Wartawan dan Kebebasan Pers
JAMINAN terhadap kebebasan pers memiliki kausalitas dengan perlindungan wartawan. Tak ada gunanya ada kemerdekaan pers, tapi wartawan tidak merdeka dalam melakukan pekerjaan dan kegiatan jurnalistik sesuai tuntutan profesinya.
Jadi kemerdekaan pers ada dalam rangka agar wartawan dalam menjalankan pekerjaannya untuk memenuhi hak atas informasi (right to information) dan hak untuk tahu (right to know) dari masyarakat yang notabene adalah menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya (obligation to fulfil).
Karena itulah, sebagaimana tercantum dalam Pasal UU 40 Tahun 1999, dinyatakan bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. Ada yang mengritik bahwa pasal ini tak jelas karena dalam penjelasannya hanya dikatakan bahwa “perlindungan hukum” yang dimaksud adalah jaminan perlindungan pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain mendapat perlindungan hukum, wartawan juga memiliki hak tolak dalam rangka untuk melindungi narasumber. Tidak semua profesi memiliki hak semacam ini.
Menilik Pasal 50 KUHP, maka wartawan dan media sebagai pelaksana UU 40 Tahun 1999 tak boleh dipidana. Pasal 50 KUHP secara jelas menyatakan bahwa “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undangundang, tidak dipidana”. Karena itulah wartawan terkait tugas dan profesinya tak bisa disasar UU ITE.
Baca Juga: Kredibitas Jaksa di Kasus MTQ MalukuDengan demikian konsep tentang perlindungan wartawan diberikan kepada wartawan yang bekerja secara profesional. Bukan orang yang kerap mengaku-aku sebagai wartawan tetapi sering menyalahgunakan profesinya untuk melakukan pemerasan, untuk menyudutkan orang yang ujung-ujungnya untuk mendapatkan iklan atau pembuatan berita berdasar kerja sama. Juga bukan orang yang mengaku sebagai wartawan tapi sebetulnya pekerjaannya adalah LSM plat kuning, atau wartawan yang merangkap jadi pengacara dan menggunakan statusnya sebagai wartawan untuk menekan lawan klien atau mendapatkan akses dari panitera.
Mandat Dewan Pers jelas, yaitu melindungi kemerdekaan pers. Untuk itulah Dewan Pers membuat MOU dengan kepolisian, kejaksaan, dan mendorong Mahkamah Agung untuk melahirkan Surat Edaran Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008. Dalam rangka memberikan perlindungan kepada wartawan.
Dewan Pers juga membuat MOU dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Selain itu Dewan Pers juga melatih dan menerbitkan sertifikat kepada 105 ahli pers yang terdiri dari wartawan senior dan akademisi di seluruh Indonesia. Para ahli pers ini bertugas memberikan keterangan ahli dalam penyidikan yang dilakukan aparat kepolisian dan kejaksaan atau tampil dalam sidang di pengadilan..
Tujuan dari semua itu jelas, yaitu melindungi kemerdekaan pers dan wartawan profesional. Termasuk dari rongrongan praktek abal-abalisme yang tengah marak saat ini.
Kasus pengancaman terhadap wartawan yang dilakukan oleh Kepala UUP Klas lll Dobo, Muhamad Amali Katjo mestinya disikapi serius oleh pihak Polres Kepulauan Aru.
Wartawan dalam menjalankan tugasnya dilindungi UU Nomor 40/1999 tentang Pers dan setiap ancaman dan penghalangan terhadap wartawan bisa dikenakan hukuman penjara selama dua tahun dan denda Rp500 juta.
Eksistensi pers harus dijunjung tinggi sebab pers merupakan pengawas Pengadilan yang sangat memberikan kontribusi penting kepada masyarakat luas. Kebebasan pers tidak terelakkan lagi merupakan suatu unsur penting dalam pembentukkan suatu sistem bernegara yang demokratis, terbuka dan transparan. Pers sebagai media informasi merupakan pilar keempat demokrasi yang berjalan seiring dengan penegakan hukum untuk terciptanya keseimbangan dalam suatu negara. (*)
Tinggalkan Balasan