AMBON, Siwalimanews – Akademisi Hu­kum Pidana Unpat­ti, Reimon Supu­sepa mengungkap­kan, KPK mene­mukan adanya bukti peran mantan Wa­likota Ambon, Richard Louhenapessy sehingga ditetapkan lagi sebagai tersangka dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.

Kata Supusepa, KPK melihat dari hasil penyidikan dari pidana asal­nya atau delik intinya yang adalah tindak pidana korupsi, dimana TPPU sendiri adalah cara untuk dapat melihat transaksi perbankan yang dilakukan para koruptor untuk memperkaya orang lain dengan cara melakukan transaksi kepada pihak-pihak tertentu. ‘

“Jadi kalau bicara tindak pidana korupsi berkaitan dengan TPUU maka dia akan menggunakan undang-undang TPPU sendiri, tetapi delik asalnya diketahui bah­wa ada indikasi kasus korupsinya dulu baru kemudian dihubungan dengan pencucian uang,” ujar Supusepa saat diwawancarai Si­walima melalui telepon selulernya, Senin (4/7).

Dikatakan, TPPU itu adalah orang-orang yang tidak terlibat langsung didalam tindak pidana korupsi, tetapi menikmati uang hasil  kejahatan.

“Jadi kalau bicara TPPU sendiri tentu normanya sudah jelas harus ditemukan dulu predikat crime atau delik intinya dari TPK baru ke­mudian masuk TPPU,” paparnya.

Baca Juga: Jadi Tersangka Baru di KPK, Pasal Berlapis Jerat Richard

Dalam Pasal 5 UU TPPU No 8 Tahun 2010 berbunyi, Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pem­bayaran, hibah, sumbangan, pe­nitipan, penukaran atau menggu­nakan, harta kekayaan yang dike­tahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pa­sal 2 ayat (1) dipidana dengan pida­na penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak 1 miliar

“Dalam UU TPPU sudah secara jelas menjelaskan orang yang menerima dan juga menguasai harta kekayaan yang diduga dari hasil kejahatan dari suatu tindak pidana korupsi, maka orang yang menerima itu dipidana sebagai pelaku Pencucian Uang,” ujarnya.

Tetapi dalam TPPU juga ada pembuktian terbalik, dimana se­orang pelaku yang diduga sebagai pelaku pencucian uang atau yang menerima pencucian uang itu dia punya hak untuk membukti bahwa hasil kekayaan yang diperolehnya itu bukan dari hasil kejahatan.

“Jadi kalau menurut pendapat beta, TPPU itu dia adalah meru­pakan hasil dari delik inti ditemu­kan barulah kemudian TPPU. Jadi TPPU dia akan berdiri ketika predikat intinya,” ujarnya.

Dalam pasal TPPU itu ada peran pelaku, ada pelaku yang mentrans­fer atau juga mengalihkan hasil kekayaan yang diduduga adalah hasil dari suatu tindak pidana, ada juga yang menyamarkan sumber dari kekayaan yang diketahui itu adalah merupakan hasil keja­hatan.

Selanjutnya orang yang mene­rima itu dia juga dikenakan TPPU, karena menerima kekayaan itu patut diduga adalah bagian dari suatu perbuatan pidana.

Dari hasil pengembangan dari delik korupsi awal itu, lanjutnya, maka RL akan ditetapkan sebagai pelaku tindak pidana berhubungan dengan TPUU.

“Ini yang diproses terpisah TPPU dari delik intinya. Jadi delik intinya ditemukan dulu baru TPPU bisa diterapkan. Untuk Pal Ris maupun orang yang menerima, orang yang mentransfer atau orang yang me­nyembunyikan atau menyamarkan asal usal kekayaan yang sebe­narnya patut diduga sebagai hasil tindak pidana korupsi,” katanya.

Menurutnya, dalam kasus RL bisa digabungan maupun bisa dipisahkan, namun yang harus dilihat bahwa TPUU tidak bisa berdiri sendiri, karena ada inti deliknya harus ditemukan dulu barulah kemudian mengarah kepada pihak-pihak lain yang mentransfer, atau menghilang asal usul aset atau kejahatan yang patut diduga merupakan unsur korupsi.

Tetapkan Tersangka

Untuk diketahui, tim penyidik KPK secara resmi, Senin (4/7) te­lah menetapkan, RL sebagai ter­sangka TPPU.

KPK menemukan walikota dua pe­riode itu sejak masih aktif melak­sanakan tugas dari tahun 2011 sam­pai 2016 selanjutnya 2011-2022, menyembunyikan atau menya­markan aset-aset miliknya dengan menggunakan identitas pihak lain.

Demikian diungkapkan Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam pesan tertulisnya kepada Siwalima mela­lui pesan whatsapp, Senin (4/7).

Ali Fikri menjelaskan, selama pro­ses penyidikan perkara tindak pidana korupsi, penyidik KPK mendapati adanya dugaan tindak pidana lain yang diduga dilakukan saat yang bersangkutan masih aktif menjabat Walikota Ambon berupa TPPU.

“Diantaranya kesengajaan me­nyembunyikan maupun menya­markan asal usul kepemilikan harta benda dengan menggu­nakan identitas pihak-pihak tertentu,” ujar Fikri.

Kata dia, pengumpulan alat bukti saat ini terus dilakukan dengan menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi.

“Perkembangan penanganan dari perkara ini akan kami selalu kami sampaikan pada masyarakat. Kami mengharapkan dukungan masyarakat dimana jika memiliki infomasi maupun data terkait aset yang terkait perkara ini untuk dapat menyampaikan pada Tim Penyidik maupun melalui layanan call center 198,” harapnya.

Pasal Berlapis

Tim penyidik KPK mengenakan pasal berlapis kepada mantan Ketua Partai Golkar Kota Ambon ini yaitu, melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi se­bagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (S-05)