AMBON, Siwalimanews – Bantuan anggaran Rp5 miliar dari Pemprov Maluku bagi RSUD Haulussy ternyata masuk di Dinas Kesehatan Maluku dan tidak dikelola oleh rumah sakit milik daerah tersebut.

Padahal bantuan Rp5 miliar itu untuk membantu kebutuhan obat-obat di RSUD Haulussy.

Plt Direktur RSUD dr M Haulussy Novita Nikijuluw ketika dikonfirmasi Siwalima terkait bantuan Rp5 miliar itu mengaku, pihaknya tidak me­ngelola anggaran tersebut.

Nikijuluw bilang, terdapat bebe­rapa alasan yang menyebabkan bantuan yang dialokasikan untuk kebutuhan operasional tidak dikelola RS Haulussy.

Salah satu alasan utama, lanjut Nikijuluw, yakni persoalan hutang rumah sakit kepada perusahaan farmasi yang hingga kini belum diselesaikan.

Baca Juga: Ekspedisi Rupiah Berdaulat Kembali Sasar Daerah 3T 

“Soal 5 miliar rupiah memang betul rumah sakit tidak bisa terima langsung, karena dari dulu hutang yang banyak maka dikunci secara system. Artinya ketika hutang dimana langsung dikunci,” akui Nikijuluw.

Menurut Nikijuluw, dua dari tujuh perusahaan yang hutangnya telah diselesaikan sudah dapat digunakan e katalog, namun ada beberapa jenis obat tidak ada pada perusahaan tersebut sehingga perlu dicari perusahaan lain.

Karenanya, anggaran 5 miliar tersebut diserahkan ke Dinas Kesehatan agar dapat melakukan pembelian obat melalui e-katalog, tetapi pengusulan kebutuhan obat berasal dari rumah sakit.

“Obat-obatan diatur oleh apoteker dan pelayanan. Artinya kebutuhan itu diusulkan tetapi tidak segampang itu, birokrasinya karena PPK tidak ada di RSUD Haulussy tapi di Dinas Kesehatan, dan peruntukan uang itu untuk kebutuhan rumah sakit,” tegas Nikijuluw.

Terkait dengan penggunaan anggaran 5 miliar tersebut, Nikijuluw mengakui berdasarkan hasil koordinasi ternyata telah digunakan sebesar 2 miliar untuk pengadaan obat-obatan.

Selain itu terdapat beberapa obat-obatan yang telah dipesan tetapi saat ini belum tiba di Ambon, sebab prosesnya cukup lama.

“Selain obat-obatan ada juga bahan medis habis pakai, reagen dan beberapa item lainnya untuk penggunaan selama tiga bulan kedepan. Kemarin Kimia Farma obatnya sudah tiba di Dinas Kesehatan tinggal dilakukan permintaan dan diambil. Tapi ada juga obat yang sudah dalam proses tapi belum tiba,” ujar Nikijuluw.

Nikijuluw memastikan anggaran tersisa sebesar 1 miliar lebih dan telah diusulkan kebutuhan obat-obatan untuk tiga bulan kedepan.

Obat Jadi Masalah

Nikijuluw juga mengungkapkan, obat-obatan masih menjadi masalah di RSUD Haulussy.

Hal ini diakui Plt Direktur RSUD Haulussy menjawab isu kekosongan obat di rumah sakit milik pemerintah daerah itu.

Nikijuluw menjelaskan, RSUD Haulussy sejak beberapa tahun belakangan mengalami masalah terkait obat-obatan lantaran hutang yang dimiliki rumah sakit kepada pihak ketiga sejak tahun 2020-2023.

Namun, ditahun 2023 RSUD Haulussy telah melunasi hutang obat kepada 7 perusahaan dari total 30 perusahaan farmasi dan hanya tersisa 23 perusahaan.

“Untuk kebutuhan obat-obatan sebisa mungkin terisi, alaupun ada kurang secepatnya follow up,” ungkap Nikijuluw.

Menurutnya, jika terjadi keku­rangan kekosongan obat di RSUD Haulussy biasanya terjadi karena tidak ada informasi secara ber­jenjang dari apoteker.

Kadang apoteker mengatakan obat masih ada tapi tiba-tiba ada pasien baru dikatakan jumlah kurang karena tidak menggunakan buffer stock.

Nikijuluw memastikan persoalan kekurangan obat tersebut tidak dibiarkan terjadi berlarut-larut, artinya kalaupun keluarga pasien terlanjur membeli maka rumah sakit akan mengganti uang kepada pasien.

“Yang dibilang tidak ada obat itu faktornya ada dua yakni keterlam­batan infomasi dan waktu. Contoh kalau teriak di hari Sabtu dan Ming­gu dan obat tidak ada maka terpaksa keluarga ambil resep dan nanti uangnya digantikan,” jelasnya.

Nikijuluw menambahkan, pihak­nya sedapat mungkin dengan keterbatasan anggaran di rumah sakit tetapi diusahakan untuk menutupi semua.

Bahkan biasanya bagian keuang­an telah menyiapkan uang di apotek untuk menggantikan kepada ke­luarga pasien yang terlanjur membeli obat diluar rumah sakit.

“Untuk keterbatasan obat itu memang penyakit di semua tumah sakit tapi saat ini sebisa mungkin ditanggulangi artinya kalau ada obat saat itu terpaksa pasien beli, betul tetapi digantikan,” terangnya.

Pemprov Alokasi 5 M

Seperti diberitakan sebelumnya, Sekretaris RS Haulussy, Fatum Pulhehe mengungkapkan, Pemprov Maluku membantu kebutuhan obat-obat RS Haulussy dengan meng­alokasi dana sebesar Rp5 miliar.

Pulhehe mengakui, obat-obatan di RS Haulussy beberapa bulan terakhir pasca Covid-19  yang mengakibatkan hutang obat mem­bengkak, sehingga distributor enggan suplai obat.

Namun, untuk mengatasi persoal­an obat-obatan di RS lanjut Pulhehe, manajemen RS Haulussy meminta bantuan Pemprov Maluku sebagai pemilik rumah sakit.

“Pemprov sudah menyerahkan bantuan 5 miliar untuk bantuan obat-obatan. Ini bukti Pemprov tidak lepas tangannya dari RS Haulussy,” kata Pulhehe.

Ketersediaan obat diperbaiki ini menurut Pulhehe, telah berdampak pada jumlah pasien dirawat di RS Haulussy yang mengalami pening­katan pasca terpuruk akibat Covid-19 lalu.

“Untuk pasien sudah mulai peningkatan sempat terpuruk dan empat bulan lalu, data pasien diba­wah sepuluh tapi Sekarang sudah mencapai 60 pasien,” katanya.

Pulhehe menegaskan, pihaknya terus memperbaiki kualitas pelayanan di RS Haulussy termasuk ketersediaan obat bagi kebutuhan pasien.

Apalagi pasca covid-19 RS Haulussy terus melakukan ko­ordinasi dengan BPJS kesehatan guna memperlancar klaim pasien.

“Klaim BPJS itu juga sangat penting bagi operasional jadi pendampingan BPJS juga terus dilakukan, sehingga masalah di RS dapat diurai satu per satu,” terangnya. (S-20)