AMBON, Siwalimanews –  Tim penyelidik Pidsus Kejati Ma­luku masih mendalami hasil peme­riksaan dua pejabat Badan Perta­nahan Kota Ambon terkait kasus dugaan korupsi ruko Mardika.

Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Ardy Dannari menjelaskan, untuk saat ini tim penyelidik belum mengagendakan panggilan ter­hadap pihak terkait untuk digali keterangannya.

Namun sebaliknya, tim masih mendalami hasil permintaan keterangan yang telah dilakukan oleh tim sebelumnya terhadap dua pejabat BPN Kota Ambon.

“Tim penyelidik saat ini masih mendalami hasil permintaan keterangan dari Kepala Bidang Aset Pertanahan dan Kepala Seksi Penetapan dan Pendaftaran Tanah BPN Kota Ambon, “kata Danari kepada Siwalima di Ambon, Kamis (28/11).

Dikatakan, permintaan ketera­ngan tersebut merupakan proses yang bertujuan untuk mendapatkan informasi, data dan keterangan terhadap status dan kedudukan tanah Kawasan Pasar Mardika ber­dasarkan informasi dari BPN (Ba­dan Pertanahan Nasional). Kemu­dian tim juga akan melakukan cross check terhadap nilai aset daerah khususnya aset kawasan Pasar Mardika.

Baca Juga: Kapolda Ajak Masyarakat Antisipasi Gangguan Kamtibmas

“Jadi memang mekanismenya seperti itu. Sehingga tim masih me­lakukan pendalaman kemu­dian juga mencari informasi soal legal standing status tanah dan hubungan yuridiksi dalam kawa­san Pasar Mardika, “terangnya.

Kendati begitu, Ardy belum mau berkomentar lebih jauh tentang pihak-pihak mana saja yang nantinya akan dipanggil oleh penyelidik. Namun ia memastikan bahwa jika ada perkembangan lainnya, maka akan segera diinformasikan kepada media.

“Kalau ada perkembangan, nanti saya sampaikan, “ ujarnya.

Lima Jam Diperiksa

Dua pejabat pada Kantor BPN Kota Ambon diperiksa oleh tim penyelidik Pidsus Kejati Maluku terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan Ruko Pasar Mardika.

Dua pejabat yang diperiksa yaitu, Kepala Bidang Aset Petana­han dan Kepala Seksi Penetapan dan Pendaftaran Tanah BPN Kota Ambon.

Mereka diperiksa selama lima jam mulai dari pukul 10.00 WIT hingga 15.00 WIT di Kantor Kejati Maluku, Senin (10/11).

“Dua pihak yang dimintai ketera­ngan itu dari kantor Pertanahan Kota Ambon yakni Kabid Aset dan dan Kasi Penetapan dan Pendaf­taran Tanah,” jelas Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Ardy Dan­nary kepada Siwalima di Ambon.

Ditanya mengenai identitas kedua pejabat yang diperiksa, Ardy tidak mau menyebutkannya, de­ngan alasan kasus ini masih da­lam proses penyelidikan sehingga identitas kedua pihak yang dipa­nggil mesti dirahasiakan. “Jangan marah, saya belum bisa sampai­kan nama ataupun inisial. Karena ini kasusnya masih dalam tahap penyelidikan, sehingga tidak bisa sembarangan dipublikasi identitas pihak yang dipanggil, “terangnya.

Kendati begitu, Ardy mengaku bahwa kedua pihak dimintai kete­ra­ngan oleh tim penyelidik sejak pukul 10.00 WIT hingga pukul 15.00 WIT.

Ditanya mengenai agenda pe­me­­riksaan Kepala Dinas Perin­dustrian dan Perdagangan Maluku, Yahya Kotta, mantan Kacabjari Sa­parua ini mengaku, yang ber­sangkutan sudah dimintai ketera­ngan pada 5 November lalu.

“Saya juga baru dapat informasi dari tim penyelidik, kalau Kadis sudah dimintai keterangan pada 5 November yang lalu, “tuturnya.

Ardy menambahkan, Kadis menjelaskan terkait aset-aset pemprov yang ada di kawasan HPL Mardika. Namun selebihnya Ardy enggan berkomentar lebih jauh terkait apakah yang bersangkutan akan dipanggil lagi atau tidak.

“Kalau soal panggil lagi saya tidak tahu. Tapi nanti kalau ada info lebih lanjut, akan saya sampaikan, “pungkasnya.

Untuk diketahui, dugaan korupsi pengelolaan ruko Pasar Mardika ditangani kala Edyward Kaban menjabat Kajati Maluku. Bahkan bidang intelijen sudah mulai proses penyelidikan dan memang­gil beberapa pihak sejak September 2023, hingga Januari 2024.

Dan tiga pekan kemarin, pe­nyidik intel melimpahkan kasus tersebut ke bidang pidsus dengan status penyelidikan.

“Penyidik telah meningkatkan status kasus Ruko di Pasar Mardika ke penyelidikan. Kita juga telah menyurati pihak-pihak terkait untuk nantinya di minggu depan akan dimintai keterangan,” kata Ardy kepada wartawan Kamis (6/6) lalu.

Kasus ini berawal dari Pansus DPRD Maluku menemukan 12 pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang me­nempati pertokoan Pasar Mardika telah melakukan pembayaran ke­pada PT BPT sebesar Rp18.840. 595.750.

Namun dari total nilai tersebut, BPT yang dikomandoi Kipe, hanya menyetor ke Pemprov Maluku sebesar Rp5 miliar saja, dengan rincian tahun 2022 Rp250 juta dan Rp4.750.000.000 pada tahun 2023.

Pansus juga menemukan du­gaan perbuatan melawan hukum dalam pengumuman pemenang tender pemanfaatan 140 ruko milik pemprov yang dimenangkan PT BPT.

Selain itu, menurut Pansus mekanisme tender oleh Pemprov Maluku melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) untuk pengadaan barang dan jasa tidak sesuai dengan peraturan perun­dang-undangan yang berlaku.

Perjanjian kerja sama dibuat dihadapan notaris Roy Prabowo Lenggono nomor 21 tanggal 13 Juli 2022, dinilai tidak memenuhi persyaratan subjektif maupun objektif sahnya suatu perjanjian yang mengakibatkan perjanjian itu batal demi hukum.

Sehingga segala tindakan yang dilakukan PT BPT untuk menarik uang sewa ruko dari para pemilik SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) yang menempati Ruko Mardika adalah perbuatan mela­wan hukum. (S-29)