AMBON, Siwalimanews – Lantaran tak puas dengan putusan Mahkama Agung yang memenangkan pihak Hatala sebagai mata rumah parentah, warga Batu Merah dari pihak mata rumah Nurlette mendatangi DPRD Kota Ambon, Senin (20/11).

Kedatangan puluhan warga Batu merah ini diterima oleh Wakil Ketua DPRD Gerald Mailoa, yang kemudian mengarahkan warga untuk berdialog dengan Komisi I yang merupakan mitra dalam persoalan pemerintahan.

Dalam dialog yang berlangsung di Ruang Komisi I Baileo Rakyat Belakang Soya, warga Batu Merah dari marga Nurlette diterima oleh Ketua Komisi I Jafry Taihuttu dan Shaidna Azhar Bin Tahir dan Gunawan Mocktar selaku anggota komisi.

Dalam pertemuan itu, warga Batu Merah masih dengan tuntutan yang sama seperti pada aksi-aksi sebelumnya, yaitu menolak marga Hatala sebagai mata rumah parentah di Negeri Batu Merah dan meminta Penjabat Walikota Ambon agar tidak melantik raja dari marga Hatala sesuau putusan MA.

Mereka justru meminta agar Penjabat Walikota melantik Raja Batu Merah dari marga Nurlette yang sebelumnya telah dikukuhkan secara adat.

Baca Juga: Klinik Mata Vlissingen Jamin 100 Warga Kurang Mampu

Usai pertemuan, Taihuttu kepada wartawan mengatakan, apapun tuntutan mereka, komisi tetap akan menerima itu untuk selanjutnya ditindaklanjuti dengan Pemerintah Kota Ambon.

“Kita akan diskusikan dengan Bagian Tata Pemerintahan dan juga Bagian Hukum,”ujarnya.

Meski menerima apa yang menjadi tuntutan marga Nurlette Taihuttu mengaku, pihaknya tetap mendukung putusan MA, karena itu adalah putusan inkrah yang harus dieksekusi oleh pemerintah kota dengan menunggu proses yang dilakukan Saniri Negeri Batu Merah untuk merevisi ulang peraturan negeri yang sebelumnya menetapkan Nurlette sebagai mata rumah parentah, diubah menjadi Hatala sebagai mata rumah parentah sesuai putusan MA.

Persoalan melahirkan raja di Batu merah ini bukan hal yang baru bergulir, ini persoalan yang sudah lama, kemudian proses ini sudah berjalan dimeja hijau, yang artinya dalam proses itu, ketika hakim mengadili suatu perkara, sudah barang tentu diminta untuk kedua belah pihak mencari solusi lewat mediasi. Tetapi itu gagal, sehingga berjalannya proses hukum itu dan pada jalur ini, hakim tidak mungkin lantas memutuskan sesukanya.

“Dua belah pihak hadir dengan masing-masing kuasa hukumnya, saksinya, bukti dan fakta hukumnya, sebelum akhirnya hakim memutuskan lewat pertimbangan-pertimbangan itu dan itu membutuhkan waktu panjang, mulai dari PN sampai kasasi itu panjang,” tandas Jafri.

Untuk itu, ketika sudah ada putusan inkrah, maka tidak ada jalan lain, selain mengeksekusi putusan MA. (S-25)