AMBON, Siwalimanews – Pengawasan internal Bank Pembangunan Daerah Maluku dan Maluku Utara lemah, alhasil 1,5 miliar rupiah uang Bank Indonesia hangus dibobol.

Akademisi Ekonomi Unpatti, Erly Leiwakabessy mengaku kaget dengan adanya persoalan hi­lang­kan Rp1,5 miliar, uang kerja sama Bank Maluku-Maluku deng­an Bank Indonesia..

Menurutnya, keja­dian tersebut tidak bo­leh dipandang sepele begitu saja tetapi dampaknya terha­dap kepercayaan masyarakat cukup besar dan berbahaya bagi bank plat merah tersebut.

“Kalau kejadian seperti ini terjadi, maka jalannya Bank Maluku tidak sesuai dengan standar perbankan baik dari aspek pengawasan internal maupun rekrutmen sumber daya manusia,” ujar Leiwakabessy saat diwawan­carai Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (19/11).

Dari aspek rekrutmen, Leiwaka­bessy menduga terjadi persoalan. Sebab seorang pegawai honorer atau outsourcing dipercaya untuk menjaga anggaran dengan nilai yang cukup besar.

Baca Juga: Mark Up Dana BOS Malteng, JPU Hadirkan 17 Saksi

Penempatan SDM di Bank Maluku kata Leiwakabessy harus ditinjau ulang, sebab yang bekerja dibidang keuangan harus diterapkan standar yang ketat.

“Pengawasan internal di Bank Maluku ini lemah dan sebenarnya untuk pengelolaan keuangan yang seperti ini tidak boleh dipercayakan ke pegawai honorer, tetapi harus ke pegawai bank yang sudah melalui seleksi yang ketat, sebab ini tanggung jawab bukan main-main,” tegasnya.

Leiwakabessy menegaskan, jika dalam pemeriksaan yang dilakukan SKAI ternyata tidak ditemukan dan sebaliknya ditemukan oleh Kepala Cabang maka diduga persoalan ini sengaja disembunyikan oleh oknum tertentu.

Selain itu, jika pegawai honorer berani melakukan perbuatan pembobolan, maka sudah pasti ada ruang yang diberikan oleh oknum-oknum tertentu di Bank Maluku Cabang Namlea saat itu sehingga pegawai honorer berani melakukan hal demikian.

Dengan adanya persoalan ini, Leiwakabessy pun mendorong agar dilakukan evaluasi terhadap seluruh mekanisme pengawasan internal di Bank Maluku, termasuk menja­tuhkan sanksi terhadap pegawai yang diduga terlibat dalam hilang­nya 1.5 miliar uang kerja sama tersebut.

“Ini berbahaya, jadi mekanisme pengawasan internal di Bank Maluku selama ini harus dirubah sebab ini kebobolan dalam sistem perbankan,” jelasnya.

Jika Bank Maluku tidak segera mengevaluasi pengawasan internal, maka dipastikan ke depan akan berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap Bank Maluku

“Pimpinan Bank Maluku jangan main-main dengan persoalan ini sebab berbahaya terhadap keperca­yaan masyarakat yang pasti terjun bebas,” cetusnya.

Berlapis-Lapis

Terpisah, mantan Direktur Utama Bank Maluku dan Maluku Utara, Dirk Soplanit mengaku, sistem audit pada perbankan dilakukan berlapis-lapis, baik pengawasan maupun pemeriksaan.

Tetapi secara umum, mekanis­menya BI akan mengetahui terkait dana 1,5 miliar yang raib dari hasil pengawasan internal bank yang dilakukan secara rutin. Terutama pada bank yang ada di cabang-cabang, yang disebut internal kontrol.

“Tapi memang semenjak beberapa tahun ini, BI tidak lagi menjadi pengawas bank, tugas itu sekarang ada pada OJK. Jadi untuk menge­tahui persoalan perbankan, apa itu soal dugaan terjadinya penyim­pangan dan lainnya, itu ada pada OJK. Sehingga kalau soal ini dipertanyakan ke BI, mereka tidak akan bisa memberikan informasi itu, karena itu tugas dan fungsi OJK. Jadi itu dari sisi pengawasan perbankan. Tetapi ada juga peng­awasan internal. Dimana mereka yang punya fungsi melakukan pengawasan secara internal dan itu rutin dilakukan,”jelas Soplanit kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Jumat (17/11).

Lanjut Soplanit, pengawasan untuk kantor bank secara kese­luruhan dalam hal ini pada Bank Maluku, ada yang namanya Satuan Kerja Audit Intern (SKAI), dan itu kedudukannya ada di kantor pusat.

SKAI yaitu, fungsi pengawasan dan pemeriksaan di kantor pusat maupun seluruh cabang. Dengan mekanisme seperti itu, tentunya setiap kantor cabang itu pengawas­an intern itu dua lapis. Yang pertama internal kontrol yang juga pegawai di cabang itu sendiri, tetapi fungsi dalam rangka pengawasan akan bertanggung jawab ke SKAI yang ada di kantor pusat.

Biasanya, kata dia, pemeriksaan yang dilakukan secara rutin itu, apalagi kontrol intern yang melekat di kantor cabang, mestinya dari waktu ke waktu harus tahu jika ada penyimpangan, penyalahgunaan dan sebagainya.

Kalaupun itu tidak temukan, misalnya karena kelemahan dan sebagainya. Maka itu bisa juga nanti ditemukan oleh satuan auditing internal yang turun dari kantor pusat yang akan mengawasi.

“Katakanlah kalau suatu ketika juga tidak ditemukan oleh dua pemeriksa itu, kontrol intern dan SKAI di kantor pusat. Pada waktunya pasti ditemukan apabila pemeriksaan itu dilakukan sesuai mekanisme yang betul, pasti bisa terungkap. Namanya pemeriksaan eksternal oleh kantor akuntan publik yang biasanya lakukan pemeriksaan setiap periode, untuk menilai kewajaran suatu laporan keuangan, tetapi juga menjurus pada operasional perbankan yang dilakukan oleh OJK,”ungkapnya.

Untuk itu sebenarnya, pada bank itu proses pengawasan sangat ketat l. Sehingga pada waktunya walau­pun itu sengaja disembunyikan, maka akan terbuka juga meskipun sudah sekian tahun. Karena mekanisme pengawasan itu akan berjalan terus.

Sementara terkait bahwa ada uang BI yang kemudian dititipkan ke Bank Maluku Cabang Namlea dan kemudian hilang Rp1,5 miliar, dirinya enggan me­ngomentari  hal itu karena belum dike­tahui pasti, itu dana apa.(S-20/S-25)