AMBON, Siwalimanews – Jaksa menghadirkan me­-reka sebagai saksi, dalam sidang di Pengadilan Tin­-dak Pidana Korupsi, Ambon, Rabu (13/12) siang.

Sebanyak 21 Kepala Sekolah tingkat SD dan SMP di Kabupaten Maluku Tengah, dihadirkan seba­gai saksi dalam sidang kasus du­gaan korupsi dana bantuan ope­rasional sekolah (BOS) Kabupaten Maluku Tengah, Tahun 2020-2022 di Pengadilan Tipikor Ambon, Rabu (13/12).

21 saksi ini dihadirkan sebagai saksi fakta oleh jaksa penuntut umum Kejari Malteng, Junita Sahetapy Cs untuk terdakwa Fritzs Lukas Sopacua selaku operator tim manajemen BOS Kabupaten Ma­luku Tengah, tahun 2020-2022.

JPU mencecar para saksi me­nyangkut pencairan dana BOS afirmasi yang tidak sesuai petun­juk teknis dari pemerintah pusat ke daerah.

Padahal sesuai juknis, harusnya penggunaan dana BOS afirmasi ini digunakan untuk pengembangan perpustakaan sekolah, pembelian multi media, pemeliharaan dan peralatan sekolah, penerimaan siswa baru dan sebagainya.

Baca Juga: Fakta Hukum Eks Hotel Anggrek Berada dalam Dati Sopiamaluang

“Faktanya mengapa cairkan tidak sesuai juknis. Dana BOS afirmasi diarahkan dinas untuk belanja satelit, alat-alat Covid,multi media. Kan sesuai juknis tidak begitu,” tanya Sahetapy ke para saksi, dalam sidang yang di pimpin ketua majelis hakim, Rahmat Selang Cs.

Menurut para saksi, sesuai juknis Dana BOS ini ada dua item, masing-masing dana  BOS afirmasi dan BOS reguler. Untuk BOS afirmasi, pe­ng­gu­naannya dikelola sendiri sekolah yang bersangkutan, akan tetapi, para saksi diarahkan untuk penga­daan sampul rapot untuk  semua siswa tingkat SD dan SMP di Ma­luku Tengah. Uang pengadaan itu berkisar Rp85 ribu.

“Soal pengadaan sampul rapot ini tidak masuk dalam juknis penggu­naan dana BOS. Seharusnya dana BOS afirmasi ini dikelola sendiri sekolah karena di sekolah ada tim pengelolaan dana BOS juga. Kami hanya diarahkan mantan Kadis Pen­didikan Malteng Askam Tuasikal, lalu uangnya diserahkan sebagian ke manajer tim manajemen BOS Oktovianus Noya dan  sebagian ke terdakwa Fritzs Lukas Sopacua se­laku operator tim manajemen BOS,” ungkap saksi,Salmon Talakua kep­sek SD 319,  Muhammad Walalayo, Agus Kepsek SD 173 dan saksi Ha­san Tuanaya kepada majelis hakim.

Para saksi juga mengaku, dana BOS afirmasi diterima lalu untuk membelikan alat kesehatan Covid, wifi dan listrik. Sedangkan pema­kaian wifi hanya satu bulan dan bulan selanjutnya dibebankan pihak sekolah masing-masing.

“Jadi benar ya, para saksi kumpul uang hampir Rp85 ribu untuk pe­ngadaan sampul rapot, tapi yang je­las ini tidak ada dalam juknis,” tanya hakim, seraya diakui para saksi.

Untuk diketahui, sesuai dakwaan JPU, terdakwa Frits Sopacua ikut serta melakukan korupsi bersama tiga terdakwa (berkas perkara ter­pisah). Ketiganya adalah mantan Kadis Pendidikan Malteng Askam Tuasikal, Manajer Tim Manajemen BOS, Oktovianus Noya dan Pemilik PT Ambon Jaya Perdana, Munaidi Yasin.

Para terdakwa dalam pengelolaan dana BOS telah melakukan penya­lahgunaan di dua kegiatan pada tahun anggaran 2020-2021 yaitu, BOS afirmasi dan BOS kinerja.  Bah­kan ada yang fiktif.

“Bahwa para terdakwa baik sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan, dengan tu­juan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu koorporasi me­nyalahgunakan kewenangan, ke­sem­patan atau sarana yang ada pa­danya karena jabatan atau kedu­du­kan yang dapat merugikan keuangan negara,” kata JPU Junita Sahetapy.

Dijelaskan, berdasarkan keputu­san Menteri Pendidikan dan Kebu­dayaan di tahun 2020 Dana BOS Reguler untuk Maluku Tengah sebe­sar 60.562.750.000,-  Dana BOS Ki­nerja sebesar Rp1.680.000.000,- yang diberikan untuk 28 sekolah dan Dana Bos Afirmasi Rp 3,6 Miliar untuk 60 sekolah.

Sementara tahun 2021 dengan rincian Dana BOS Reguler Rp70.266. 801.000,- untuk 528; BOS Kinerja sebesar Rp.980 juta diberikan untuk  12 dan Dana BOS Afirmasi Rp 1 Miliar untuk 25 sekolah.

Sedangkan untuk tahun 2022, Dana BOS Reguler sebesar Rp67. 570.382.507 untuk 528 sekolah; Dana BOS Kinerja sebesar Rp3.190.000. 000 untuk 30 SD dan 11 SMP.

JPU kemudian membeberkan kronologis perbuatan para terdakwa. Awalnya, terdakwa Munaidi Yasin di Tahun 2020 bertemu Askam Tua­sikal yang juga merupkan penang­gung jawab tim manajemen dana BOS Malteng dengan terdakwa Noya untuk menawarkan pengadaan buku dari anggaran dana BOS dan alat peraga dari dana DAK tahun 2020.

Terdakwa Noya kemudian me­nyuruh terdakwa Yasin bertemu Fritz Sopacua selaku anggota atau operator tim manajemen BOS Ka­bupaten Malteng, operator untuk pelaksanaan pendataan, pemesanan serta penjualan buku-buku dari PT Ambon Jaya Perdana kepada seko­lah-sekolah penerima dana BOS.

Untuk anggaran dana BOS kinerja dan dana BOS afirmasi tahun 2020 terdakwa Tuasikal dan Noya tidak melakukan sosialisasi terlebih da­hulu, kepada para kepala sekolah penerima dana BOS afirmasi, dan dana BOS kinerja serta tanpa melalui tahapan penyusunan Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS) yang seharusnya dibuat dan disusun oleh sekolah.

Keduanya menetapkan kegiatan belanja dari dana BOS kinerja dan dana BOS afirmasi yang diterima oleh masing-masing sekolah sebesar Rp60 juta untuk 3 kegiatan belanja yaitu, belanja Covid sebesar Rp20 juta,  belanja internet satelit Rp20 juta dan multimedia Rp 20 Juta.

Keduanya juga menentukan pihak yang akan melakukan pengadaan ketiga kegiatan belanja tersebut yakni PT Intan Pariwara, untuk pengadaan belanja multimedia yang merupakan kenalan dari terdakwa Tuasikal dan Noya serta PT.Ambon Jaya Perdana milik terdakwa Yasin.

Selanjutnya, terdakwa Frits disu­ruh menyampaikan ke para kepala sekolah penerima dana BOS afirmasi dan kinerja tahun 2020, serta mela­kukan pemesanan bagi sekolah-sekolah untuk belanja Covid dan belanja internet satelit langsung ke PT Ambon Jaya Perdana.

Sedangkan untuk Belanja Multimedia dilakukan pemesanan oleh pihak PT. Intan Pariwara.

Pengurusan dana BOS seharus­nya melalui akun DAPODIK seko­lah. Namun karena PT Intan Pariwara bukan merupakan perusahaan yang terdaftar dalam SIPLah sebagai pe­rusahaan yang menjual barang Multimedia sehingga pemesanan dilaku­kan melalui PT Sentra Kriya Edukasi yang merupakan anak perusahaan PT Intan Pariwara serta PT Afirmasi Indonesia Online yang merupakan Mitra dari PT Intan Pariwara.

“Bahwa perbuatan Terdakwa Tuasikal bersama dengan Noya dan Fritzs Lukas Sopacua dengan sepe­ngetahuan Munnaidi Yasin, dalam proses pengadaan belanja Covid, belanja internet satelit dan belanja multimedia yang dilakukan tanpa melalui mekanisme yang harusnya dilaksanakan oleh sekolah yaitu adanya pembuatan Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS) sesuai dengan prioritas kebutuhan seko­lah, adanya pemilihan penyedia oleh sekolah serta adanya perjanjian atau SPK antara sekolah dengan Penye­dia serta proses pembayaran yang dilakukan ke rekening yang tidak berhak menerima pembayaran ka­rena bukanlah rekening yang ditentukan dalam SIP,” tegasnya.

Lanjut dijelaskannya, dari total belanja Covid, Belanja Internet Satelit serta belanja Multimedia se­suai dengan pesanan dan dibayar­kan 100 persen.

Namun, terdapat kegiatan belanja berupa Internet Satelit yang tidak diadakan dan dilakukan pemasa­ngan oleh Munnaidi Yasin.

“Bahwa dengan adanya pemba­yaran yang telah diterima oleh MUNNAIDI YASIN sebesar Rp.780 juta.- namun Internet Satelit tidak diadakan sehingga telah memper­kaya Munnaidi Yasin senilai pem­bayaran tersebut,” ungkap JPU.

Tak sampai disitu, perbuatan ini juga berlanjut untuk anggaran 2021 dan 2022.

Tak hanya Internet Satelit, belanja Multimedia tersebut tidak pernah diadakan oleh terdakwa Munnaidi Yasin.

“Bahwa proses pengadaan ba­rang/belanja Multimedia yang dila­kukan tanpa melalui mekanisme yang harusnya dilaksanakan oleh sekolah yaitu adanya pembuatan Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS) sesuai dengan prioritas ke­butuhan sekolah, adanya pemilihan penyedia oleh sekolah serta adanya perjanjian atau SPK antara sekolah dengan Penyedia serta proses pem­bayaran yang dilakukan ke rekening yang tidak berhak menerima pem­bayaran karena bukan merupakan rekening yang ditentukan dalam SIPLah.,” tambah Sahetapy.

Selain itu, di Tahun 2021 ada pe­netapan noemnklatur untuk SD dan SMP se Malteng, maka diwajibkan untuk melakukan pergantian Sampul Rapor (Laporan Pendidikan) untuk seluruh siswa sesuai dengan No­menklatur Baru.

Untuk pengadaan sampul rapor yang juga merupakan item kegiatan belanja dari dana BOS Reguler yang setiap tahunnya dianggarkan dalam RKAS sekolah sesuai dengan kebutuhan jumlah siswa baru.

Selanjutnya, sekitar bulan November 2021, melalui saksi M. Shaleh djok­dja, terdakwa mendapat peru­sahaan untuk pemesanan sampul rapor dengan harga yang disepakati sebesar Rp.28 ribu per buah.

Demi mendapatkan keuntungan dari proses pengadaan sampul rapor tersebut, Terdakwa Tuasikal dan Noya menetapkan harga ke  sekolah-sekolah sebesar Rp.85 ribu. Dengan kesepakatan Rp 70 ribu ke terdakwa tuasikal dan Rp 15 ribu ke terdakwa Noya.

Lagi-lagi keduanya menghubungi terdakwa yasin untuk meminjam perusahaan untuk mengadakan pengadaan rapor.

Jumlah sekolah yang melakukan pemesanan sampul raport sebanyak 396  sekolah, namun khusus untuk sekolah-sekolah di Kecamatan Lei­hitu, harga sampul rapor yang dibe­rikan sebesar Rp.70 ribu yang pem­bayarannya dilakukan melalui Ba­haruddin Jamalu selaku Koordinator Wilayah.

Tetapi setelah dilakukan pemba­yaran, terdakwa Noya meminta penambahan pembayaran dari masing-masing sekolah sebesar Rp.5 Ribu per buah.

“Bahwa total nilai pembayaran yang diterima oleh oktovianus noya  bersama fritzs lukas sopacua dari 396 sekolah sebesar Rp.3.569.675.000 untuk pemesanan 42.569 buah,” tambahnya.

Selanjutnya dari Rp3 Miliar ter­sebut, Noya dan Fritz memberikan ter­dakwa tuasikal Rp.2.979.830.000, untuk pemesanan sampul rapor sebanyak 42.569 buah dengan harga cetak Rp.70.000,- per buah.

Sedangkan sisanya sebesar Rp.589.845.000,- dikuasai Okto­vianus Noya.

Akibat perbuatan para terdakwa mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara dalam pengelolaan Dana BOS Afirmasi dan Dana BOS Kinerja tahun 2020 dan tahun 2021. Serta pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler tahun 2021 dan tahun 2022 pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah sebesar Rp. 3.993.294.179,94.

Terhadap Fritzs Lukas Sopacua didakwa melanggar Primair :  Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Ayat (1), (2), (3) Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang – Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Ayat (1), (2), (3) Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang – Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (S-26)