AMBON, Siwalimanews – Data Sementara yang di­himpun Badan Pena­nggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabu­paten Maluku  Tengah, tercatat 7.227 orang me­ngungsi dan sebanyak 103 rumah warga rusak akibat gempa tektonik dengan kekuatan 6,1 SR menimpa wilayah terse­but Rabu (16/6).

Rumah warga yang rusak tersebar di Negeri Yaputih 15 unit, Saunolu 70 unit, Tehoru 40 unit dan Haya 18 unit. “Jadi itu baru data sementara ya. Untuk jumlah yang me­ngungsi di empat ne­geri tersebar di beberapa lokasi sebanyak 7.227 jiwa,” ungkap Kepala BP­BD Malteng, Abdul Latif Key di Masohi Ka­mis (17/6).

Latief menjelaskan, data yang dihimpun BPBD belum rampung seluruhnya. Olehnya data tersebut masih bersifat sementara dan akan segerah dirampungkan.

“Data ini masih sementara. Kita akan bekerja cepat untuk dapat merampungkan seluruh data yang diperlukan,” katanya.

Pasca gempa kata Latief, BPBD langsung melakukan tanggap darurat berupa menyalurkan sejumlah bantuan tenda dan selimut yang diperuntukan bagi warga yang sedang mengungsi.

Baca Juga: Tim SAR Cari Nelayan Hilang

“BPBD Malteng telah menyalurkan bantuan berupa tenda, selimut dan tikar. Bantuan dimaksud tiba di Tehoru Selasa malam. Untuk bantuan lain seperti obat obatan dan makanan sedang diproses dan akan segera disiapkan untuk disalurkan kepada warga,” ungkapnya.

Latief menyebutkan BPBD dan pemerintah kabupaten akan berupaya semaksimal mungkin untuk memenuhi semua kebutuhan masyarakat. “Kita berupaya terus memenuhi kebutuhan masyarakat. Kami berdoa semua musibah ini dijauhkan dari kita semua, sehingga situasi di Tehoru dan seluruh pesisir Telutih dapat segera berakhir.

Bupati Tinjau Lokasi

Bupati Maluku Tengah (Malteng) Tuasikal Abua, Kamis (17/6) meninjau lokasi gempa di Tehoru. Kunjungan Bupati didampingi Kepala BPBD Malteng Latief Key serta sejumlah Kepala SKPD Malteng itu guna melihat langsung situasi di wilayah pusat gempa, terutama patahan sesar lokal Pulau Seram yang berada di Dusun Mahu dan Negeri Saunulu Kecamatan Tehoru.

Tak hanya itu, bupati dan rombongan pun menyempatkan waktu untuk meninjau warga yang sedang mengungsi di sejumlah titik pengungsian. Usai kunjungan Bupati Tuasikal Abua langsung menginstruksikan seluruh SKPD terkait di kabupaten yang dipim­pinnya segera menyikapi situasi dampak bencana sesuai tugas dan perannya masing masing.

Masyarakat yang merasakan dampak gempa saat ini membutuhkan uluran tangan pemerintah. Olehnya bupati mendesak SKPD segera mengatasi dengan berupaya  memenuhi kebutuhan warga, terutama makanan dan obat-obatan termasuk kerusakan yang diakibatkan gempa bumi tersebut.

“Yang sangat dibutuhkan saat ini adalah makanan,obat obatan serta langkah jangka panjang yakni upaya penanganan kerusakan rumah warga,” kata bupati.

Untuk diketahui, kunjungan bupati langsung di pusat gempa bumi  yakni di lokasi tanah patahan atau tanah amblas Dusun Mahu. Patahan Dusun Mahu yang kini telah berubah menjadi lautan itu bukan baru pertama kali. Patahan atau tanah amblas Dusun Mahu itu pernah terjadi 2006 silam, dimana wilayah itu mengalami tanah amblas yang mengakibatkan sekitar 15 rumah warga hilang dan masuk kedalam laut.

Patahan akibat gempa bumi 6,1 SR diperkirakan panjang sekitar 30 meter dengan lebar  5 meter.

Warga Mahu Minta Relokasi

Warga Dusun Mahu Negeri Tehoru meminta pemerintah merelokasi pemukiman mereka ke lokasi yang aman. Pasalnya tanah ablas atau patahan akibat gempa bumi mengancam kehidupan masyarakat dusun itu.

Pasca gempa bumi, patahan kembali terjadi di sepanjang pesisir pantai Dusun Mahu, dengan panjang sekitar 200 meter, kedalaman sekitar 15 sampai 20 meter di dasar laut.

Patahan tahun 2006 silam menjadi yang terparah, dimana kurang lebih 15 rumah warga ikut masuk ke dalam laut. Alhasil warga meminta pemerintah merelokasi pemukiman mereka.

Informasi yang dihimpun Siwalima menyebutkan warga dusun Mahu hingga kini masih berada di lokasi pengungsian dan berharap pemerintah saat melakukan relokasi. Alimudin salah satu warga Mahu mengaku masyarakat bersedia menyiapkan lahan untuk direlokasi jika pemerintah bersedia membangun pemukiman mereka.

“Semua warga masih di lokasi pengungsian di tempat tinggi. Kami pastikan semua warga siap direlokasi. Ancaman patahan yang kembali terjadi sangat mengerikan dan mengancam kehidupan masyarakat dusun ini. Kami berharap pemerintah bersedia membangun pemukiman baru bagi kami,” ujarnya.

Dusun Mahu berada tepat diatas sesar aktif Pulau Seram yang tidak layak dibangun pemukiman warga. Dimana jika terjadi gempa bumi, wilayah itu rawan patahan dan amblas.

Bob Rahmat, mantan Kepala BPBD Malteng yang juga  sarjana geologi itu menjelaskan, Dusun Mahu memang tidak layak dibangun pemukiman. Sebab wilayah itu berada di garis patahan aktif yang berpotensi terjadi patahan atau amblas ke dasar laut, akibat longsor bawah laut dan daerah itu menjadi pusat gempa yang akan terus berulang.

“Rekomendasi wilayah dusun Mahu itu untuk direlokasi sebenarnya sudah terbit sejak tahun 2005 jadi memang lokasi itu tidak layak ada pemukiman,” kata Rahmat.

Kali Jodoh Berubah Warna,

Pasca Gempa, destinasi wisata kali jodoh airnya berubah warna dari yang sebelumnya jernih menjadi cokelat. “Iya benar, air Ninifala atau kali jodoh yang ada di Negeri Piliana di Pegunungan Kecamatan Tehoru berubah warna menjadi Cokelat. Warna air berubah setelah gempa,” tandas Rifai Hatapayo warga Tehoru kepada Siwalima Rabu (16/6).

Kali Jodoh atau air Ninifala dalam bahasa adat negeri Piliana itu selama ini menjadi salah satu destinasi andalan Kecamatan Tehoru. Pasalnya kunjungan wisatawan baik lokal maupun internasional ke lokasi wisata yang berada di puncak gunung Negeri Piliana itu memiliki daya tarik yang cukup menggiurkan.

Selain warna air yang biru awan, air Ninifala pun terkenal super dingin. Menurut Rifai, dirinya kaget kali jodoh berubah warna, padahal  gempa tahun sebelumnya warna airnya tidak pernah berubah seperti sekarang.

“Dua tahun lalu ada gempa besar juga, namun air Kali Jodoh tidak pernah berubah warna. Kondisi ini tentu membuat warga panik dan belum berani pulang ke perkampungan,” ungkap Rivai.

Dia berharap warna air Ninifala dapat kembali berubah seperti sebe­-lumnya agar dapat terus menjadi salah satu data tarik kunjungan wisata ke kecamatan Tehoru.

Untuk diketahui gempa dengan kekuatan Magnitudo 6,1 dengan durasi cukup lama itu mengaki­batkan kepanikan warga. Seperti di Kota Masohi, pantauan Siwalima, warga yang berada di rumah maupun di gedung perkantoran berhamburan keluar dan berlari menjauhi gedung kantor.

Sontak situasi Kota Masohi yang cenderung lengang, terlihat ramai. Warga berharap dan berdoa gempa dengan kekuatan kuat itu tidak lagi berulang. Hasil analisis BMKG menunjukkan awal gempa bumi ini berkekuatan M=6,1 yang selanjutnya dilakukan pemutakhiran menjadi Mw=6,0.

Episenter gempa bumi terletak pada koordinat 3,42 LS ; 129,57 BT atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 69 Km arah Tenggara Kota Masohi, Kabupaten Maluku Tengah, dengan kedalaman 19 Km.

Dalam rilisnya, awalnya BMKG mengatakan kekuatan gempa tersebut tidak berpotensi tsunami. Tapi, setelah melihat fenomena dan kondisi pasca gempa, berdasarkan hasil observasi tinggi muka air laut di stasiun Tide Gauge Tehoru, gempa tersebut nyaris memicu tsunami.

Hasil observasi menunjukkan adanya kenaikan muka air laut setinggi 0,5 M.m. Hal ini diperkirakan akibat longsoran bawah laut. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Bambang Setiyo Prayinto menjelaskan, memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktifitas sesar lokal yang juga menunjukan pergerakan sesar turun (normal fault).

13 Kali Gempa Susulan

Hasil monitoring BMKG pasca gempa, terjadi gempa susulan  (aftershock) sebanyak 13 kali dengan magnitudo terbesar M=3,5. BMKG menghimbau kepada masyarakat Maluku Tengah terutama di wilayah sepanjang Pantai Japutih sampai Pantai Atiahu, waspada gempa bumi susulan dan potensi tsunami akibat longsor di bawa laut untuk segera menjauhi pantai menuju tempat tinggi apabila merasakan guncangan gempa cukup kuat.

BMKG juga terus memonitor gempa susulan yang terjadi dan dampaknya terhadap kenaikan muka air laut. Kepada masyarakat, BMKG menghimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu-isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. (S-32/S-36)