AMBON, Siwalimanews – Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut mantan Bupati Buru Selatan, Tagop Sudarsono Soulis­sa dengan pidana 10 tahun pen­jara.

Tagop dinyatakan terbukti se­cara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi se­cara berlanjut.

Tuntutan KPK  tersebut dibaca­kan dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (29/9) dan dipimpin Hakim Nanang Zulkarnain.

KPK menyebutkan, terdakwa ti­dak memiliki etikat baik untuk mengakui perbuatannya.

Tindakan terdakwa juga dinilai JPU sebagai upaya menghambat pengusutan kasus mengingat dalam memberikan keterangan ter­dakwa selalu berbelit belit.

Baca Juga:  Hari Ini BCA dan BPN

Selain pidana badan, Tagop juga dituntut membayar denda 500 juta subsider satu tahun dan uang pengganti sebesar Rp27,5 milliar, dengan ketentuan jika tidak mam­pu membayar diganti dengan hukuman penjara selama 5 tahun.

Tak hanya itu, JPU juga mem­berikan hukuman tambahan ke­pada Tagop berupa pecabutan hak untuk dipilih dalam pemilihan umum selama 5 tahun, terhitung sejak menyelesaikan pidana.

Menanggapi tuntuntan jaksa, Tagop melalui kuasa hukumnya mengajukan pembelaan. selanjut­nya majelis hakim memberikan waktu untuk menyusun nota pem­belaan selama dua minggu. Si­dang kemudian ditutup dan di­lanjutkan kembali pada 13 Oktober dengan agenda pembelaan ter­dakwa.

Terima Suap 23,2 Miliar

Sebelumnya, KPK bongkar habis peran Tagop dalam sidang perdana di Ambon.

Mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulissa resmi menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (16/6) dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum KPK.

JPU dalam dakwaannya menye­butkan, terdakwa TSS, sapaan akrab Tagop, menerima aliran dana sebesar Rp23.279.750.000.

Dana jumbo itu bersumber dari lima rekanan dan 37 organisasi perangkat daerah, termasuk camat di lingkup Pemerintah Kabupaten Buru Selatan, dengan angka yang bervariasi, sejak tahun 2015 hing­ga 2021.

KPK juga menyebutkan terdak­wa menerima uang dari sejumlah rekanan atau kontraktor yaitu, pertama Benny Tanihattu, selaku Direktur Utama PT Gemilang Multi Wahana dan Komisaris PT. Cahaya Citra Mandiri Abadi dari tahun 2012 s/d 2014 uang sebesar Rp1.980. 000.000.

Kedua, terdakwa menerima uang dari Andrias Intan Alias Kim Fui, Direktur Utama PT. Beringin Dua sekaligus sebagai pemilik PT. Tunas Harapan Maluku, PT Kad­juara Mandiri dari tahun 2012 s/d 2015 sebesar Rp400.000.000.

Ketiga, terdakwa menerima uang dari Venska Yauwalata, Di­rektur PT Beringin Dua dan seba­gai salah satu pemegang saham atau komisaris dari PT Tunas Harapan Maluku pada tanggal 29 Januari 2014 sebesar Rp50.000. 000.

Keempat, terdakwa menerima uang dari Abdullah Alkatiri selaku Direktur PT Waesama Timur dan persero pasif CV Kampung Lama Permai pada tanggal 20 Januari 2012 sebesar Rp 25.000.000 dan fasilitas hiburan  senilai Rp40. 000.000,00

Kelima, terdakwa menerima uang dari Rudy Tandean selaku Direktur PT. DINAMIKA MALUKU pada tanggal 29 Mei 2015 sebesar Rp75.000.000 melalui transfer.

Dari OPD

KPK juga menyebutkan Tagop menerima langsung uang sebesar Rp9.180.000.000,00 yang berasal dari 37 organisasi perangkat daerah sejak tahun 2011 sampai 2021.

Dikatakan, sejak tahun 2012-2021  terdakwa di kediamannya me­nerima uang Kadis Kesehatan Ibrahim Banda setiap tahun sebesar Rp350.000.000 dan total Rp2,800.000.000.

Berikutnya, OPD lainnya yang dikumpulkan oleh Badan Pengelo­laan Keuangan dan Asset Daerah dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2021, Terdakwa menerima uang setiap tahunnya Rp380.000. 000,00 yang berasal dari 37 OPD/SKPD masing-masing sekitar Rp5 juta s/d Rp10 juta serta 6 orang Camat sekitar Rp2,5 juta.

Bahwa uang tersebut oleh ben­dahara masing-masing OPD/SKPD atau kecamatan disetorkan kepada Kabid Perbendaharaan BPKAD, sehingga total uang yang telah diterima oleh Tagop dari tahun 2011 sampai dengan 2021 sebesar Rp3.800.000.000,00

Penerimaan Melalui Johny

Penuntut Umum KPK  mengung­kapkan, Tagop menerima uang melalui orang kepercayaannya Johny Rynhard Kasman sebesar Rp14.099.750.000 dari para rekanan/kontraktor di Kabupaten Buru  dengan rincian sebagai berikut: Satu, Ivana Kwelju Direktur Utama PT Vidi Citra Kencana dari tahun 2015 sampai 2017 total sebesar Rp3.950.000.000.

Dua, terdakwa menerima uang dari Andrias Intan alias Kim Fui, Direktur Utama PT Beringin Dua sekaligus sebagai pemilik PT Tunas Harapan Maluku, PT Kadjuara Mandiri tahun 2016, Andrias Intan alias KIM FUI uang sebesar Rp9.737.450.000,00 melalui Johny Rynhard Rasman.

Tiga, Terdakwa menerima uang dari Abdullah Alkatiri selaku Direktur PT. Waesama Timur dan persero pasif CV. Kampung Lama Permai pada tanggal 20 Januari 2012 sebesar Rp30.000.000 melalui Johny Rynhard Kasman.

Empat, terdakwa menerima uang dari Rudy Tandean selaku Direktur PT. Dinamika Maluku pada tanggal 3 Juni 2015 sebesar Rp300.000,000 melalui Johny Rynhard Kasman.

Lima, terdakwa menerima uang dari Venska Yauwalata Direktur PT Beringin Dua dan sebagai salah satu pemegang saham/komisaris dari PT Tunas Harapan Maluku pada tanggal 29 Januari 2014 sebe­sar Rp82.300.000,

Bahwa penerimaan uang yang seluruhnya sejumlah Rp23.279. 750.000 selanjutnya  digunakan un­tuk kepentingan pribadi ter­dakwa.

Saat menerima uang tersebut, terdakwa tidak pernah melapor­kannya kepada KPK, dalam teng­gang waktu 30 hari kerja sejak diterima, sebagaimana yang diper­syaratkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pem­berantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah di­ubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi, se­hingga seluruh penerimaan uang tersebut merupakan gratifikasi yang diterima oleh terdakwa yang tidak ada alas hak yang sah me­nurut hukum.

Perbuatan terdakwa tersebut, haruslah dianggap pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Bupati Buru Selatan sebagaimana diatur dalam pasal 12C ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai­mana telah diubah dengan Un­dang- undang nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Un­dang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta berlawanan dengan kewajiban dan tugas terdakwa sebagai penyele­nggara negara yang tidak boleh melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima gra­tifikasi sebagaimana dalam keten­tuan pasal 4, 5 dan 6 Undang –undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan bertentangan dengan pasal 76 ayat (1) huruf e Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Jo Undang-undang Nomor 12 Tentang Peru­bahan Kedua Atas Undang-un­dang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Kata KPK, terdakwa sebagai bupati memiliki kewenangan dan kekuasaan secara umum sebagai Pengguna Anggaran (PA),  menga­tur dan mengelola APBD Kabu­paten Buru Selatan serta memiliki ke­wenangan untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat pada OPD di Kabupaten Buru Selatan

Terdakwa juga memiliki supir pribadi sekaligus orang keperca­yaannya yaitu Johny Rynhard Kasman yang bertugas mengurusi keperluan pribadi terdakwa diluar kedinasan diantaranya, membayar kredit/cicilan terdakwa, menerima transfer uang, dan menarik uang di rekening milik Johny Rynhard Kasman yang dipergunakan ter­dakwa menampung uang dari para rekanan/kontraktor yang me­nger­jakan proyek di Kabupaten Buru Selatan.

KPU juga menyebutkan, ter­dakwa mengarahkan Dinas Peker­jaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR)  Kabupaten Buru Selatan Ta­hun Anggaran 2015 agar meme­nangkan perusahaan milik Ivana Kwelju, tindakan terdakwa ini bertentangan dengan kewajiban­nya sebagaimana dimaksud da­lam Pasal 76 ayat (1) huruf a, dan g Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No­mor 23 Tahun 2014 tentang Pe­merintahan Daerah dan Pasal 5 angka 4 dan 6 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepo­tisme.

Selain itu, terdakwa memerin­tahkan Abdulrahman Soulisa se­laku Kepala Dinas PUPR Kabupa­ten Buru Selatan, Joseph AM Hu­ngan selaku pejabat pembuat komitmen, pada Dinas PUPR Kabupaten Buru Selatan dan Ilyas Akbar Wael selaku Ketua Pokja Pelelangan untuk memenangkan beberapa rekanan dalam peker­jaan-pekerjaan pembangunan jalan, jembatan, gedung dan lainnya di Kabupaten Buru Selatan, dimana salah satunya adalah perusahaan Ivana Kwelju dalam Proyek Pembangunan Jalan Dalam Kota Namrole.

Pada dakwaan kedua KPK men­dakwa terdakwa bersama-sama dengan Johny Rynhard Kasman merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Ko­rupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Ko­rupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Untuk diketahui persidangan digelar secara virtual dengan agenda pembacaan Dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufic Ibnugroho Cs dipim­pin Hakim Nanang Zulkarnain Faisal. Terdakwa sendiri  mengikuti dari Rutan Klas IIA Ambon

Sementara itu, Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam rilisnya kepada Siwalima, Kamis (17/6) mengung­kap­kan, tim Jaksa telah menja­barkan secara lengkap dugaan per­buatan pidana dari para Terdakwa tersebut.

“Berdasarkan penetapan hari sidang, hari ini (16/56) Tim Jaksa KPK telah selesai membacakan surat dakwaan untuk Terdakwa Tagop Sudarsono Soulisa dkk di Pengadilan Tipikor pada PN Ambon,” ujarnya.

Tim Jaksa telah menjabarkan secara lengkap dugaan perbuatan pidana dari para terdakwa tersebut.

Persidangan dilaksanakan se­cara Hybrid, Tim Jaksa hadir langsung di Pengadilan Tipikor dan Terdakwa Tagop Sudarsono Sou­lisa hadir secara online dari Rutan Klas II Ambon. Sedangkan Terdak­wa Johny Rynhard Kasman diha­dirkan langsung diruang persi­dangan.

Selama proses persidangan perkara ini, KPK berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Ambon dan Polda Ambon untuk proses pengawalan tahanan dan penga­manan sidang.

Ke Ambon

Jaksa Penuntut Umum KPK memindahkan mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa ke Rutan Klas IIA, Waiheru, Ambon, Rabu (3/6).

Sementara satu tersangka lain, Johny Rynhard Kasman, oleh KPK dititip di Rutan Polda Maluku.

Dua tahanan KPK ini tiba di Ban­dara Pattimura Ambon, sekitar pukul 08.30 WIT dengan me­ng­gunakan maskaoainoenerbangan Garuda Indonesia, dengan nomor penerbangan GA-640 dari Jakarta.

Kedatangan keduanya men­dapat pengawalan ketat personil gabungan yang melibatkan Kejak­saan Tinggi Maluku, TNI AU dan Polsek Kawasan Bandara Patti­mura Ambon.

Tagop dan Johny yang terlihat turun dengan menggunakan rompi orange bertuliskan Tahanan KPK ini langsung dijemput pegawai Kejaksaan Tinggi Maluku menuju mobil tahanan kejaksaan.

Sekitar pukul 09.00 WIT tim kejaksaan Tinggi Maluku mem­bawa kedua tahanan KPK  mening­galkan Bandara Pattimura Ambon.

Kasi Penkum dan Humas Kejak­saan Tinggi Maluku, Wahyudi Ka­reba yang dikonfirmasi Siwalima membenarkan hal tersebut.

Menurutnya, kedua tersangka selanjutnya akan ditahan masing masing Rutan Klas II A Ambon dan di Rutan Polda Maluku yang berlo­kasi di kawasan Tantui.

“Tim jaksa KPK memindahkan kedua tahanan dari rutan KPK Jakarta ke Rutan kelas IIA Ambon dan Rutan Polda Maluku. Dalam hal ini Kejati Maluku memfasilitasi proses pemindahan kedua taha­nan dengan menjemput di ban­dara dan mengawal hingga dititipkan ke rutan,” jelas Wahyudi.

Ditahan

Seperti diberitakan sebelumnya, mantan Bupati Buru Selatan, Tagop Sudarsono Soulissa dan Johny Rynhard Kasman ditahan KPK dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji, gratifikasi dan TPPU, terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan sejak tahun 2011-2016.

Setelah dilakukan pengumpulan informasi dan data yang kemudian ditemukan adanya bukti permu­laan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke tahap pe­nyidikan, dengan mengumumkan Tagop Sudarsono Soulisa sebagai tersangka.

Selain Tagop, KPK juga mene­tapkan, Johny Rynhard Kasman dan Ivana Kwelju yang juga pihak swasta.

Dalam konstruksi perkara KPK menyebutkan, tersangka Tagop yang menjabat selaku Bupati Kabupaten Buru Selatan periode 2011-2021, diduga sejak awal menjabat telah memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Buru Selatan.

Cara yang dilakukan bupati dua periode itu yaitu, dengan meng­undang secara khusus Kepala Dinas dan Kabid Bina Marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.

Atas informasi tersebut, Tagop kemudian merekomendasi dan menentukan secara sepihak, pihak rekanan mana saja yang bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek. Baik yang melalui proses lelang maupun penunjukkan lang­sung.

Dari penentuan para rekanan ini, diduga Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk fee dengan nilai 7 % sampai dengan 10 % dari nilai kontrak pekerjaan.

Khusus untuk proyek yang sumber dananya dari Dana Alokasi Khusus, lanjut KPK. ditentukan besaran fee masih diantara 7% sampai dengan 10 % ditambah 8% dari nilai kontrak pekerjaan.

KPK menyebutkan, adapun proyek-proyek tersebut dianta­ranya, sebagai berikut pertama, Pembangunan jalan dalam Kota Namrole Tahun 2015 dengan nilai proyek sebesar Rp3,1 miliar.

Dua, peningkatan jalan dalam Kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 Miliar. Tiga, Pening­katan Jalan Ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 Miliar dan Empat, peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 miliar.

Atas penerimaan sejumlah fee tersebut, Tagop diduga menggu­nakan orang kepercayaannya yaitu, Johny Rynhard Kasman untuk menerima sejumlah uang menggunakan rekening bank miliknya, dan untuk berikutnya di transfer ke rekening bank milik Tagop.

Diduga nilai fee yang diterima oleh Tagop sekitar sejumlah Rp10 miliar yang diantaranya, diberikan oleh tersangka Ivana Kwelju karena dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015.

Selanjutnya, penerimaan uang Rp10 miliar dimaksud, diduga Tagop membeli sejumlah aset dengan menggunakan nama pihak-pihak lain dengan maksud untuk menyamarkan asal usul uang yang diterima dari para rekanan kontraktor. (S-10)