AMBON, Siwalimanews – Tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku menunggu hasil audit penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh Badan Penga­wasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku.

Demikian diungkapkan Kasi Pen­kum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba kepada wartawan di ruang ker­janya, Kamis (13/10).

Menurut Wahyudi, dokumen-dokumen untuk kepentingan audit seluruhnya telah diserahkan ke BPKP.

“Segala dokumen untuk kepen­ti­ngan audit  sudah kita serahkan ke auditor, koordinasi juga intens kita bangun bilamana ada keku­rangan yang perlu dilengkapi, pada prinsipnya proses sementara berjalan,” ujar Wahyudi.

Untuk siapa yang bertanggung jawab, Wahyudi mengatakan pi­haknya sementara menunggu hasil audit kerugian negara seba­gai dasar penetapan tersangka.

Baca Juga: Mantan Kepala BPKAD Maluku Digarap Polisi

“Belum ada tersangka, nanti kita lihat hasil LHPKN dari auditor dulu,” tuturnya.

Jaksa Intens Garap

Untuk menghitung kerugian ne­gara dari kasus dugaan korupsi asa medical check up di RS Haulussy maupun uang makan minum tenaga kesehatan RS Haulussy, jaksa dan BPKP Perwakilan Maluku.

Setelah sebelumnya belasan saksi dari tenaga medis, baik dokter mau­pun tenaga administrasi, kembali, Kamis (8/9) sejumlah saksi kembali digarap.

Pemeriksaan tersebut merupakan bentuk klarifikasi untuk kepentingan perhitungan kerugian negara yang dilakukan BPKP Perwakilan Maluku, terkait dugaan korupsi yang melilit rumah saksi milik daerah Maluku ini.

Hal ini ketika dikonfirmasi Siwa­lima, Kamis (8/9) dengan Kasi Pen­kum Kejati, Wahyudi Karemba membenarkannya.

Dikatakan, tim jaksa dan BPKP masih melakukan klarifikasi dengan pihak tenaga medis di RS Haulussy.

“Tim audit masih klarifikasi de­ngan para pihak,” tegasnya kepada Siwalima, Kamis (8/9) melalui pesan whatsappnya.

Untuk diketahui, kuat dugaan anggaran untuk jasa medical check up itu bermasalah, kurun tahun 2016-2020.

Selain itu, audit juga mencakup du­gaan penyimpangan anggaran penga­daan makan dan minum tenaga ke­sehatan Covid-19 tahun anggaran 2020 di RS milik daerah tersebut.

Permintaan audit jaksa dimak­sudkan untuk mengungkap dugaan kebobrokan aparatur di RS tertua di Maluku itu.

Sebelumnya, Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba juga mem­benarkan, belasan tenaga medis pada Selasa (6/9) telah diperiksa.

Kata dia, pemeriksaan dilakukan di Kantor Kejati Maluku antara BPKP dan tim penyidik Kejati.

“Kemarin itu klarifikasi terhadap saksi yang telah dilakukan pemerik­saan sebelumnya, klarifikasi dimak­sud terhadap tenaga medis, dokter, perawat dan staf administrasi, be­lasan orang,” ujarnya sembari eng­gan berkomentar lebih jauh soal kasus tersebut.

Untuk diketahui, pemeriksaan terhadap belasan tenaga medis termasuk para dokter itu karena merekalah yang melakukan peme­riksaan kesehatan terhadap Calon Kepala Daerah (Calkada) dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi Maluku tahun 2016-2020.

Pada tahun 2017, tercatat dilak­sanakan tiga Pilkada, yang proses medical check up dilaksanakan di RS Haulussy yakni, Kota Ambon dan KKT. Selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Maluku Tenggara dan Pilgub Maluku.

Kemudian pada tahun 2020, ter­catat empat kabupaten yang melak­sanakan Pilkada, dimana seluruh­nya melakukan medical check up di RS Haulussy, yaitu Kabupaten Buru Selatan, Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya dan Seram Bagian Timur.

Dalam penuntasan kasus di RS berplat merah ini, tercatat sudah 50 lebih saksi diperiksa tim penyidik Kejati Maluku.

Kata dia, pemeriksaan para saksi itu dilakukan untuk mengetahui aliran anggaran dengan pagu lebih dari Rp2 miliar. “Pagu anggarannya di kasus ini Rp2 miliar. kalau untuk kerugian sementara dihitung penyidik, untuk itu pemeriksaan saksi-saksi gencar dilakukan untuk mengetahui secara pasti jumlah indikasi kerugian yang disebabkan dalam kasus ini,” ujarnya.

Mereka yang diperiksa diantara­nya, dua mantan petinggi Dinas Ke­sehatan Maluku dan RS Haulussy adalah Meikyal Pontoh dan Justini Pawa. Pontoh adalah eks Kepala Di­nas Kesehatan Provinsi Maluku, ku­run waktu tahun 2016 hingga 2026.

Adapun Pawa, adalah mantan Direktur Utama RS pada tahun 2016, dimana kasus itu mulai dibidik.

Selain dua pejabat utama itu, penyidik juga memeriksa belasan dokter, salah satunya dokter Ade Tuankotta sebagai penanggung jawab IDI Maluku.

Belasan dokter yang diperiksa ini merupakan, penerima honorarium pem­bayaran jasa pemeriksaan kese­hatan, salah satunya pelaksanaan midical check up kepada bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten, kota dan Provinsi Maluku pada penyelenggaraan Pilkada tahun 2016 hingga 2020.

Kejati bidik sejumlah kasus di RSUD Haulussy berdasarkan surat nomor: SP 814/Q.1.5/1.d.1/06/2022.

Selain pembayataan BPJS Non Covid, pembayaran BPJS Covid tahun 2020, pembayaran kekurangan jasa nakes BPJS tahun 2019 tetapi juga pengadaan obat dan bahan habis pakai juga sarana dan prasarana pengadaan alat kesehatan dan pembayaran perda pada RSUD Haulussy tahun 2019-2020.

BPJS Kesehatan diketahui men­dapat tugas dari pemerintah memve­rifikasi klaim rumah sakit rujukan Covid-19 di Indonesia setelah veri­fikasi barulah Kementerian Kese­hatan melakukan pembayaran klaim tersebut. Diduga total klaim Covid dari rumah sakit rujukan di Provinsi Maluku sejak 2020 hingga September 2021 yang lolos verifikasi BPJS Kesehatan mencapai 1.186 kasus dengan nilai Rp117,3 miliar

Sejak tahun 2020 tercatat seba­nyak 891 kasus atau klaim di Maluku lolos verifikasi BPJS Kesehatan. Ni­lai klaim dari jumlah kasus tersebut mencapai sekitar Rp97,32 miliar dan hingga September 2021 klaim yang sudah terverifikasi ada 295 dengan jumlah biaya sekitar Rp20 miliar. (S-10)