AMBON, Siwalimanews – Sistem ganjil genap yang diberlakukan bagi mobil pribadi pelat hitam dalam pelaksanaan PSBB II dikeluhkan oleh masyarakat.

Tujuan Pemkot Ambon menerapkan sistem itu untuk mengurangi pergerakan orang tidak efektif, karena berpotensi warga menumpuk di angkot. Selain itu, sistem  ganjil genap juga mematikan para sopir mobil rental. Pendapatan mereka akan menurun drastis.

Sejumlah sopir mobil rental mengaku, akan kesulitan untuk membayar uang setoran kepada majikan.

“Kita itu diberikan target oleh majikan dalam sebulan harus setor 3 juta, tapi karena kondisi covid kita diberikan target 2 juta, dan kalau harus diterapkan sistem ganjil genap maka pasti kita tidak akan mencapai target tersebut, bulan kemarin saja beta hanya mendapat 1 juta,” ungkap Rony kepada Siwalima, Senin (6/7).

Dia meminta pemberlakukan sistem ganjil genap ditinjau lagi, karena saat mengangkut penumpang sudah disesuaikan dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu hanya 50 persen.

Baca Juga: Kakek Paruh Baya Kesetrum Kabel PLN Bertegangan Tinggi

“Kami sudah menerapkan pembatasan jumlah penumpang yakni lima orang, lalu kalau diterapkan lagi sistem ganjil genap lalu kita mau dapat apa, pasti tidak akan penuhi target, sehingga kami minta untuk ditinjau kembali,” tandas Rony.

Salah satu pemilik mobil pribadi, Andre Pattirajawane meminta walikota untuk tidak menyulitkan masyarakat dengan sistem ganjil genap.

“Saya ini adalah salah satu ASN yang memang harus ke kantor setiap hari, tapi kalau harus menerapkan ganjil genap maka pasti saya harus naik angkot, lalu bagaimana dengan social distancing sementara petugas di lapangan itu tidak maksimal melakukan pengawasan karena ada angkot yang mengangkut penumpang tidak sesuai dengan jumlah penumpang yang ditetapkan yakni 6 orang,” kata Andre.

Dia meminta aturan ganjil genap itu ditiadakan. Mestinya dilakukan pembatasan orang dalam mobil, dan memaksimalkan pengawasan oleh petugas di setiap posko. Bukan membatasi mobil.

“Setiap kendaraan yang lewat posko harus diperiksa bukan sebaliknya petugas hanya duduk-duduk dalam posko dan angkutan yang lewat juga tidak dilakukan pengawasan,” ujarnya.

Sopir mobil rental lainnya yang mengaku bernama Ojon, resah dengan ganjil genap yang diberlakukan oleh Pemkot Ambon. Aturan ini akan sangat berdampak bagi seluruh pengendara mobil rental.

“Ado sebenarnya ini par beta seng masalah, hanya saja kalau par teman-teman yang lain, beta tahu dong pasti susah, karena pendapatan pasti turun,” ujarnya dengan dialeg Ambon.

Rekannya bernama Vicky, sistem ganjil genap tidak akan berpengaruh terhadap upaya menekan jumlah kasus positif Virus Corona. Justru akan menyusahkan masyarakat.

“Sebenarnya seng penting ganjil genap, par biking susah saja katong. Ada usaha par mau dapa uang, malah aturan bagini lalu katong mau stor berapa lai,” tuturnya.

Salah satu pegawai bank swasta bernama Andre menilai, ganjil genap kepada mobil berpelat hitam sangat tidak masuk akal. Sebab, umumnya yang dalam mobil itu satu keluarga.

“Masa harus dilarang sementara yang naik dalam mobil cuma beta punya keluarga. Lagi pula semua yang naik mobil ini sudah pakai protap kesehatan,” ujarnya.

Ia menambahkan, pemberlakuan ganjil genap sangat menganggu ketika harus pergi bekerja dengan lokasi kerja yang jauh dari tempat tinggalnya.

“Beta ini kan tinggal di Wayame, sedangkan beta kerja di dalam kota, kalau macam bagini justru akan sangat merugikan orang yang tinggal jauh. Jadi pemerintah tolonglah perhatikan hal seperti ini,” tegasnya.

Hal yang sama juga disampaikan Joseph Metubun. Menurutnya, aturan pemerintah hanya menyusahkan masyarakat.

“Aturan jangan sampai menyusahkan masyarakat. Kita juga punya kebutuhan pekerjaan, jadi pemerintah juga harus pahami hal ini,” tandasnya.

Begitupun dengan Robby, warga Passo yang  juga merasa terganggu dengan aturan yang dibuat Pemkot Ambon.

“Misalnya plat nomor kendaraan saya genap, sedangkan besok aturan yang dipakai ganjil maka saya juga akan repot, karena saya tidak bisa melaksanakan aktifitas dengan tepat waktu, karena aturan ganjil genap,” tandasnya.

Nando, warga Bentas menilai, upaya pemerintah memutus mata rantai penyebaran Virus Corona dengan sistem ganjil genap bagi mobil berplat hitam tidak tepat.

“Kalau katong terpaksa harus naik angkot ke kantor, pastinya bisa terjadi penyebaran virus, jadi pak walikota dilihat lagi,” ujarnya.

Akademisi Beda Pendapat

Kalangan akademisi berbeda pendapat soal penerapan aturan Perwali Nomor 19 Tahun 2020 khususnya menyangkut penerapan sistem ganjil genap bagi mobil pribadi.

Ada yang menilai, Perwali mengesampingkan UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tetapi ada juga yang menilai sebaliknya.

Akademisi Hukum Unpatti George Leasa menilai, secara logika, UU Lalu Lintas tidak dapat dikesampingkan dengan aturan hukum dibawah UU dalam hirarki Peraturan Perundang-undangan, apalagi seperti Peraturan Walikota.

“Jika hal ini tidak dilihat oleh para ahli hukum yang ada di Pemerintah Kota Ambon akan memberikan ruang pertentangan antara pasal-pasal dengan UU maka Perwali tersebut cacat,” tandas Leasa, kepada Siwalima, Senin (6/7).

Mantan Dekan Fakultas Hukum Unpatti ini mempertanyakan tujuan dari pemberlakuan sistem ganjil genap terhadap kendaraan pribadi. Sebab, selama ini pembatasan orang dalam mobil sudah dilakukan.

“Kalau mobil pribadi sebenarnya pemberlakuan 50 persen penumpang dalam mobil itu sudah baik,” terangnya.

Sebenarnya sasaran PSBB itu, kata Leasa, harus ditujukan kepada orang, bukan terhadap kendaraan.

Hal berbeda disampaikan Akademisi Hukum Unpatti, Diba Wadjo. Menurutnya, Perwali Nomor 19 yang mengatur sistem ganjil genap terhadap mobil pelat hitam tidak menabrak aturan di atasnya.

“Itu tidak menabrak aturan atau boleh diterapakn sebab, pemberlakuan itu merupakan kebijakan yang diambil pemerintah dalam keadaan darurat,” tuturnya.

Menurutnya, semua hal yang berkaitan dengan pembatasan tidak mesti harus diatur dengan undang-undang. Jika pemerintah memandang sesuatu dalam kondisi darurat atau genting maka ada kebijakan yang dapat diambil seperti yang terjadi saat ini.

Aturan Perwali tentang PSBB dan UU Lalu Lintas, kata Wajo, bisa berjalan bersamaan.

“Intinya tidak tumpang tindih aturan, karena sanksi dalam PSBB hanya terkait yang dilarang oleh Perwali. Misalnya, soal jumlah penumpang atau tidak menggunakan masker. Sedangkan pelanggaran lalu lintas diatur dengan UU Lalu Lintas, misalnya tidak memiliki SIM dan tidak menggunakan helm,” ujarnya.

Sementara Akademisi Hukum IAIN Ambon Nazarudin Umar mengatakan, seharusnya yang diatur dalam PSBB yaitu pembatasan jumlah orang dalam kendaraan, bukan pembatasan kendaraan.

Menurutnya, pemberlakuan ganjil genap tidak akan memberikan solusi yang signifikan atas persoalan penanganan Covid-19 yang sementara dilakukan oleh pemerintah.

“Kebijakan ini akan menguntungkan orang yang memiliki kendaraan pribadi yang lebih dari satu unit kendaraan, karena orang tersebut dapat menggunakan kendaran setiap hari tanpa tersentuh dengan aturan ini,” ujarnya.

Olehnya Nazarudin mengusulkan lebih penting mengedepankan protokol kesehatan, karena akan lebih jauh efektif jika dibandingkan membatasi kendaraan dengan penerapan ganjil genap.

Tidak Bertentangan

Walikota Ambon, Richard Louhenapessy mengklaim sistem ganjil genap bagi kendaraan pribadi pelat hitam yang diatur dalam Perwali Nomor 19 Tahun 2020 tidak bertentangan dengan UU Lalu Lintas.

Kata walikota, PSBB merupakan lex spesialis derogat legi generali. Artinya aturan hukum khusus akan mengesampingkan aturan hukum umum.

“PSBB tidak bertentangan dengan aturan diatasnya dalam hal ini Undang-Undang tentang Lalu Lintas, karena PSBB ini dia bersifat lex spesialis derogat legi generali. Jadi hukum yang khusus menghilangkan hukum yang umum. Dari karakteristiknya, PSBB dia lebih memiliki kekuatan mengikat dari ketentuan umum. Juga kan hanya untuk dua minggu saja, selesai itu tidak dipakai lagi,”  tandas walikota kepada Siwalima, di Balai Kota.

Walikota mengatakan, pihaknya bertujuan membatasi pergerakan orang. Ketika dilakukan evaluasi terhadap penerapan PSBB I ternyata mobilisasi kendaraan pribadi sangat tinggi, sehingga sistem ganji genap diterapkan.

“Hasil survei kita selama dua minggu itu, ternyata mobilisasi kendaraan pribadi itu dua kali lebih tinggi dari pada mobilisasi angkot. Ini masalah disitu. Intinya kita mau batasi pergerakan masyarakat. Oleh karena itu kita terapkan supaya kita menghemat lagi pergerakan orang,” ujarnya.

Ditanya penerapan sistem ganjil genap bagi mobil pribadi justru akan membuka peluang penumpukan orang di mobil angkot, walikota mengatakan, hal itu tidak akan terjadi karena angkot juga diterapkan sistem 50 persen jumlah penumpang.

“Naik angkot juga tetap kenakan sistem protokol kesehatan, tetap 50 persen, penumpang yang naik juga dibatasi,” jelasnya.

Ia menambahkan, sistem ganjil genap yang diterapkan kepada mobil pribadi bukan berarti mengajak para pemilik mobil untuk membeli mobil baru. Tetapi karena hasil survei menunjukan mobilisasi mobil pribadi sangatlah tinggi, sehingga pemkot membatasi.

“Itu sama sekali tidak. Jadi hasil survei itu, mobil pribadi dua kali lebih tinggi dari mobil angkot. Sehingga kita harus batasi pergerakan kendaraan dan pergerakan orang. Intinya PSBB itu orang harus tinggal di rumah. Faktanya ketika kita melaksanakan PSBB tingkat penyebaran semakin turun, sehingga kalau kita perketat lagi saya yakin seminggu lagi hasil pengamat ini sudah turun maka kita bisa hentikan,” ujar walikota.

Walikota juga menambahkan, dukungan dan partisipasi masyarakat dalam membantu pemerintah menangani Covid-19 sangatlah penting.

“Jadi semua kebijakan yang diambil pemerintah ini dengan maksud agar lebih baik, oleh karena itu dukungan dan partisipasi masyarakat itu sangat penting,” tandasnya. (S-19/Cr-1/Cr-2/Mg-5/Mg-6/S-16)