AMBON, Siwalimanews – Walikota Richard Louhenapessy menyatakan siap memenuhi panggilan penyidik Polresta Pulau Ambon untuk diperiksa dalam kasus SPPD fiktif tahun 2011.

Louhenapessy sudah dua kali diperiksa penyidik. Ia yakin tidak ter­libat. Namun kalau dipanggil lagi, ia akan hadir.

“Seng ada masalah, kalau dipanggil,” kata walikota saat dikon­firmasi Siwalima, Kamis (12/11) di Balai Kota.

Louhenapessy mengatakan, diri­nya sama sekali tidak terkait dengan SPPD fiktif. Olehnya itu ia tak gentar kalau dipanggil. “Seng ada masalah saya, seng ada masalah,” tegasnya.

Lanjutnya, SPPD fiktif terjadi tahun 2011. Saat itu, dirinya baru menjabat walikota empat bulan. Karena itu,  kata Louhenapessy, tak masuk akal kalau dirinya terlibat.

Baca Juga: Kasus Ini yang Bikin Dua Hari Walikota Diperiksa Polisi

“Itu yang saya bilang buat you to, coba ale berpikir secara logika itu kan 2011 saya baru jadi walikota empat bulan, bagaimana itu, itu logika itu aja,” ujarnya.

Sebelumnya Kasat Reskrim Pol­resta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, AKP Mido J Manik mengata­kan, walikota bisa dipanggil lagi, jika dari  hasil pemeriksaan saksi-saksi, dibutuhkan keterangannya.

“Pa wali belum diperiksa, nanti kita lihat pemeriksaan saksi-saksi lain diperlukan atau tidak  untuk walikota diperiksa. Kalau diperlukan ya akan kita panggil untuk dimintai ketera­ngan,” jelas Manik, kepada Siwali­ma, di Mapolresta Ambon, Rabu (11/11).

Manik mengaku, pihaknya sudah memeriksa sejumlah saksi dari Pemkot Ambon, dan proses penyidi­kan terus berjalan.

“Penyelidikan masih berjalan, beberapa waktu lalu kita sudah pa­nggil saksi saksi dari pemkot untuk dimintai keterangan,” katanya.

Manik mengaku, pihaknya telah  melakukan koordinasi untuk me­mintai keterangan ahli dari auditor BKP.

Harap Segera Tuntas

Akademisi Hukum Unpatti, Rey­mon Supusepa berharap penyidikan kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon yang kembali dilakukan Polresta Ambon bisa segera dituntaskan, karena sudah cukup lama.

“Itu sangat baik tapi polres harus melakukan proses hukum hingga tuntas,” ujar Supusepa, kepada Siwalima, Kamis (12/11).

Sebagai bukti keseriusan polisi, Supusepa meminta penyidik menge­luarkan surat pemberitahuan per­kem­bangan perkara hasil penyi­dikan (SP2HP).

“Hal ini penting berhubungan dengan transparansi penyidik agar masyarakat dapat terus mengawasi dan mengetahui perkembangan penyidikan terhadap kasus yang ditangani,” ujarnya.

Dikatakan, kasus SPPD fiktif berkaitan dugaan penyalahgunaan jabatan dan kewenangan, sehingga perlu keseriusan untuk menuntas­kannya. Apalagi kasus ini bukan kasus baru.

“Penyidik harus bisa memeriksa semua orang yang dianggap berpe­ran dalam tindak pidana ini ter­masuk para pejabat agar ada ke­pastian hukum dan keadilan,” tan­das Supusepa.

Dua Hari Walikota Diperiksa

Walikota Richard Louhenapessy sudah pernah diperiksa Penyidik Tipikor Satreskrim Polres Pulau Ambon Pulau-pulau Lease.

Walikota selama dua hari berturut-turut pada medio Mei 2018 lalu. Walikota dicecar dengan 61 perta­nyaan, terkait dugaan korupsi SPPD tahun 2011 di Pemkot Ambon senilai Rp 742 juta lebih.

Hari pertama, Senin (28/5), walikota tiba sekitar pukul 10.10 WIT, dengan mobil dinas Toyota Fortuner DE 1.  Walikota tak datang sendiri. Ia dikawal ajudan serta lima  pengawal pribadi berseragam safari.

Saat tiba, walikota yang menge­nakan safari berwarna coklat lang­sung menemui Kapolres, AKBP Sutrisno Hady Santoso.

Sekitar 20 menit di ruang kapolres, ia lalu diarahkan ke ruang Unit IV Tipikor Satreskrim.

Kasat Reskrim AKP Rival Efendi Adikusuma yang langsung meme­riksa walikota, bersama Kanit Tipi­kor Bripka M Akipay Lessy.

Walikota dua periode ini diperiksa hingga pukul 14.00 WIT dengan 25 pertanyaan. Ia lalu meminta waktu untuk istirahat makan siang.

Sesuai agenda, pemeriksaan akan dilanjutkan usai makan siang. Na­mun ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, sehingga walikota meminta pemeriksaannya dilanjut­kan pada Selasa (29/5).

Di hari kedua, Selasa (29/5), walikota datang lebih awal. Ia tiba sekitar pukul 09.00 WIT. Seperti hari pertama, ia dikawal oleh sejumlah pengawal pribadi.

Walikota yang mengenakan safari biru tua lengan pendek dicecar oleh Kasat Reskrim AKP Rival Efendi Adikusuma dan Kanit Tipikor Brip­ka M.Akipay Lessy hingga pukul 12.45 WIT, dengan 36 pertanyaan.

Saat dicegat wartawan, usai di­periksa walikota enggan berkomen­tar banyak. Ia hanya mengaku, dimintai keterangan soal dugaan SPPD fiktif.

“Cuma klarifikasi terhadap infor­masi soal perjalanan dinas tahun 2011,” katanya singkat.

Saat ditanya lagi soal pernya­taannya, bahwa tidak ada SPPD fiktif tahun 2011,  walikota tidak mau ber­komentar. Ia langsung berjalan me­nuju mobil dinasnya, dan mening­galkan halaman Mapolres Ambon.

Tak hanya walikota, istrinya Ny. Leberina Louhenapessy juga dipe­riksa penyidik Tipikor Satreskrim Polres Pulau Ambon. Ia diperiksa Kamis (27/9), dan dicecar selama 3,5 jam.

Ny. Debby, sapaan akrabnya, juga terdaftar dalam perjalanan dinas saat itu bersama rombongan walikota.

Sebelumnya, Debby sudah dua kali tak memenuhi panggilan penyi­dik, dengan alasan nama yang ditulis dalam surat panggilan salah.

Sebelum memerika walikota, penyidik lebih dulu memeriksa Sekot AG Latuheru. Ia dicecar tim pada Rabu (16/5) selama delapan jam lebih.

Mantan Kepala Inspektorat Kota Ambon itu, mendatangi Mapolres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease dengan mobil dinas kijang Innova hitam  pukul 09.30 WIT, dan langsung menuju ke ruang penyidik.

Pemeriksaan mulai dilakukan pukul 10.00, dan baru selesai 18.30 WIT. Selama pemeriksaan  Latuheru dicecar 23 pertanyaan.

Kasus yang diduga merugikan negara lebih dari Rp 700 juta ini, naik ke tahap penyidikan saat dilakukan gelar perkara di Kantor Ditres­krimsus Polda Maluku, Mangga Dua Ambon, pada Jumat 8 Juni 2018.

Gelar perkara dihadiri, Kasat Res­krim Polres Pulau Ambon, AKP Rifal Efendi Adikusuma, Kanit Tipikor Bripka M Akipay Lessy, tim penyidik dan Wakil Ditreskrimsus Polda Ma­luku, AKBP Harold Wilson Huwae.

Penyidik kemudian mengirim surat pemberitahuan dimulainya penyidi­kan (SPDP) ke Kejari Ambon pada Agustus 2018. SPDP tertanggal 22 Juli 2018 itu, diteken oleh Kapolres  AKBP Sutrisno Hadi Santoso. (Cr-6/S-50)