Tiga Kali Didemo Pemkot Nyerah
AMBON, Siwalimanews – Pemkot Ambon akhirnya menyerah, setelah dihantam gelombang demon-strasi dari para pedagang dan mahasiswa. Mereka memprotes Perwali Nomor 16 Tahun 2020 yang dinilai diskriminasi.
Tiga kali massa pedagang Pasar Mardika yang disokong mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Ambon menyerbu Balai Kota menuntut sejumlah ketentuan dalam Perwali Nomor 16 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) dicabut.
Setelah melakukan aksi demo pada Jumat (12/6) lalu, ratusan pedagang dan mahasiswa IAIN Ambon kembali mendatangi Balai Kota Ambon, Selasa (16/6). Tuntutan mereka tetap sama pencabut ketentuan dalam Perwali Nomor 16 yang mematikan usaha kecil masyarakat.
Massa tiba sekitar pukul 10.30 WIT di depan Balai Kota. Mereka kemudian berorasi dan meneriaki Walikota Ambon, Richard Louhenapessy. Mereka meminta walikota untuk keluar.
“Perwali Nomor 16 cuma par tindas rakyat kecil, katong jualan seng abis, katong pung jualan seng abis,” teriak para pedagang.
Baca Juga: Gubernur: Walikota Jangan Cengeng!Mereka menuding Pemkot Ambon lamban merespon kegelisahan rakyat kecil. “Talalu lama kamong seng jawab katong, hoee walikota kaluar,” teriak salah satu pedagang.
Para pendemo sempat melakukan sholat Zuhur di halaman Balai Kota sebelum melanjutkan orasi.
Aksi mulai anarkis, ketika belum satupun pejabat yang keluar menemui mereka. Para pedagang emosi dan melemparkan sayur-sayuran, tomat, air ikan dan telur busuk ke arah petugas Satpol PP. Beberapa pot bunga di depan Balai Kota juga dirusak.
Kericuhan pun pecah, saat massa hendak menerobos masuk ke dalam Balai Kota. Puluhan anggota Satpol PP dan polisi menahan dan berupaya menenankan mereka.
Korlap demo, Ikbal Kaplale dalam orasinya meminta Perwali Nomor 16 dicabut, terutama terkait pembatasan operasional pedagang di pasar Mardika. Dia juga menuntut Pemkot Ambon transparan soal data-data pasien yang terkonfirmasi positif Virus Corona, termasuk anggaran penanganan.
“Cabut Perwali Nomor 16 tahun 2020, transparansi pasien corona yang terjangkit,” tandas Ikbal.
Orator lainnya Risno Ibrahim menuding, Pemkot Ambon tidak mengawasi jam operasional gerai modern seperti Indomaret dan Alfamidi.
“Ada Indomaret dan Alfamidi beroperasi sampai 5 buah, sedangkan dalam Perwali diatur hanya tiga di setiap kecamatan. Ini melindungi kejahatan di dalam Perwali,” ujarnya
Rekannya Abdul Jihat Toisuta menegaskan, Perwali Nomor16 tidak mengaju pada undang-undang dan tidak melibatkan pemikiran dari kalangan akademisi.
“Perwali tidak merujuk pada perundang-undangan, kamong biking seng ada akademisi,” tegasnya.
Sekitar pukul 17.00 WIT, Sekot AG Latuheru keluar dan menemui mereka. Ia meminta perwakilan pedagang dan mahasiswa bertemu di ruangannya. Tuntutan mereka akhirnya diakomodir. Salah satunya jam operasional pedagang diperpanjang hingga pukul 18.00 WIT.
Kendati begitu Abdul Jihad Toisuta minta sekot untuk turun dan menjelaskan langsung kepada para pedagang dan mahasiswa lainnya.
“Katong minta bapak sekot turun ke bawah untuk bertemu teman-teman mahasiswa yang sampaikan segala aspirasi ini,” pinta Jihat dalam pertemuan itu.
Sebelum sekot turun, Toisuta menenangkan para pedagang dan rekan-rekannya. Di depan para pendemo sekot menjelaskan, jam operasional pasar rakyat yang awalnya dari pukul 05.30-16.00 WIT diperpanjang hingga pukul 18.00 WIT.
Sementara tuntutan lainnya akan ditampung dan diakomodir dalam pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Misalnya gerai modern tidak lagi beroperasi 24 jam.
“Nantinya untuk PSBB seluruh gerai modern juga akan berakhir jam 9, tidak ada yang dibuka hingga jam 12 malam. Untuk pemberlakuan PSBB rencananya akan dilakukan pada 24 Juni,” jelas sekot.
Sedangkan soal transparansi anggaran Covid-19, kata sekot, pemkot sudah sangat transparan.
Terkait retribusi, jika ada oknum-oknum PNS Pemkot yang menagih secara ilegal, sekot meminta melaporkan kepadanya.
“Cari nama oknum yang tagih retribusi itu siapa, datang laporkan ke saya dan kami akang berikan tindakan tegas kepada oknum bersangkutan,” tegas sekot.
Sedangkan menyangkut masalah bantuan sosial yang dianggap tidak tepat sasaran, sekot minta untuk melaporkan. “Jika ada terjadi salah sasaran dalam penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat, silakan dilaporkan.
Usai mendengar penjelasan sekot, para pedagang dan mahasiswa membubarkan diri ditengah guyuran hujan deras.
Seruduk Balaikota
Sebelumnya para pedagang pasar Mardika melakukan aksi demo di Balai Kota Ambon, Senin (15/6) memprotes Peraturan Walikota Ambon Nomor 16 Tahun 2020 yang dinilai membunuh usaha kecil.
Kali ini mereka datang lebih banyak. Ditambah lagi dengan massa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ambon.
Ratusan pedagang dan mahasiswa ini melakukan long march dari pasar Mardika dan tiba di depan Balai Kota sekitar pukul 11.30 WIT.
Saat tiba, puluhan anggota Satpol PP, personil Polsek Sirimau dan anggota PRC Polresta Ambon sudah bersiaga di depan pintu pagar.
Massa meminta masuk ke halaman Balai Kota, namun tidak diizinkan. Kericuhan pun terjadi, karena massa memaksa masuk. Para petugas yang berada di depan pintu menghalau mereka. Aksi saling dorong pun terjadi. Bahkan ada yang pingsan.
“Buka pintu pagar ini katong sakarang susah kamong sebagai pejabat harus lia katong,” teriak ibu-ibu pedagang.
Para petugas mengalah. Mereka diizinkan masuk ke halaman. Mereka lalu mengusung sejumlah poster yang diantaranya bertuliskan, Pemerintah Gagal, Hapus Perwali No 16 tahun 2020 karena menyengsarakan para pedagang.
Jam operasional pasar hanya sampai pukul 16.00 WIT ditambah lagi pemberlakuan ganjil genap membunuh usaha para pedagang. Sedangkan pasar modern seperti Alfamidi, Indomaret dan swalayan diberi keleluasaan, malah ada yang beroperasi 24 jam.
“Kebijakan ini menguntungkan kalangan atas dan menindak kami rakyat kecil. Kami minta keadilan, kebijkan ini mematikan hidup kami,” teriak Rita, salah satu pedagang.
Massa berteriak meminta walikota untuk menemui mereka dan menjelaskan secara detail kebijakan yang dibuat.
Setelah kurang lebih empat jam berorasi, Sekot AG Latuheru keluar menemui para pendemo. Sementara walikota sudah pulang duluan melewati pintu belakang.
Kepada Sekot, fungsionaris HMI Ambon Muhamad Ikbal menegaskan, Perwali Nomor 16 tahun 2020 yang dikeluarkan Pemkot Ambon sangat merugikan pedagang. Untuk itu perwali harus dicabut.
“Kami minta pemkot tinjau kembali perwali yang berlaku, segera cabut Perwali Nomor 16 karena tidak pro terhadap masyarakat kecil terutama bagi para pedagang,” tegasnya.
Bangun Dialog
Ketua DPRD Maluku Lucky Wattimury meminta Pemkot untuk membangun dialog bersama dengan para pedagang untuk mencari solusi terbaik.
“Pemkot harus bertatap muka dan dialog dengan pedagang,” kata Wattimury kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (16/6).
Menurutnya, Pemkot harus dengan lapang dada dan terbuka untuk menerima para pedagang serta berdialog tentang tujuan dari pembuatan Perwali Nomor 16 itu.
“Kalau para pedagang merasa dirugikan dengan pembatasan, sah-sah saja, sebab perasaan seperti itu akan muncul ketika mereka membandingkan dengan aktifitas swalayan sampai dengan jam 9 malam, padahal pedagang juga membayar retribusi,” ujar Wattimury.
Lanjut Wattimury, aspirasi dari para pedagang dan mahasiswa juga harus direspons dengan baik.
“Aspirasi dari pedagang pasar Mardika dapat dimengerti dan karena itu saya minta kepada Pemkot Ambon untuk dapat melihat hal itu,” ujarnya.
Kebijakan Pemkot Ambon memberlakukan PKM, kata Wattimury, sebenarnya memiliki tujuan yang sangat baik dalam rangka mengatasi penyebaran Covid-19, tetapi mesti disosialisasikan kepada pedagang.
“Dengan demikian mereka akan memahami dasar serta tujuan dari pembuatan peraturan walikota dengan begitu rakyat akan mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah,” ujarnya.
Politisi PDIP ini menegaskan, pemerintah tidak mampu sendirian menangani Covid-19 tanpa dukungan masyarakat. (Mg-6/Mg-4)
Tinggalkan Balasan