Ambon, Siwalimanews – Pleno rekapitulasi penghitungan surat suara tingkat PPK di Kabupaten Seram Bagian Barat diwarnai aksi protes.

Saksi pasangan calon nomor 1 Hatta Hehanussa-Stenly Salenussa dan saksi nomor nomor 3 Timotius Akerina-Yudin Hitimala menolak menandatangani berita acara reka­pitulasi surat suara.

Hal ini karena diduga ada permai­nan money politik yang akhirnya memenangkan paslon tertentu.

Pantauan Siwalima, Senin (2/12) aksi penolakan oleh sejumlah saksi Paslon Bupati dan Wakil Bupati hampir terjadi disemua kecamatan, salah satunya di Kecamatan Seram Barat.

Penolakan tanda tangan saksi ini ditulis dalam catatan khusus dan disampaikan ke PPK atas dugaan money poltik uang oleh salah satu kandidat ini yang terjadi hampir di setiap kecamatan yang tersebar di 11 kecamatan di Kabupaten SBB.

Baca Juga: Nyaris Ricuh, Warga Buru Desak Buka Kotak Suara

Keberatan para saksi dengan tidak menandatangani berita acara hasil pleno di tingkat PPK sesuai dengan catatan khusus yang mereka tuangkan dan diberikan kepada PPK. Penolakan bukan saja terkait dugaan money poltik, tetapi pemilih tidak saat mendatangi TPS tidak membawa KTP atau biodata dalam lain-lain yang namanya tidak terdaftar dalam DPT.

Ketua PPK Kecamatan Seram Barat, Arki Lumaderine kepada Siwalima disela-sela Pleno KPU, Senin (02/12) menjelaskan, tekait dengan penolakan atau keberatan para saksi atas hasil Pleno di PPK Seram Barat karena para saksi merasa Pilkda ada dugaan money politik, dan pemilih tidak tidak terdaftar dalam DPT. Saat menya­lurkan hak suaranya tidak membawa KTP atau biodata lainnya.

Dikatan, catatan-catatan khusus yang disampaikan para saksi pada saat pleno tingkat kecamatan dengan jumlah suara yang diterima termasuk cadangan 2,5 persen yang terjadi di beberapa TPS, ada diterima lebih ada yang kurang.

“Tetapi pesolan surat suara kurang sudah diselesaikan dalam rapat pleno, dengan melalukan penyusuaian. keberatan para saksi ini kami tuangkan dalam catatan kejadian khusus, dan sudah kami sampaikan kepada KPU dan Bawaslu SBB saat pleno KPU berlangsung,” terangnya.

Sementara itu, Ketua Komisoner KPU SBB Abuani Kasilaya menga­takan, terkait dengan penolakan beberapa saksi atas hasil pleno di beberapa tingkat Kecamatan atau PPK itu adalah merupakan kewa­jiban meraka sebagai saksi.

“Kami tidak bisa memaksakan atas pendatangan penolakan oleh para saksi ini. Penolakan tanda tangan berita acara terkait dengan D hasil di tingkat PPK,” ucapnya.

Prinsipnya, lanjut dia, KPU tetap menjalankan sesuai dengan mekanisme dan aturan dalam proses pleno di tingkat kecamatan maupun kabupaten.

Terkait dengan kejadian sesuai dengan para saksi sampaikan melalui PPK menyakut money politik bukan rananya KPU.

“Persoalan menyakut money poltik disampaikan para saksi adalah rananya Bawaslu, bukan KPU, KPU hanya bagaimana bekerja sesuai dengan mekanisme dan tahapan dalam pelaksanaan proses hingga selesai,” ujarnya.

Hal yang sama juga disampaikan Kordiv HP2H Bawaslu SBB, Muslan Kaledupa bahwa penolakan me­nandatangani berita acara reka­pitulasi suara merupakan hak dan kewenangan saksi.

“Sebab penolakan para saksi ini paling tidak harus mengisi keberatan saksi, karena ada beberapa yang diisi ada juga tidak. Sehingga alasan para saksi tidak mau tanda tangan D hasil pleno,” tuturnya.

Sedangkan terkait dugaan money politik dan penolakan saksi, tambah dia, merupakan dua hal yang berbeda.

“Ini dua hal yang berbeda, kalau misalkan pergeseran suara di TPS sampai ke pleno PPK ada per­geseran itu menjadi konsen kita sebagai Bawaslu, untuk menjaga hak pilih, karena Bawaslu punya komitmen menjaga hak pilih tetapi sejauh ini tidak ada suara yang terjadi pergeseran,” ucapnya.

Dia menambahkan, sejauh ini Bawaslu lebih konsen terhadap informasi dugaan kecurangan. Bawaslu langsung turun melakukan penulusuran baik perintah langsung ke kecamatan maupun dari kabupaten yang turun langsung.

Dia berharap, masyarakat koopera­tif terkait adanya dugaan money politik ketika Bawaslu melakukan penelusuran, sehingga pihaknya tidak mengalami kesulitan. (S-18)