AMBON, Siwalimanews – Kebijakan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menutup pelayanan RSUD dr. M Haulussy, menyusul tiga tenaga medis positif terpapar virus corona menuai kritikan tajam dari berbagai kalangan.

Selain tiga positif berdasarkan hasil pemeriksaan swab, 22 lainnya juga positif berdasarkan hasil rapid test, terdiri dari 17 tenaga medis dan 5 tenaga administrasi.

Langkah yang dilakukan  dinilai tak tepat. Sebab RSUD dr M Haulussy bukan hanya merawat pasien Covid-19, tetapi pasien sakit lainnya.

Akademisi Hukum Pemerintahan Daerah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, Nasaruddin Umar mengatakan, penghentian operasional RSUD Haulussy membuat masyarakat kehilangan akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Menurutnya, persoalan penutupan operasional RSUD dr M Haulussy harus disikapi secara cemat. Ia meminta pemerintah memikirkan bagaimana  akses masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan nantinya.

Baca Juga: Rovik: Makanan Sahur dan Berbuka  di LPMP Terlambat

“Pemerintah daerah dalam hal ini gubernur tidak bisa mengabaikan hak masyarakat untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Apalagi itu rumah sakit rujukan,” kata Nasaruddin, kepada Siwalima, Selasa (12/5).

Menurutnya, penutupan rumah sakit bukan solusi memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19. Harusnya gugus tugas melakukan metode lain. Misalnya, proteksi ke tempat-tempat tertentu, tapi mengacu kepada protokol medis yang ada.

“Jadi paramedis itu dikarantina, sedangkan rumah sakitnya tetap jalan. Tenaga medis saja yang harus dimobilisasi, rumah sakit harus tetap beraktifitas,” katanya.

Ia meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan penutupan rumah sakit tersebut. Pemerintah juga diingatkan mempertimbangkan aspek lainnya ketika membuat kebijakan.

“Kalau ditutup, bagaimana pelayanan medis selama 14 hari? Apakah betul semua ruangan tidak steril? Sambil sterilisasi, kan aktivitas di rumah sakit bisa jalan,” ujarnya.

Tokoh pemuda, Ronny Sianressy menyayangkan kebijakan penutupan satu-satunya rumah sakit kebanggaan masyarakat Maluku itu.

Dalam sejarah penanganan Covid-19, kata Sianressy, penutupan rumah sakit mungkin hanya dilakukan di Maluku.

“Kalau ditutup urgensinya apa, mengobati covid kok rumah sakit ditutup. Ini manajemen gugus yang amburadul,” kata Sianressy.

Ia mencontohkan, Wuhan ibukota Provinsi Hubei di Tiongkok, dimana Corona Virus itu bermula dari sana, ribuan orang meninggal saja, rumah sakit tidak ditutup.

Jangankan Wuhan, mungkin terlalu jauh. Di beberapa rumah sakit di Indonesia, diantaranya RSUP di Semarang, 57 tenaga medis terpapar, bahkan ada yang meninggal. Tetapi gugus tugas atau pemerintah provinsi Jateng tidak menutup rumah sakit itu.

“Di Jakarta RS Bhayangkara Keramat Jati milik Polri dan RS Cipto Mangunkusumo yang tenaga-tenaga dokter meninggal karena menangani pasien covid juga rumah sakitnya tidak ditutup. Persoalannya kalau manajemen gugus ditata dengan baik, untuk apa rumah sakit ditutup,” tandas Sianressy.

Sianressy menilai, kinerja Gugus Tugas Maluku lamban dan terkesan tidak tulus menangani Covid-19. “Saya belum pernah melihat tindakan gugus dalam rangka eleminir, mengatasi dan mengantisipasi Covid-19. Covid ini kejadian luar biasa, sehingga penanganan pun harus luar biasa pula. Kok rumah sakit ditutup,” ujarnya.

Dikatakan, kebijakan penutupan RSUD Haulussy harus dibarengi dengan solusi. Solusi itu tidak hanya demi kepentingan para medis saja tetapi masyarakat yang punya hak mendapatkan akses kesehatan.

Sianressy mengancam akan melayangkan gugtan class action kepada pemerintah daerah khusus gugus tugas atas kebijakan-kebijakan yang diambil amburadul.

“Saya tegaskan, sebagai bagian dari masyarakat Maluku, kebijakan gubernur selaku Ketua Gugus harus benar-benar untuk kepentingan rakyat dan bukan hanya karena kekuasaan. Saya tegaskan lagi, saya akan ajukan gugatan class action. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” ujarnya.

Ia kembali menegaskan, kalau alasan gugus menutup RSUD Haulussy untuk mensterilkan gedung rumah sakit itu bukan urgensinya.

“RSUD satu-satunya rumah sakit rujukan. Jangan ditutup dong. Bagaimana kita mau mengobati orang sementara rumah sakit kita tutup. Di tempat lain tidak ada rumah sakit ditutup. Di Indonesia terjadi hanya di Kota Ambon,” tandasnya.

Hal yang sama juga ditegaskan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Ambon, Mizwar Tomagola. Menurutnya, penutupan rumah sakit bukan langkah yang tepat.

“Rumah sakit tidak perlu tutup. Tenaga medis yang terpapar Covid-19 yang mesti dikarantina,” kata Tomagola.

Ia berharap, masyarakat tetap mendapatkan pelayanan maksimal dari RSUD M. Haulussy. “Menutup akses rumah sakit akan menimbulkan masalah baru,” katanya

Wakil ketua DPRD Provinsi Maluku Melkias Saerdekut mengatakan, penutupan RSUD M Haulussy harusnya disosialisasikan lebih dulu. Tidak langsung dilakukan. Sebab, akan menimbulkan kepanikan di masyarakat.

“Kalau langsung tutup akan membawa dampak secara psikologi bagi masyarakat yang akan berobat, maupun masyarakat yang ada di sekeliling rumah sakit,” tandas Saerdekut.

Saerdekut mengaku, prihatin dengan kejadian yang menimpa tenaga medis di RSUD dr. M Haulussy. “Kejadian ini jangan dipandang sebagai suatu hal yang biasa tetapi justru hal ini harus dipandang sebagai ancaman,” ujarnya.

Lanjutnya, atas kejadian yang terjadi maka manajemen penanganan Covid-19 yang ada RSUD dr. M Haulussy maupun di rumah sakit lainnya harus diperhatikan kembali.

“Belajar dari kejadian ini maka, gugus tugas harus melakukan pengadaan alat pelindung diri dalam skala banyak agar semua tenaga medis terlindungi,” tandasnya.

RSUD Haulussy Tutup Total

Seperti diberitakan, mulai Senin (11/5) hingga Minggu (24/5) RSUD dr Haulussy, tutup total dan tidak lagi menerima pasien baru.

Apa pasal? Tiga paramedisnya terpapar virus corona. “Ya hasil swab tiga paramedis RSUD positif,” ujar Ketua harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Provinsi Maluku, Kasrul Selang kepada pers, Senin (11/5) malam.

Selain swab tiga paramedis tadi, gugus tugas juga melakukan rapid test kepada seluruh paramedis dan karyawan yang ada di rumah sakit tertua di Maluku itu. Hasilnya, 22 dinyatakan positif. Rinciannya adalah 17 paramedis dan 5 tenaga administrasi.

Sekda Maluku ini, memastikan penghentian operasi RSUD dr M Haulussy terhitung mulai tanggal 11-24 Mei 2020 mendatang.

“Jadi kita tutup pelayanan umum untuk sementara selama 14 hari kedepan, karena rumah sakit akan kita sterilkan,” tambah Kasrul. (S-39)