MASOHI, Siwalimanews – Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah mengembangkan sistem peringatan dan tanggap dini (SPTD) untuk menangani konflik wilayah kepulauan dengan pendekatan budaya dan kearifan lokal.

Langkah itu digagas lewat kerja sama yang dibangun Pemkab Malteng dengan Soegijapranata Catholic University (SCU) di Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Kerjasama yang dilakukan ini, merupakan salah satu bentuk pengabdian yang dilakukan oleh SCU ke daerah timur Indonesia.

Pengembangan sistem peringatan dini atasi konflik di wilayah kepulauan seperti di wilayah Maluku Tengah, terungkap dalam kegiatan forum diskusi terarah yang digelar Pemkab Malteng bersama SCU Semarang di salah satu hotel di Kota Ambon, Selasa, (10/10).

Ketua LPM SCU Trihoni Nalesti Dewi dalam diskusi itu menyebutkan, pembangunan di Maluku Tengah harus didorong untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat, untuk itu setiap potensi konflik yang ada harus segera mungkin ditangani.

“Kabupaten Maluku Tengah mengelola 49 pulau dan kendala koneksi intra dan antar pulau dapat menghambat penanganan konflik. Langkah itu harus dilalukan dengan penguatan desa sebagai sub sistem pemerintahan terkecil yang sangat dekat dengan masyarakat dalam pencegahan konflik, sebaiknya dilakukan secara maksimal,” ucap Nalesti Dewi.

Baca Juga: Pemerintah Pusat Perpanjang Pendaftaran PPPK

Menurutnya, regulasi sebagai pedoman aturan tindakan penanganan konflik di tingkat desa, perlu diperjelas. Program penanganan konflik berbasis desa ini, bertujuan untuk membantu pemda mengatasi potensi konflik, terutama karena kendala jangkauan geografis.

Pengalaman negara-negara lain membuktikan, bahwa sistem peringatan dan tanggap dini akurasinya mencapai 80% dalam pencegahan konflik.

“Dengan program yang dijalankan ini, maka kebijakan dalam pengembangan sistem peringatan dan tanggap dini dengan menekankan basis kelembagaan desa dengan menggunakan teknologi informasi dibuat oleh Universitas Katolik Soegijapranata, yang nantinya akan dibahas bersama PemkaB Malteng dengan mendengarkan aspirasi masyarakat di tingkat desa/negeri/ kelurahan,” jelas Nalesti Dewi.

Basis desa menjadi pilihan kata dia, karena desa yang merupakan kesatuan wilayah terkecil dalam sistem pemerintahan menyimpan potensi damai dengan membangun harmoni memanfaatkan komunikasi dan relasi kemasyarakatan melalui kearifan lokal sebagai modal utama.

Tradisi kultural masyarakat yang berbasis sistem kekeluargaan-kekerabatan menjadi pilar hubungan persaudaraan ‘pela gandong’. Konflik Maluku mengajarkan, bahwa pendekatan keamanan tidak cukup, maka perlu pendekatan kultural dengan penguatan desa.

“Program ini juga akan mengembangkan sistem peringatan dini dengan memanfaatkan teknologi informasi dan media sosial yang memungkinkan kecepatan dalam pengumpulan dan berbagi informasi. Teknik analisisnya akan menggunakan metode machine learning yang bersifat realtime dan otomatis untuk melakukan deteksi dini terhadap potensi konflik di tingkat lokal,” tandas Nalesti Dewi.

Program ini diharapkan juga dapat mengusulkan kebijakan publik dalam bentuk perda dan Perbup sebagai landasan regulasi, kelembagaan, maupun penganggaran untuk sistem peringatan dan tanggap dini berbasis desa dan teknologi informasi.

Terpisah Penjabat Bupati Malteng Rakib Sahubawa menyampaikan apresiasi atas upaya yang sedang digagas bersama itu.

“Kami sampaikan apresiasi dan terima kasih kepada pihak SCU atas terselenggaranya kegiatan yang besar manfaatnya bagi daerah Malteng ini, tentu melalui peningkatan peran pemerintah negeri, perangkat adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dalam upaya pencegahan konflik. Peranan Latupaty perlu ditingkatkan dengan cara melakukan pertemuan rutin dalam upaya melakukan pencegahan konflik, agar deteksi dini dan lapor dini dapat terus dilakukan,” cetus bupati.(S-17)