AMBON, Siwalimanews – Badan Pengawas Pe­milu Provinsi Maluku, di­ingatkan agar tidak hanya gertak sambal terkait ancaman mempidanakan KPU.

Akademisi Hukum Tata Ne­gara Unpatti, Muhamad Irham menyambut baik dan mendu­kung jika Bawaslu akan mempi­danakan KPU dan jajaran.

Ancaman tersebut kata Irma merupakan langkah baik yang patut didukung penuh sebagai akibat dari tidak dijalankan puluhan rekomendasi yang sebelumnya dikeluarkan Ba­waslu.

“Ini langkah yang tepat, Bawaslu kalau memang mau tunjukkan fungsi dan tugas yang dijalankan secara baik dan benar sesuai aturan hukum maka harus mengambil langkah itu,” ujar Ilham kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (3/3).

Mempidanakan KPU menu­rut Irham merupakan sarana untuk memberikan efek jerah kepada KPU dan jajaran agar tidak main-main dengan rekomendasi PSU yang dikeluarkan Bawaslu.

Baca Juga: Tamaela: Nasdem Raih Suara Terbanyak di Ambon

Apalagi, UU Pemilu memberikan ruang bagi Bawaslu untuk mempi­danakan KPU dan jajaran yang dianggap melindungi pelanggaran pemilu.

Kendati begitu, Irham meng­ingatkan Bawaslu Maluku untuk konsisten terhadap ancaman ter­sebut sebab ditakutkan Bawaslu hanya gertak sambal atau bagian dari gimik politik untuk menye­nangkan hati masyarakat.

“Kadang ancaman itu hanya gimik politik artinya sekedar menunjukkan kepada publik bahwa Bawaslu akan tegas tapi faktanya tidak demikian,” bebernya.

Ilham menegaskan jika Bawaslu serius maka persoalan ini harus dilaporkan ke Kepolisian atau kejak­saan agar segera ditindaklanjuti sesuai aturan.

Ditanya terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik, Irham men­jelaskan, jika Bawaslu merasa bah­wa ada perilaku KPU yang melang­gar kode etik penyelenggara maka sah-sah saja jika dilaporkan ke DKPP.

“Kalaupun persoalan etik di laporkan ke DKPP, bukan berarti laporan pidana disepelekan tapi keduanya harus berjalan secara bersamaan,” tegasnya.

Ditambahkannya, Bawaslu harus melakukan upaya agar untuk mengamankan suara rakyat sebab publik saat ini sedang menaruh perhatian serius terhadap persoalan demokrasi di Maluku saat ini.

Dukung Bawaslu

Terpisah, Akademisi Fisip Unidar Sulfikar Lestaluhu juga menyambut baik jika Bawaslu berencana untuk melaporkan persoalan ini ke ranah pidana maupun etik.

Dijelaskan, persoalan tidak dijalankanya rekomendasi PSU oleh KPU merupakan persoalan yang tidak dapat dibenarkan. Sebab UU memerintahkan agar rekomendasi Bawaslu wajib ditindaklanjuti KPU.

“UU secara tegas sudah mengatur bahwa KPU harus menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu tapi kalau tidak maka harus diproses sesuai aturan,” tegas Sulfikar.

 

Sulfikar menegaskan setiap lembaga penyelenggara harus mengedepankan profesionalitas dalam kerja sebab jika tidak maka akan menimbulkan ketidakpastian dalam hukum khususnya me­nyangkut pemilu.

Tak Komentar

Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum Provinsi Maluku, Syamsul Rifan Kubangun memilih untuk tidak memberikan keterangan terkait dengan ancaman Bawaslu Maluku yang akan mempidanakan KPU dan jajarannya.

“Kami masih menyelesaikan pleno rekapitulasi suara di Dobo,” ujar singkat Kubangun melalui telepon selulernya, Minggu (3/3).

Terancam Dipidana

Seperti diberitakan sebelumnya, Bawaslu Provinsi Maluku menyi­kapi serius terhadap 70 rekomendasi yang telah dikeluarkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang.

Dari puluhan rekomendasi terse­but, KPU hanya melaksanakan 4 PSU. Hal ini membuat Bawaslu me­ngecam dan bakal mengambil sikap tegas dengan mempidana KPU.

“Sikap Bawaslu atas tidak dilak­sanakannya PSU oleh KPU yakni, menjadikan KPU kabupaten/kota, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pe­mungutan Suara (KPPS) yang tidak melaksanakan rekomendasi PSU sebagai terlapor, dalam temuan dugaan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 549 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” jelas Ketua Ba­waslu Maluku, Subair kepada war­tawan di Kantor Bawaslu Maluku, Kamis (29/2) lalu.

Adapun bunyi Pasal 549 UU Nomor 7 Tahun 2017 yakni: Dalam hal KPU kabupaten/kota tidak menetapkan pemungutan suara ulang di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 373 ayat (3) sementara persyaratan dalam Undang-Undang ini telah terpenuhi, anggota KPU kabupaten/kota dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)’.

Selain KPU dengan jajarannya hingga KPPS, Bawaslu juga meng­ancam mempidanakan saksi-saksi partai politik dan dapat menjadikan mereka sebagai terlapor sesuai dengan temuan Bawaslu kabupaten/kota.

Bawaslu akan menjadikan KPU kabupaten/kota, PPK, PPS dan KPPS yang tidak melaksanakan reko­mendasi PSU sebagai teradu, dalam temuan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, yang oleh karena atas kelalaian sehingga menyebabkan proses pemungutan dan penghitungan suara tidak berjalan sesuai dengan asas dan prinsip penyelenggaraan pemilu sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 2 dan 3 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Dia menegaskan, pihaknya segera menyampaikan surat resmi kepada KPU kabupaten/kota dalam hal meminta penjelasan terkait alasan hukum tidak terpenuhinya syarat dilaksanakannya PSU, atas reko­mendasi yang telah disampaikan oleh Panwaslu kecamatan yang didasari atas laporan hasil peng­awasan Pengawas TPS.

“Tidak beralasan jika Bawaslu mengeluarkan rekomendasi bagi KPU kabupaten/kota untuk melaku­kan PSU, namun dari 70 rekomen­dasi itu hanya dilakukan PSU pada 4 TPS maka tentunya Bawaslu akan mengambil sikap tegas,” tandasnya.

70 Rekomendasi

Dari total 70 rekomendasi Pemu­ngu­tan Suara Ulang (PSU) yang dikeluar­kan Bawaslu hanya empat rekomen­dasi yang ditindaklanjuti KPU.

70 rekomendasi PSU Bawaslu itu tersebar pada 8 kabupaten/kota, masing-masing, Kota Ambon 7 TPS, Kabupaten Seram Bagian Timur 8 TPS, Kabupaten Kepulauan Aru 10 TPS, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) 19 TPS.

Selanjutnya, Kabupaten Kepu­lauan Tanimbar 12 TPS, Kabupaten Maluku Tenggara 3.

TPS, Kabupaten Buru 8 TPS dan Kabupaten Maluku Tengah 3 TPS.

Dari total 70 rekomendasi PSU yang dikeluarkan Bawaslu, hanya empat rekomendasi yang ditindak­lanjuti KPU.

70 rekomendasi PSU Bawaslu itu tersebar di delapan kabupaten/kota, masing-masing, Kota Ambon 7 TPS, Kabupaten Seram Bagian Timur 8 TPS, Kabupaten Kepulauan Aru 10 TPS, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) 19 TPS.

Selanjutnya, Kabupaten Kepu­lauan Tanimbar 12 TPS, Kabupaten Maluku Tenggara 3 TPS, Kabuaten Buru 8 TPS dan Kabupaten Maluku Tengah 3 TPS.

“Dari 70 rekomendasi PSU, hanya ada 4 yang diterima oleh KPU, 66 lainnya tidak. Empat TPS itu yakni 3 TPS di Malra dan 1 TPS di Kabu­paten SBT. Sebenarnya di SBT ada 2 TPS, tetapi karena keterlambatan logistik maka hanya satu yang bisa dilaksanakan PSU,” kata Subair kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (28/2).

Subair menegaskan, rekomendasi PSU dikeluarkan karena ada temuan dugaan kecurangan saat pemu­ngutan dan perhitungan suara Pemilu 14 Februari 2024.

Kecurangan yang ditemukan lanjut Suabir diantaranya pemilih yang melakukan pencoblosan lebih dari satu kali di TPS berbeda, termasuk ada pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), maupun Daftar Pemilih Khusus (DPK), namun tetap diberi ijin untuk mencoblos.

Subair menegaskan Bawaslu akan menentukan sikap perihal persoalan ini, sebab dari 70 rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu ternyata hanya ada empat yang bisa dilaksanakan oleh KPU.

Ini Kata KPU

KPU Provinsi Maluku mengklim tidak melanggar aturan terkait dengan tidak ditindaklanjutinya sejumlah rekomendasi PSU.

Penegasan ini diungkapkan ang­gota KPU Maluku, Hanafi Renwarin kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (29/2) merespon sikap Bawaslu Maluku yang me­minta rekomendasi ditindaklanjuti.

Hanafi menjelaskan, berdasarkan aturan maka proses pengusulan untuk dilakukan PSU wajib dilakukan Panwascam satu hari setelah pemungutan suara pemilu.

Namun faktanya, panwascam justru mengeluarkan rekomendasi kepada KPPS beberapa hari setelah hari pencoblosan.

“Rekomendasi Panwascam itu sudah melampaui waktu yang disediakan untuk PSU, artinya kalau diterbitkan tanggal 15 dan 16, maka dapat dilakukan tapi ini diatas tanggal itu bagaimana mungkin ditindaklanjuti,” ujar Hanafi.

Menurutnya, untuk waktu normal saja proses distribusi logistik surat suara mengalami keterlambatan, apalagi dalam waktu PSU yang berdasarkan ketentuan pasal 373 UU Pemilu hanya diberikan 10 hari maka tidak akan tercukupi waktu tersebut.

“Contoh di Malteng Kita sudah dikeluarkan SK untuk dua TPS gelar PSU tapi gagal dilakukan karena faktor keterlambatan logistik,” jelasnya.

Lagipula setiap usulan PSU wajib disampaikan KPU Provinsi ke KPU RI untuk pencetakan surat suara, sehingga dengan waktu yang singkat tidak mungkin proses dilakukan segera.

Hanafi menegaskan rekomendasi PSU dari Bawaslu tidak serta merta ditindaklanjuti sesuai keinginan Bawaslu, tetapi harus dilakukan kajian dan analisa terkait syarat yang harus dipenuhi.

“Dalam UU diamanatkan bahwa rekomendasi PSU tidak serta merta dilakukan artinya tidak wajib kita jalankan karena perlu kajian dan analisis, berbeda kalau putusan Bawaslu kepada KPU maka wajib hukumnya. Rekomendasi bukan satu hal yang mutlak perlu kajian dari KPU faktor teknis,” pungkasnya.

Hanafi pun memastikan semua proses telah dilakukan sesuai aturan baik UU Pemilu maupun PKPU terkait. (S-20)