alasan.

Dijelaskan, mekanisme PSU dila­kukan jika ada usulan dari KPPS kepada KPU melalui  PPK ,tetapi sampai saat ini KPPS belum juga menyampaikan usulan tersebut.

“Mekanismenya ketika pan­wascam mengeluarkan rekomendasi PSU ditujukan kepada KPPS yang di­tembuskan kepada PPK, KPU dan Bawaslu satu tingkat diatasnya, baru diusulkan ke KPU, tapi KPPS belum mengusulkan PSU ini yang repot,” jelas Hanafi.

Menurutnya, rekomendasi Pan­wascam mestinya dikeluarkan pada saat terjadi masalah di TPS agar permintaan PSU dilakukan satu hari pasca pemungutan suara bukan beberapa hari setelah pemungutan sebab akan berpengaruh dari aspek waktu yang disediakan yakni 10 hari kerja.

KPU kata Hanafi sejak awal telah memintai Panwascam untuk segera menetapkan rekomendasi, agar waktu yang ada dapat digunakan untuk penyiapan logistik pemilu, apalagi permintaan PSU harus disampaikan ke KPU.

“Waktu tersisa tiga hari ini mes­tinya sudah harus selesai distribusi logistik untuk dilakukan pencob­losan, tetapi sampai saat ini KPPS juga belum mengajukan usulan PSU, jadi bisa terancam tidak ada PSU. Ini juga kan yang menjadi pertimbangan KPU Kota Ambon menolak reko­mendasi PSU, sebab waktunya terlambat,” tuturnya.

Hanafi menekankan ketersediaan surat suara untuk PSU hanya ter­sedia sebanyak seribu surat suara, tetapi jika banyak TPS yang meng­ajukan PSU maka harus dilakukan koordinasi dengan KPU RI untuk permintaan surat suara sehingga menjadi kendala juga.

Kendati begitu, KPU Maluku terus berkoordinasi dengan KPU kabupaten/kota terkait dengan sisa waktu yang tersedia untuk PSU

Bawaslu Provinsi Maluku sebe­lumnya secara resmi telah menge­luarkan rekomendasi untuk dilaku­kan PSU pada 32 titik di wilayah Maluku, Minggu (18/2).

Rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu Maluku untuk dilakukan PSU tersebut akibat ditemukannya begitu banyak masalah yang terjadi saat proses pencoblosan pada Rabu, 14 Februari 2024 kemarin.

Setidaknya terdapat 32 reko­mendasi yang dikeluarkan Bawaslu terhadap 32 TPS yang wajib me­lakukan PSU di 9 Kabupaten/Kota di Maluku.

Kesembilan daerah tersebut masing-masing 3 TPS di Kota Ambon, 5 TPS di Kabupaten Seram Ba­gian Timur, 5 TPS di Kabupaten Kepulauan Aru, dan 6 TPS di Ka­bupaten Seram Bagian Barat.

Selanjutnya, untuk Kabupaten Kepulauan Tanimbar terdapat 4 TPS, Kabupaten Maluku Tenggara 1 TPS, Kabuaten Buru 5 TPS, Kabu­paten Maluku Tengah 1 TPS dan Ka­bupaten Maluku Barat Daya 2 TPS.

Tak Memenuhi Syarat

Terpisah Ketua KPU Kota Ambon, Muhammad Shaddek Fuad mengatakan, PSU di Kota Ambon tidak memenuhi syarat.

“Empat rekomendasi Bawaslu terkait PSU sudah kami telaah dan dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk dilakukannya PSU,”ujar Fuad saat dikonfirmasi Siwalima melalui pesan whatsapp, Rabu (21/2).

Sementara 3 TPS lainnya, sambung Fuad, KPU baru menerima rekomendasi tersebut, dan akan ditelaah sebelum nantinya diputus­kan apakah memenuhi syarat untuk dilakukan PSU atau tidak.

“Yang 3 rekomendasi Bawaslu baru masuk jadi akan bahas dulu,” katanya.

Ditanya dasar yang dipakai KPU sehingga menyatakan rekomendasi Bawaslu soal PSU tidak memenuhi syarat, Fuad menjelaskan, bahwa itu tidak memenuhi syarat-syarat PSU yang tertuang dalam pasal 372 ayat 2, 373 Undang-Undang 7 tahun 2017 dan pasal 80 ayat 2, 81 PKPU 25 tahun 2023.

Diketahui, berdasarkan ketentuan pasal 372 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, me­nyatakan pemungutan suara di TPS wajib diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan Peng­awas TPS terbukti terdapat keadaan sebagai berikut: a. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dila­kukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam ketentuan pera­turan perundang-undangan;

  1. petugas KPPS meminta Pemilih memberikan tanda khusus, menan­datangani, atau menuliskan nama atau alamat pada surat suara yang sudah digunakan; c. petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh Pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah; dan/atau Pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik dan tidak terdaftar di daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan.

Dan pasal 373: (1) Pemungutan suara ulang diusulkan oleh KPPS dengan, menyebutkan keadaan yang menyebabkan diadakannya pemungutan suara ulang. (2) Usul KPPS diteruskan kepada PPK dan selanjutnya diajukan, kepada KPU Kabupaten/Kota untuk Pengam­bilan keputusan diadakannya pemu­ngutan suara ulang. (3) Pemungutan suara ulang di TPS dilaksanakan paling lama 10 (sepuluh) hari setelah hari pemungutan suara berdasarkan keputusan KPU Kabupaten/Kota. (4) Pemungutan suara ulang se­bagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan untuk 1 (satu) kali pemungutan suara ulang.

Dan pasal 80 ayat (2) “Pemu­ngutan suara di TPS wajib diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan Pengawas TPS terbukti terdapat keadaan sebagai berikut: a. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitu­ngan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; b. petugas KPPS me­minta Pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani, atau menuliskan nama atau alamat pada surat suara yang sudah digunakan; c. petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh Pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah; dan/atau d. Pemilih yang tidak memiliki KTP-el atau Suket, dantidak terdaftar di DPT dan DPTb mem­berikan suara di TPS.

Dan pasal 81: (1) Pemungutan suara ulang diusulkan oleh KPPS dengan menyebutkan keadaan yang menyebabkan diadakannya pemu­ngutan suara ulang. (2) Usul KPPS diteruskan kepada PPK dan se­lanjutnya diajukan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk pengam­bilan keputusan diadakannya pemu­ngutan suara ulang. (3) Pemungutan suara ulang di TPS dilaksanakan paling lama 10 (sepuluh) Hari setelah hari pemungutan suara, berdasarkan Keputusan KPU Kabupaten/Kota. (4) Pemungutan suara ulang se­bagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan untuk 1 (satu) kali pe­mungutan suara ulang. (5) KPU Kabupaten/Kota menyampaikan sali­nan keputusan sebagaimana dimak­sud pada ayat (3) kepada KPPS melalui PPK dan PPS, serta wajib menyam­paikan ke KPU melalui KPU Provinsi. (6) KPU Kabupaten/Kota menyam­paikan permintaan saksi untuk hadir dan menyaksikan pemu­ngutan suara ulang di TPS. (S-20/S-11)