Studi Bantah Ada Gen Penyebab Gay
GAGASAN tentang adanya ‘gen gay’ yang disebut-sebut sebagai gen yang dapat menentukan orientasi seksual seorang menjadi gay, dibantah oleh sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Science Magazine, Jumat (30/8).
Penelitian tersebut menekankan bahwa tidak ada istilah ilmiah untuk ‘gen gay’. Orientasi seksual seseorang tak bisa diprediksi melalui satu jenis gen, melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor genetik dan juga lingkungan.
Bantahan tersebut dikeluarkan usai peneliti melakukan survei yang melibatkan 477.522 peserta dari Inggris dan AS. Sebagai ujian perbandingan, peneliti juga melibatkan 15.142 orang di AS dan Swedia.
“Terdapat sekitar 2 hingga 10 persen orang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis, secara eksklusif maupun sebagai tambahan dari hubungan seks dengan lawan jenis,” kata peneliti seperti yang dilansir dari CNN.
Hasil survei menunjukkan, terdapat ratusan gen yang memiliki pengaruh pada seksualitas. Namun, meski faktor-faktor genetik tersebut dikombinasikan, faktor genetik hanya menyumbang 8-25 persen. Dianggap cukup kecil sebagai ‘penyumbang’ orientasi seksual sesama jenis.
Baca Juga: WHO: Menolak Vaksin Sebabkan Kasus Campak MeningkatHanya saja, Profesor Greg Neely dari University of Sydney mengatakan bahwa studi ini memiliki kelemahan.
“Kelemahan utamanya karena penelitian ini didasarkan pada data orang berusia 40 hingga 70 tahun di Inggris. Sehingga para pelaku seksual di era yang lebih muda menjadi kurang terwakilkan,” katanya.
Walau begitu, penelitian ini tetap menekankan bahwa gen tak dapat dijadikan patokan untuk memprediksi apakah seseorang akan menjadi gay atau tidak.
“Orientasi seksual bisa dipengaruhi oleh banyak gen, tapi tidak ditentukan oleh (satu) gen,” kata Brendan Zietsch seorang Penulis studi dan peneliti genetika di University of Queensland. “Ada faktor non genetik yang juga penting.”
Faktor non genetik yang dimaksud ialah faktor lingkungan.
“Karena prevalensi partisipan dengan perilaku seksual sesama jenis dilaporkan berubah dari waktu ke waktu, kemungkinan lingkungan sosial juga memiliki pengaruh besar,” papar peneliti.(*)
Tinggalkan Balasan