MASA pandemi terus menguji kesanggupan adaptasi hidup. Kini ujian itu sedang ditatap dunia pendidikan. Sejak minggu lalu, rumor pembukaan sekolah dengan dimulainya tahun ajaran 2020/2021 pada Juli, langsung membuat orangtua dan guru resah.

Bahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem akhirnya memberi kan penjelasan melalui pengumuman rencana penyusunan Keputusan Bersama Empat Kementerian tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19.

Peserta didik yang berada di zona kuning, oranye, dan merah dinyatakan tetap melakukan pembelajaran dari rumah (PJJ). Ini mencakup 94% peserta didik di pendidikan dini, dasar, dan menengah. Dengan begitu, hanya 6% peserta didik yang diperkenankan menjalani pembelajaran di sekolah.

Namun, selain berada di zona hijau, masih ada tiga syarat untuk melaksanakan pembelajaran di sekolah, yakni berdasarkan keputusan pemerintah daerah atau kantor wilayah/Kantor Kementerian Agama memberi izin, satuan pendidikan sudah memenuhi semua daftar periksa dan siap melakukan pembelajaran tatap muka, serta disetujui oleh orangtua/wali murid.

Kita harus setuju bahwa persyaratan untuk berlangsungnya pem­belajaran di sekolah itu ialah bentuk adaptasi yang baik. Persyaratan itu tidak hanya memperhitungkan aspek keamanan kesehatan, tetapi juga aspek kesiapan teknis dan psikologis. Para orangtua dan guru se­mestinya tidak lagi risau, bahkan panik dengan panduan pem­belajaran ini.

Baca Juga: Corona Virus dan Tarif Angkot

Sebab, selama ini PJJ, keluhan pun tidak sedikit. Kendala utama apalagi kalau bukan akses internet. Ini bukan hanya terkait infrastruktur yang memang belum tersedia, tetapi juga beban ekonomi baru akibat mahalnya biaya internet. Maka pembelajaran kembali di sekolah, bukan saja pilihan yang baik bagi peserta didik di zona hijau, melainkan memang urgen sebab banyak peserta didik di zona itu yang selama 3 bulan ini tidak bisa belajar dengan semestinya karena memang minimnya akses internet di sana.

Walikota Ambon, Richard Louhenapessy menegaskan pihaknya sampai sekarang masih mengkaji sekolah tatap muka. Keinginan mas­yarakat untuk Sekolah di Kota Ambon segera berlakukan pembelajaran tatap muka (PTM) rupanya tidak mudah.

Mengingat Kota Ambon belum termasuk daerah yang wajib melakukan PTM, maka sampai dengan saat ini Pemkot Ambon masih mengkaji kesiapan dan kondisi penyebaran Covid-19.

Louhenapessy mengungkapkan, proses belajar-mengajar dalam masa pandemik ini tak dapat dilakukan seenaknya saja. Dikarenakan pihaknya tidak mau mengambil resiko terkait dengan penularan yang bisa saja terjadi akibat langkah yang gegabah.

Menurut Louhenapessy proses ini akan dimulai dengan sekolah tatap muka yang mungkin saja dimulai dari jenjang sekolah menengah pertama (SMP). Meski begitu ia berjanji dalam waktu dekat proses belajar mengajar secara tatap muka pasti akan dilaksanakan.

Pemaksaan PJJ sesungguhnya menutup mata dari ketimpangan akses internet yang sangat nyata di negeri ini. Di sisi lain, para orangtua yang berada di luar zona hijau juga semestinya tidak sepenuhnya bergembira dengan pemberlakuan PJJ sebab ada pekerjaan rumah besar yang belum diselesaikan Kemendikbud dan sangat berdampak pada kualitas pendidikan.

Sebagaimana yang sudah dikatakan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia, Prof Unifah Rosyidi, hingga saat ini pemerintah belum membuat standar pembelajaran dimasa pandemi. Bahkan mengenai konsep ‘pembelajaran bermakna’ yang ditugaskan kepada para guru, pemerintah hingga saat ini pun belum membuat ukuran-ukurannya.

Bisa dibayangkan, jika guru saja bingung, lalu kualitas ilmu macam apa yang kita harapkan dicapai anak-anak kita? Dalam tahap ini pe­mer­intah semestinya sadar jika adaptasi di masa pandemi, terlebih buat dunia pendidikan, tidaklah sekadar ada, tetapi juga menjaga kualitasnya. Ini terutama penting karena dampak panjang sebuah pendidikan. Maka sudah saatnya, Kemendikbud segera menyelesaikan tugas penting selanjutnya, yakni memastikan kualitas pendidikan yang sama di semua model pembelajaran, baik daring, semidaring, maupun luring. (**)