TPPU RL Segera ke Pengadilan, Banyak Pejabat Pemkot Digarap
AMBON, Siwalimanews – Kasus tindak pidana pencucian uang dengan tersangka mantan Walikota Ambon Richard Louhenapessy, sebentar lagi bergulir di Pengadilan Tipikor Ambon.
Seluruh berkas perkara yang menyeret mantan orang nomor satu di Pemkot Ambon telah disiapkan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk dilimpahkan ke pengadilan.
KPK menetapkan RL sebagai tersangka TPPU pada 4 Juli 2022 lalu.
Mantan Walikota periode 2011-2016 dan 2017-2022 ini diduga sengaja menyembunyikan asal-usul kepemilikan harta benda dengan menggunakan identitas pihak-pihak tertentu.
Kasus TPPU ini merupakan satu rangkaian peristiwa pidana suap dan gratifikasi pemberian izin prinsip pembangunan gerai Alfamidi di Kota Ambon Tahun 2020.
Baca Juga: Waspada, CorruptorsPenyidik KPK, Meyer Volmar Simanjutak mengungkapkan, pihaknya sementara mempersiapkan segala administrasi TPPU RL untuk selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Ambon.
“Kami masih mempersiapkan administrasi pelimpahannya,” ungkap Meyer saat dikonfirmasi Siwalima melalui pesan whatsapp, Senin (6/1) siang.
Meyer menjelaskan, pihaknya telah menjadwalkan pelimpahan di bulan Januari 2025 ini. “Jika lancar pelimpahan akan dilakukan di bulan Januari ini,” ujarnya.
Sementara itu, informasi yang diperoleh Siwalima, Selasa (7/1) sejumlah pejabat Pemkot Ambon akan dihadirkan di Pengadilan Tipikor guna digarap sebagai saksi terkait perkara TPPU RL.
Kata sumber yang tidak ingin namanya dipublikasi, para pejabat Pemkot Ambon yang bakal diperiksa ini sebelumnya pada saat penyidikan telah diperiksa oleh lembaga anti rasuah itu.
“Pasti ya unsur ASN Pemkot Ambon tetapi juga unsur swasta,” ujarnya singkat.
Sumber ini enggan berkomentar lebih jauh ketika disinggung para pejabat Pemkot Ambon siapa-siapa saja yang bakal digarap.
Dari sejumlah rangkaian penyelidikan, KPK menemukan fakta yang mengarah ke tindak pidana pencucian uang yang dilakukan mantan orang nomor satu di Kota Ambon itu.
“Untuk kasus TPPU yang bersangkutan sudah kita tetapkan sebagai tersangka,” ungkap Ketua Tim JPU KPK, Taufiq Ibnugroho kepada Siwalima.
Ditanya soal berapa nilai TPPU yang sementara diusut, Taufiq belum bisa menyebutkan lantaran masih dalam pengembangan. “Soal itu prosesnya masih terus dikembangkan,” tandasnya.
Untuk mengusut lebih jauh kasus ini, pihak KPK akan melakukan sejumlah pemeriksaan termasuk pemeriksaan saksi saksi.
“Proses sementara jalan termasuk sejumlah pemeriksaan,” jelas Taufiq.
Sementara itu, juru bicara KPK, Ali Fikri yang coba dikonfirmasi, belum merespon panggilan telepon.
Periksa 100 Saksi
Tercatat sebanyak 100 saksi yang telah diperiksa tim penyidik KPK baik dari unsur ASN Pemkot maupun pihak swasta saat proses penyidikan kasus TPPU RL.
Taufiq bilang, ratusan saksi yang diperiksa itu terdiri dari ASN di lingkup Pemkot Ambon maupun rekanan.
“Terkait perkara TPPU RL penyidik KPK sudah melakukan pemeriksaan sejumlah saksi dari berbagai kalangan baik swasta maupun ASN lebih dari 100 saksi,” ujar Taufiq
Ditanya soal ASN mana yang telah diperiksa dirinya mengaku ASN pada Pemerintah Kota Ambon.
“Kalau pihak swasta yakni rekanan, sementara dari unsur ASN, mereka yang di Pemerintah Kota Ambon,” ujarnya.
RL merupakan tersangka TPPU dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang yang merupakan satu rangkaian peristiwa pidana suap dan gratifikasi pemberian izin prinsip pembangunan gerai Alfamidi di Kota Ambon tahun 2020.
MA Vonis 5 Tahun
RL sebelumnya telah dihukum 5 tahun penjara oleh majelis hakim baik pengadilan Tipikor Ambon, Pengadilan Tinggi Ambon maupun MA.
Saat ini juga, putusan 5 tahun itu tidak diterima KPK. Mereka sedang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung guna menuntut agar mantan Walikota Ambon dua periode itu dihukum 8,5 tahun penjara sebagaimana dalam surat tuntutan.
Mahkamah Agung menjatuhkan vonis terhadap RL, dengan pidana tetap 5 tahun penjara memperkuat vonis hakim Pengadilan Tinggi Ambon.
Kuasa hukum RL, Edward Diaz mengatakan, MA sudah menjatuhi vonis atas terdakwa RL, terhadap kasus dugaan korupsi suap dan gratifikasi pembangunan gerai Alfamidi di Kota Ambon.
“Kasasi dari MA terkait kasus RL sudah turun. RL tetap di hukum 5 tahun, hanya saja untuk uang pengganti yang bersangkutan kembalikan sekitar Rp500 juta lebih sesuai amar putusan,” ujar Diaz,
Mengapa hanya kembalikan uang pengganti sekitar Rp500 juta lebih, kata Diaz, karena terdakwa sudah kembalikan uang pengganti dari total Rp8 miliar lebih sebesar Rp7 miliar lebih.
“Jadi intinya terdakwa tinggal hanya kembalikan uang sebesar itu. Jika tidak kembalikan maka diganti dengan pidana subsider 6 bulan,” ujarnya kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (18/9).
Divonis 5 Tahun
RL divonis 5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon, lebih ringan 3,6 tahun, dari tuntutan jaksa KPK yang menuntutnya 8,6 tahun penjara.
Dalam amar putusan majelis hakim yang diketuai Wilson Shiver, mantan Ketua DPRD Maluku itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersama melakukan tindak pidana berupa suap dan gratifikasi, sebagaimana diatur dalam pasal 12C ayat (2) UU Nomor 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain pidana badan, RL juga divonis membayar denda sebesar 500 juta rupiah, subside satu tahun penjara.
RL juga divonis membayar uang pengganti sebesar Rp.8.045.910.000 dengan ketentuan jika tidak mampu membayar diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.
Hakim berpendapat hal yang memberatkan, RL tidak peka terhadap program pemerintah tentang pemberantasan korupsi, selain itu selaku Walikota, RL tidak memberikan contoh yang baik bagi masyarakat serta telah menerima gratifikasi sebesar Rp.8.045.910.000 dan tidak melaporkan.
Sementara hal yang meringankan, RL tidak pernah dihukum sebelumnya.
KPK Tuntut 8,6 Tahun
Sebelumnya RL dituntut 8,6 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum KPK.
Tuntutan itu dibacakan dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor, pada Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (17/1) malam.
Selain hukuman badan, KPK juga menuntut RL membayar denda sebesar Rp500 juta subsider 1 tahun penjara.
Mantan Ketua DPRD Maluku ini juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp8.045.000.000 dengan ketentuan jika tidak mampu membayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.
Dalam persidangan yang diketuai majelis hakim Wilson Shiver itu, tim JPU KPK yang dipimpin Taufiq Ibnugroho menyatakan, perbuatan RL sapaan akrab Richard yang melakukan suap dan gratifikasi dalam kasus Persetujuan Izin Prinsip Pembangunan Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon, terbukti lewat sejumlah bukti berupa keterangan saksi.
Selain itu, apa yang disampaikan RL tidak pernah dilaporkan ke KPK dalam kurun 30 hari kerja sejak diterima gratifikasi sebagaimana diatur dalam pasal 12C ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Karena itu, lanjut KPK, seluruh penerimaan uang tersebut merupakan gratifikasi yang diterima terdakwa yang tidak ada alas hak yang sah menurut hukum.
Selain RL, anak buahnya yakni Andre Erin Hehanusa juga tak luput dari tuntutan jaksa.
Orang kepercayaan RL yang turut terlibat menjadi jembatan aliran suap masuk ke RL ini dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan penjara.
Terima Aliran Dana
RL didakwa jaksa penuntut umum KPK menerima aliran dana mencapai Rp 11 miliar, dari aparatur sipil negara dan sejumlah pengusaha.
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh JPU KPK itu dipimpin hakim Nanang Zulkarnain Faisal dan digelar secara online, yang menghadirkan RL dari Gedung KPK di Jakarta.
Mantan Ketua DPRD Maluku itu didakwa atas dua kasus yaitu, penerbitan izin prinsip gerai Alfamidi di wilayah Kota Ambon serta gratifikasi.
Selain mantan walikota dua periode Kota Ambon ini diadili, anak buahnya, Andre Erin Hehanusa, dan Perwakilan Alfamidi Cabang Ambon, Amri.
Tim JPU KPK yang diketuai Tafiq Ibnugroho membeberkan aliran dana yang mengalir ke kantong mantan Ketua DPRD Maluku itu sebesar Rp11 miliar.
JPU mengungkapkan, terdakwa RL selaku Walikota Ambon pada tahun 2011 sampai bulan Maret 2022 melakukan dan turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandan sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan.
JPU menyebutkan, terdakwa menerima gratifikasi yaitu, selaku walikota secara langsung maupun tidak langsung telah menerima uang yang seluruhnya berjumlah Rp11. 259.960.000 yang berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya.
Aliran dana dengan jumlah fantastis itu diketahui diterima dari beberapa ASN pada Pemkot Ambon dan para rekanan atau kontraktor.
Pada tahun 2011 sampai Maret 2022 terdakwa menerima uang langsung berjumlah Rp8.222.250.000.
Dari ASN uang yang diterima Rp824.200.000 dengan rincian menerima dari Alfonsus Tetepta selaku Plt Direktur PDAM Kota Ambon sebesar Rp260.000.000, dari kepala Dinas PUPR Enrico Matitaputy sebesar Rp150.000.000.
Berikutnya, dari mantan Kadis Pendidikan Fahmi Sllatalohy sebesar Rp240.000.000, Kepala Badan Pengeluaran dan Aset Daerah, Roberth Silooy Rp50.200.000, Kepala Bidang Lalu lintas Dinas Perhubungan Kota Ambon Izack Jusac Said Rp116. 000.000 dan pada bulan Desember 2018 di rumah Dinas Walikota Ambon, terdakwa menerima uang dari Kepala Dinas Perhubungan kota Ambon, Robert Sapulette Rp8.000. 000.
Sementara dari rekanan Richard diketahui menerima uang sebesar Rp.7.398.050.000 dengan rincian menerima dari Pemilik PT Hoatyk, Victor Alexander Loupatty, sebesar Rp.342.500.000 yang diberikan secara bertahap.
Selanjutnya dari Direktur Utama PT Azriel Perkasa Sugeng Siswanto sebesar Rp.55.000.000, kontraktor Benny Tanihattu USD 2.500 atau Rp.34.950.000, Direktur CV Waru Mujiono Andreas Rp.50.000.000.
Kemudian dari pemilik Toko Buku NN Sieto Nini Bachry Rp.50.000.000, dari Tan Pabula Rp.85.000.000, dan Direktur CV Glen Primanugrah Thomas Souissa Rp70.000.000.
Berikutnya, Direktur CV Angin Timur Anthoni Liando Rp740.000. 000, Komisaris PT Gebe Industri Nikel Maria Chandra Pical Rp250. 000.000, Kontraktor Yusac Harianto Lenggono Rp.50.000.000, Direktur Talenta Pratama Mandiri Petrus Fatlolon Rp100.000.000 dan pemilik AFIF Mandiri Rakib Soamole sebesar Rp165.000.000.
RL juga menerima uang dari Apotek Agape Mardika Rp.20.000. 000, Direktur PT Karya Lease Abadi Fahri Anwar Solikhin sebesar Rp.4. 900.000.000, Yanes Thenny Rp.50. 000.000 dan Novry E Warella sebesar Rp.435.600.000.
Selain penerimaan langsung terdakwa juga menerima uang sebesar Rp3.037.000.000 melalui terdakwa Andrew Erin Hehanussa dengan rincian dari ASN sebesar Rp1.466. 250.000 dan rekanan sebesar Rp1. 216.250.000.
Terdakwa juga menerima dari Karen Dias Rp811.460.000, kemudian melalui Hervianto Rp75.000.000 dan Imanuel Arnold Noya Rp150.000. 000.
Selain gratifikasi, RL juga dijerat kasus penerimaan hadiah dari PT Midi Utama Indonesia terkait izin prinsip pembangunan sejumlah gerai di Kota Ambon. Dalam kasus ini, RL diketahui menerima uang fee sebesar Rp500.000.000.
JPU menjelaskan pada tahun 2019 PT Midi Utama Indonesia bermaksud untuk mengembangkan usaha retail dengan membangun gerai atau toko alfamidi di kota Ambon, dimana dalam proses pembangunannya diperlukan beberapa perijinan diantarannya ijin prinsip dari terdakwa RL selaku Walikota Ambon.
Selanjutnya Solihin selaku kuasa direksi PT MUI atas masukan Agus Toto Ganefgian selaku GM license PT MUI menunjuk terdakwa Amri untuk melakukan pengurusan perijinan dengan alasan terdakwa Amri sudah berpengalaman.
Saat itu terdakwa mengajukan biaya untuk perngurusan ijin setiap titik atau lokasi sebesar Rp.125.000. 000 yang sumber dananya berasal dari PT MUI.
JPU menyebutkan, pada Juli 2019 terdakwa Amri dan License Manager PT MUI cabang Ambon Nandang Wibowo melakukan pertemuan dengan terdakwa RL dan Terdakwa Andrew Erin di Kantor Walikota Ambon, terkait pembukaan gerai toko yang kemudian di setujui RL yang meminta terdakwa Andrew untuk mempercepat proses penerbitan izin.
Selanjutnya terdakwa Andrew meminta terdakwa Amri dan Nandang Wibowo terkait kelancaran administrasi.
Berikutnya, pada tanggal 23 Juli 2019, PT MUI mengajukan permohonan izin prinsip pendirian 27 gerai, dan pada hari yang sama juga RL menerbitkan surat perihal persetujuan prinsip pembangunan gerai Alfamidi, tanpa ada kajian dari dinas terkait.
Parahnya lagi pada bulan September, pihak PT MUI kembali menemui RL untuk maminta tambahan gerai. Lagi-lagi RL menerbitkan persetujuan prinsip pembagunan tanpa ada kajian dari dinas terkait.
Setelah izin prinsip terbit, terdakwa Amri memberikan uang secara bertahap berjumlah Rp500.000.000 kepada terdakwa RL melalui terdakwa Andrew Erin. (S-26)
Tinggalkan Balasan