AMBON, Siwalimanews – Tata Ibrahim menyata­kan banding atas putu­san hakim yang mem­vonis dirinya 13,6 tahun penjara, dalam kasus korupsi dan Tindak Pi­dana Pencucian Uang (TPPU) di BNI Ambon.

Tata menolak putusan hakim, dan menganggap dirinya tidak bersalah sehingga harus dibe­bas­kan dari putusan itu.

“Dalam fakta persi­dangan, perbuatan Tata adalah murni bisnis,” jelas Pengacara Tata, Adam Hadiba kepada Siwalima, Sabtu (16/1).

Bukti Tata tidak ber­salah, kata Hadiba, ter­bukti dari fakta persi­dangan saksi Faradiba Yusuf yang mengata­kan, bahwa Tata murni bisnis dan tidak tahu menahu soal pembo­bolan dana nasabah di BNI Ambon.

“Sesuai fakta hukum, tidak ada hubungan Tata Ibrahim dengan pihak-pihak yang di­sam­paikan dalam putu­san hukum. Dalam fakta persidangan pun, saksi Faradiba menjelaskan Tata Ibrahim tidak tahu apa-apa soal itu,” tegas Hadiba.

Baca Juga: Berkas Penyelundupan Narkoba di Kemaluan Dilengkapi

Hadiba menyebut, dalam putusan hakim ada terjadi perbedaan pen­dapat. Hakim Jefry S Sinaga menga­takan, Tata tidak bersalah. Tata ha­rusnya divonis bebas, lantaran tidak memiliki hubungan dengan pihak-pihak yang disebutkan dalam persidangan.

Seperti diberitakan, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Tata Ibrahim dengan pidana 13,6 tahun penjara dalam kasus korupsi dan TPPU di BNI Ambon.

Mantan staf Divisi Humas BNI Wilayah Makassar ini juga dihukum membayar denda Rp. 500 juta subsider 6 bulan penjara, membayar uang pengganti Rp 11,6 miliar subsider 5,6 tahun penjara.

Tata dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Ten­tang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 Tentang Pencega­han dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

“Terdakwa Tata Ibrahim  telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara ber­sama-sama,” kata Ketua Majelis hakim Pasti Tarigan, saat membaca­kan putusan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dan TPPU di BNI Ambon, Selasa (5/1) di Pengadilan Tipikor Ambon.

Putusan hakim terhadap Tata Ibrahim itu lebih berat 6 bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Sebelumnya, terdakwa dituntut JPU 13 tahun penjara. Terdakwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di BNI 46 Ambon ini juga dituntut membayar denda Rp 500 juta, subsider 6 bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 11,6 miliar, apabila tidak membayar maka ia akan dipidana penjara selama 5,6 tahun

JPU menyatakan, terdakwa ter­bukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara ber­sama-sama

Tuntutan tersebut dibacakan JPU Ahmad Attamimi dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Ambon, Selasa (1/12) lalu.

Sidang itu dilakukan secara online melalui sarana video conference. Majelis hakim, jaksa dan penasehat hukum terdakwa bersidang di ruang sidang Pengadilan Tipikor. Sedang­kan terdakwa berada di Rutan Klas II A Ambon

Sidang tersebut dipimpin majelis hakim yang diketuai Pasti Tarigan, didampingi Berhard Panjaitan dan Jefry S Sinaga selaku hakim anggota.

Jaksa menilai, perbuatan Tata ada­lah perbuatan yang telah mence­derai nama bank dan menghilangkan kepercayaan nasabah, serta telah merugikan negara. Hal itu menjadi alasan jaksa memberatkan tuntutan.

Sebelumnya, JPU membeberkan sejumlah transaksi yang ada kaitannya dengan Tata.

Pada Oktober 2018, Tata Ibrahim mentransfer uang sejumlah Rp. 98,8 miliar ke Faradiba. Faradiba lalu kembali mentransfer uang kepada Tata sebesar Rp. 80 miliar.

Jaksa mengungkapkan, ada tran­saksi mencurigakan sejumlah ratu­san hingga milyaran rupiah ke rekening adik, ponakan hingga perusahaan keluarga Tata Ibrahim.

Transaksi itu terjadi di BNI KCP Aru sebesar Rp. 29,65 milyar pada 23 September 2019 hingga 4 Oktober 2019. Dalam transaksi itu tercatat pengiriman uang ke rekening atas nama M. Alief Fiqry dan Abdul Karim Ghazali, sebanyak lima kali.

Alief Fiqry adalah ponakan Tata Ibrahim. Pada rekening miliknya, uang sejumlah Rp. 5 miliar ditransfer pada 23 September hingga 2 Oktober 2019. Uang itu ditransfer lima kali, berturut-turut sebesar Rp. 1 miliar.

Sedangkan, Abdul Karim Ghazali adalah adik kandung Tata Ibrahim. Dia menerima transferan uang sebe­sar Rp. 4,6 miliar ke rekeningnya. Uang itu juga dikirim lima kali ber­turut-turut.

Selain itu, pada rekening peru­sahaan Tata Ibrahim bernama CV. Reihan, terdapat transaksi hingga Rp. 72,9 miliar. Perusahaan itu ber­gerak dalam bidang catering. (S-49)