Wamnebo: Kasus PLTGM Namlea Kejati Hilang Kepercayaan
AMBON, Siwalimanews – Talim Wamnebo, warga Buru mengatakan, Kejati Maluku telah hilang kepercayaan, pasca penyelidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan PLTG Namlea. Menurut Talim, jaksa kehilangan kepercayaan lantaran kasus yang dituduhkan kepada pengusaha Fery Tanaya (FT) selalu berubah ubah.
Praperadilan pertama Fery Tanaya (FT) dituduh mark up, tapi fakta semua tuduhan bohong belaka. Tuduhan Kejati Maluku melalui media sejak 2017-2020 telah terjadi kasus korupsi mark up yang melibatkan FT dalam Proyek PLTMG 10 Mw sudah terjawab semua saat sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Ambon.
Fakta persidangan ternyata harga yg diterima FT sama dengan pemilik lain yaitu Rp 125/M2. “Padahal proses pembelian lahan ini jaksa juga terlibat. Ini sangat memalukan.
Ternyata Kejati sendiri ikut sosialisasi kepada pemilik lahan lain untuk dapat menerima harga Rp 125 ribu/m2 seperti yang mereka tuduhkan kepada FT kalau harga lahan itu mark up,” jelas Wamnebo.
Menurutnya, fakta yang tidak bisa dibantah kalau keterangan Kajati Maluku, Rorogo Zega dan Kasipenkum Sammy Sapulete selama ini adalah pembohongan yang disengaja dan sangat sistematik.
Baca Juga: Polisi Ungkap Pendulangan Emas Gunakan Merkuri di Malteng“Fakta Kejati Maluku menggunakan media untuk membohongi rakyat Maluku kalau terjadi mark up dalam kasus ganti rugi lahan PLTMG selama ini. Maksud pembohongan ini pihak Kejati dan Tuhan saja yang tahu. Rakyat hanya tersipu dan akibatnya bukan kerugian negara total lost dalam proyek PLTMG, tapi sebaliknya terjadi kehilangan kepercayaan rakyat Maluku terhadap korps Adyaksa itu,” ungkap Wamnebo.
Nama FT dan pihak PLN dalam hal ini Didik Sudarmadi terlanjur rusak oleh oknum preman atau bandit-bandit bertopeng penegakan hukum di Maluku. Wamnebo menuturkan, sehari setelah Kejati kalah di praperadilan pertama dan kebohongan terbuka, Kajati langsung membuat sprindik baru.
Kali ini dengan tuduhan menjual tanah aset negara sehingga kerugian negara juga total lost lagi versi Kejati. Melalui media Kejati juga menyiapkan tuduhan korupsi salah bayar. Kedua tuduhan terjadi kerugian negara sama yaitu total lost. Jurus yang dipakai adalah versi Kajati, Maluku Rorogo Zega.
Untuk memuluskan jeratan hukum langkah awal Kajati mengabaikan atau meniadakan semua bukti juridis milik FT berupa AJB dan surat pendukung lain dan fakta penguasaan fisik selama 35 tahun sejak 1985 .
“Ini kan aneh, Kajati mengartikan tanah yang dikuasai langsung oleh negara sama dengan tanah milik atau aset negara. Alasan hukum lain yaitu kebun milik FT bekas erpack tidak bisa diwariskan. Sehingga kalau pemiliknya meninggal maka berakhir dan menjadi milik atau aset negara,” tutur Wamnebo.
Langkah selanjutnya, tambah Wamnebo Kajati langsung menjadikan kebun FT menjadi tanah milik atau aset negara. Selain itu, Kejati meminta BPKP menghitung kerugian negara dengan tuduhan FT menjual tanah milik atau aset negara sehingga terjadi kerugian negara total lost juga .
“Semuanya total lost. Saya tidak masuk ke subtansi hukum yang lebih dalam, tapi yang kita pahami, negara memberikan hak kepada institusi Pengadilan dan PTUN untuk membatalkan bukti juridis yang diterbitkan oleh pejabat negara yaitu PPAT dan bukan untuk kejaksaan, apalagi dibatalkan melalui konfrensi pers dihadapan undangan media saat menahan FT bahwa lahan FT itu lahan milik negara,” sesal Wamnebo.
Wamnebo mengatakan, selama ini yang diketahuinya, kalau tanah milik negara adalah wajib memiliki sertifikat yang dikeluarkan BPN atas nama instansi tertentu. “Yang kita pahami tanah milik atau aset negara wajib memiliki sertifikat yang dikeluarkan BPN atas nama Pemerintah Republik Indonesia, Cq instansi mana dan harus sudah tercatat sebagai aset negara. Yang terjadi dalam kasus tuduhan korupsi PLTMG ini Kajati telah mengambil hak-hak institusi pengadilan dan hak institusi BPN,” bebernya.
Sebagai warga Buru, Wamnebo mengaku menarik mengikuti kasus korupsi lahan PLTGM Namlea. “Yang paling menarik adalah landasan hukum yang dipakai Kajati Rorogo Zega yaitu hak erpack berakhir setelah pemiliknya meninggal. Ini wajib dijelaskan kepada semua rakyat Maluku melalui media juga. Karena telah terjadi keresahan atau kekuatiran atas ketidakpastian terhadap semua ahli waris pemilik kebun erpack. Banyak sekali kebun-kebun bekas erpack di Buru dan Seram yang masih dimiliki atau dikuasai oleh ahli warisnya, termasuk ahli waris yang telah menerima ganti rugi dari pemerintah karena lahan dipakai untuk pembangunan sejak lama sebelum datangnya Kajati Rorogo Zega,” sebut Wamnebo.
Dikatakan, awalnya mereka sangat resah karena takut bernasib sama seperti pengusaha FT. Tapi setelah semua rakyat melihat fakta, akhirnya menjadi terhibur karena mereka beruntung bukan pengusaha sehingga tidak ada guna penegak hukum menjerat mereka.
Seperti ganti rugi proyek PLTMG ini, pemilik Said Bin Thalib juga menerima ganti rugi, padahal tanahnya juga bekas erpack yang dibeli leluhur jauh sebelum Indo-nesia Merdeka yaitu tahun 1928.
Dan punya Said Bin Thalib justru Kejakaaan Tinggi Maluku diwakili Jaksa Agus Sirait yang meloloskan verifikasi dan terlibat pembayaran. Tapi anehnya Said Bin Thalib tidak ikut diseret Kejati Maluku. Padahal Said menjual lahan bekas erpack bersamaan dengan FT.
Rakyat Maluku sudah cerdas dan meyakini betul kalau penerima ganti rugi FT bukan pengusaha maka proyek besar ini pasti sudah beroperasi dan penderitaan masyarakat akibat kekurangan listrik sudah teratasi.
“Gara-gara Kejati Maluku mau menjerat seorang pengusaha dengan niat jahat yang diselubung, mengakibatkan penderitaan puluhan ribu rakyat di Buru dan Bursel terabaikan lantaran listrik tak kunjung dinikmati,” tukas Wamnebo.
Ia meminta Kajati Rorogo Zega ksatria dan tidak pengecut untuk menjelaskan alasan hukum ini, bahwa kebun erpack berakhir setelah pemilik meninggal dan menjadi tanah milik atau aset negara seperti yang telah dilakukan penerapannya kepada FT.
Masih kata Wamnebo, rakyat Maluku juga bisa marah pak Kajati kalau dibohongi terus menerus. “Ingat, bapak digaji negara dengan memakai uang rakyat, jangan dengan uang rakyat bapak menganiaya dan membohongi rakyat tanpa peduli proyek untuk rakyat manggkrak seperti PLTMG ini,” imbuh Wamnebo.
Rakyat di dua kabupaten yakni Buru dan Bursel menderita karena kurangnya supply listrik. “Contoh, hasil tangkapan nelayan di desa bila tidak terjual habis menjadi busuk karena tidak punya es. Kasihanilah kita rakyat Buru dan Buru Selatan pak Kajati, rakyat di desa sangat menderita karena kurang listik. Jangan peyidik Kejati menari nari diatas penderitaan rakyat,” pungkas Wamnebo. (S-32)
Tinggalkan Balasan