AMBON, Siwalimanews – Jaksa penuntut umum (JPU) kasus tindak pidana korupsi dan pembobolan rekening nasabah Bank BNI Ambon dengan terpidana Tata Ibrahim sudah menyerahkan memori banding ke Pengadilan Negeri Ambon.

“Hari ini (kemarin), kami serahkan memori banding,” ujar JPU Ahmad Attamimi, Rabu (27/1). Sayangnya, Attamimi tak menjelaskan lebih lanjut isi memori banding yang diserahkan ke pengadilan negeri itu. Yang jelas, kata dia, “Satu alasan jaksa mengajukan banding adalah karena penasehat hukum terpidana juga mengajukan banding,” katanya.

Juru bicara Pengadilan Negeri Ambon, Lucky Rombot Kalalo membenarkan adanya memori banding tersebut. Memori banding, kata dia, sudah diterima panitera Pengadilan Negeri Ambon. “Saya diberi tahu kepaniteraan,” ujar Kalalo.

Sama seperti jaksa, kuasa hukum Tata sudah mengajukan banding begitu majelis hakim menghukum kliennya 13,6 tahun penjara dalam sidang dua pekan lalu.

Seperti diberitakan, Tata Ibrahim menyatakan banding atas putusan hakim yang memvonis dirinya 13,6 tahun penjara, dalam kasus korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di BNI Ambon.

Baca Juga: Bos PT Pemalut Tolak Kembalikan Uang

Tata menolak putusan hakim, dan menganggap dirinya tidak bersalah sehingga harus dibebaskan dari putusan itu.

“Dalam fakta persidangan, perbuatan Tata adalah murni bisnis,” jelas Pengacara Tata, Adam Hadiba kepada Siwalima, Sabtu (16/1).

Bukti Tata tidak bersalah, kata Hadiba, dari fakta persidangan saksi Faradiba Yusuf yang mengatakan, bahwa Tata murni bisnis dan tidak tahu menahu soal pembobolan dana nasabah di BNI Ambon.

“Sesuai fakta hukum, tidak ada hubungan Tata Ibrahim dengan pihak-pihak yang disampaikan dalam putusan hukum. Dalam fakta persidangan pun, saksi Faradiba menjelaskan Tata Ibrahim tidak tahu apa-apa soal itu,” tegas Hadiba.

Hadiba menyebut, dalam putusan hakim ada terjadi perbedaan pendapat. Hakim Jefry S Sinaga mengatakan, Tata tidak bersalah. Tata harusnya divonis bebas, lantaran tidak memiliki hubungan dengan pihak-pihak yang disebutkan dalam persidangan.

Seperti diberitakan, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Tata Ibrahim dengan pidana 13,6 tahun penjara dalam kasus korupsi dan TPPU di BNI Ambon.

Mantan staf Divisi Humas BNI Wilayah Makassar ini juga dihukum membayar denda Rp. 500 juta subsider 6 bulan penjara, membayar uang pengganti Rp 11,6 miliar subsider 5,6 tahun penjara.

Tata dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

“Terdakwa Tata Ibrahim telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama- sama,” kata Ketua Majelis hakim Pasti Tarigan, saat membacakan putusan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dan TPPU di BNI Ambon, Selasa (5/1) di Pengadilan Tipikor Ambon.

Putusan hakim terhadap Tata Ibrahim itu lebih berat 6 bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya, terdakwa dituntut JPU 13 tahun penjara. Terdakwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di BNI 46 Ambon ini juga dituntut membayar denda Rp 500 juta, subsider 6 bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 11,6 miliar, apabila tidak membayar maka ia akan dipidana penjara selama 5,6 tahun JPU menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama

Tuntutan tersebut dibacakan JPU Ahmad Attamimi dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Ambon, Selasa (1/12) lalu.

Sidang itu dilakukan secara online melalui sarana video conference. Majelis hakim, jaksa dan penasehat hukum terdakwa bersidang di ruang sidang Pengadilan Tipikor. Sedangkan terdakwa berada di Rutan Klas II A Ambon

Sidang tersebut dipimpin majelis hakim yang diketuai Pasti Tarigan, didampingi Berhard Panjaitan dan Jefry S Sinaga selaku hakim anggota. Jaksa menilai, perbuatan Tata adalah perbuatan yang telah mencederai nama bank dan menghilangkan kepercayaan nasabah, serta telah merugikan negara. Hal itu menjadi alasan jaksa memberatkan tuntutan.

Sebelumnya, JPU membeberkan sejumlah transaksi yang ada kaitannya dengan Tata. Pada Oktober 2018, Tata Ibrahim mentransfer uang sejumlah Rp. 98,8 miliar ke Faradiba. Faradiba lalu kembali mentransfer uang kepada

Tata sebesar Rp. 80 miliar. Jaksa mengungkapkan, ada transaksi mencurigakan sejumlah ratusan hingga milyaran rupiah ke rekening adik, ponakan hingga perusahaan keluarga Tata Ibrahim.

Transaksi itu terjadi di BNI KCP Aru sebesar Rp. 29,65 milyar pada 23 September 2019 hingga 4 Oktober 2019. Dalam transaksi itu tercatat pengiriman uang ke rekening atas nama M. Alief Fiqry dan Abdul Karim Ghazali, sebanyak lima kali. Alief Fiqry adalah ponakan Tata Ibrahim. Pada rekening miliknya, uang sejumlah Rp. 5 miliar ditransfer pada 23 September hingga 2 Oktober 2019. Uang itu ditransfer lima kali, berturut-turut sebesar Rp. 1 miliar.

Sedangkan, Abdul Karim Ghazali adalah adik kandung Tata Ibrahim. Dia menerima transferan uang sebesar Rp. 4,6 miliar ke rekeningnya. Uang itu juga dikirim lima kali berturut-

turut.

Selain itu, pada rekening perusahaan Tata Ibrahim bernama CV. Reihan, terdapat transaksi hingga Rp. 72,9 miliar. Perusahaan itu bergerak dalam bidang catering. (S-49)