Akademisi: Gubernur Harus Kerja Keras Yakinkan MK
AMBON, Siwalimanews – Akademisi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unpatti, Muhammad Irham mengungkapkan, Gubernur Maluku, Murad Ismail harus bekerja keras meyakinkan hakim Mahkamah Konstitusi.
Gugatan yang diajukan Gubernur Maluku Murad Ismail terkait pemotongan masa jabatan dinilai merupakan pekerjaan berat untuk meyakinkan hakim MK.
Pasalnya, norma UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada, kata dia, sebelumnya telah diajukan Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara dimana Mahkamah Konstitusi secara tegas menolak gugatan.
Penolakan MK terhadap Gugatan Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara tersebut disinyalir dapat menjadi dasar bagi hakim Mahkamah Konstitusi untuk menolak gugatan jika pemohon tidak memiliki argumen hukum yang berbeda.
Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Irham menjelaskan, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas hanya mengatur pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden selama lima tahun, dan dapat dipilih kembali untuk lima tahun berikutnya.
Baca Juga: Aniaya Warga, 4 Anggota Polisi DitangkapSementara terkait dengan masa jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tidak diatur secara tegas dalam konstitusi artinya, dikembalikan kepada hak prerogatif pembentuk UU yaitu Presiden dan DPR RI.
Menurutnya, tata cara pemilihan umum diatribusikan melalui UU artinya, itu hak prerogatif Presiden dan legislatif untuk menentukan batasan itu.
“Itu hak konstitusional gubernur untuk menguji tinggal nanti hakim MK mencari cantolan rumusan di UUD, artinya keberhasilan dari gugatan itu tergantung pemohon dan kuasa hukum mencari landasan konstitusional untuk membenarkan argumentasinya,” ujar Irham.
Menurutnya, pemohon dan kuasa hukum harus mampu untuk meyakinkan hakim terkait dengan dalil adanya pelanggaran terhadap hak konstitusionalnya, sebab sangat berat untuk meyakinkan hakim apalagi setelah ada putusan MK sebelumnya.
Irham menegaskan sepanjang argumentasi pemohon dan kuasa hukum sama dengan gugatan Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara maka bisa jadi Mahkamah Konstitusi akan menolak gugatan itu.
“Kuasa hukum harus yakinkan betul ada hak konstitusional gubernur yang terlanggar akibat dari penerapan pasal 201 ayat (5) itu, tapi kalau dia hanya sebatas menguji norma hukum tanpa ada argumentasi kuat maka hakim akan melihat pada putusan yang lama atau lebih mirip putusan Bupati Halmahera Utara,” tegasnya.
Irham menegaskan gugatan tersebut merupakan pekerjaan berat sekali untuk meyakinkan hakim, sehingga pemohon dan kuasa hukum harus berhati-hati dalam mencari argumen hukum.
Harus Taat
Pakar Hukum Tata Negara Unpatti, Revency Vania Rugebregt menegaskan, Murad Ismail mestinya taat terhadap ketentuan UU No 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada yang mengatur terkait masa jabatan kepala daerah hasil pemilihan tahun 2018 berakhir menjabat pada 31 Desember 2023.
Dijelaskan, UU tersebut telah ada sebelumnya Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku dilantik artinya secara sadar Gubernur Maluku mengetahui adanya pemotongan masa jabatan tersebut.
“Kalau memang mau gugat itu hak beliau dan sah-sah saja, tetapi UU ini ada sebelum dilantik. Artinya sudah mengetahui adanya ketentuan tersebut,” jelas Rugebregt saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (22/11).
Gubernur kata Rugebregt, mestinya menaati ketentuan tersebut sebab tidak ada pelanggaran terhadap hak konstitusionalnya.
Apalagi, pemotongan masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku diikuti dengan pembayaran kompensasi.
“Gubernur harus mengikuti dan menaati itu, karena UU itu tidak merugikan beliau karena semua hak-hak tetap dibayarkan sesuai dengan masa jabatannya dan gubernur sudah tahu konsekuensi itu,” tegasnya.
Menurutnya, berbeda jika pemotongan masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur tidak diikuti dengan pembayaran kompensasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rugebregt menegaskan, pemotongan masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur dalam rangka pelaksanaan pilkada serentak, artinya kebijakan negara tersebut harus didukung penuh.
Argumentasi Harus Kuat
Sebelumnya, pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, kepada Siwalima, Minggu (19/11) mengatakan, argumentasi yang disiapkan MI, harus kuat dan dapat meyakinkan hakim MK.
Menurut Margarito, MI memiliki hak untuk mengajukan gugatan ke MK terkait dengan akhir masa jabatannya, namun agar gugatannya diterima, maka itu sangat tergantung ahli-ahli yang diajukan dalam persidangan.
Staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Khairun ini menilai, gugatan yang diajukan MI ke MK sudah agak terlambat, dan apakah MK akan menolak atau menerima itu juga tergantung.
Kata dia, sekarang masalahnya adalah bagaimana konstruksi hukum dari gubernur sebagai pemohon agar alasan itu layak dan diterima oleh MK. Jadi sangat tergantung dari bagaimana merumuskan kerugian konstitusional akibat dari pembatasan masa jabatan itu. Dia menilai, kebijakan pembatasan masa jabatan gubernur itu kebijakan itu bertentangan dengan UUD. (S-26)
Tinggalkan Balasan