GANGGUAN tiroid tak hanya menyerang orang dewasa. Anak-anak pun tak luput dari penyakit tidak menular yang menyerang kelenjar tiroid ini. Hipotiroid kongenital (HK) merupakan gangguan tiroid yang umum dialami anak.

Tak main-main, HK tak cuma membawa dampak pada keluhan-keluhan fisik. Ahli endokrin anak, dr Andi Nanis Sacharina mengatakan, HK memiliki dampak menakutkan lantaran turut memengaruhi perkembangan mental anak.

“Pernah enggak terbayang anak seperti menyimpan bom waktu? Umur 2-3 bulan dia senyum tapi pandangannya kosong, enggak bisa tengkurap, ternyata anak punya hipotiroid kongenital,” kata Nanis kepada awak media, beberapa waktu lalu.

Sebanyak 1 dari 2.700 kelahiran bayi berpotensi mengalami HK. Dengan angka kelahiran 5 juta per tahun, berarti ada 1.600 bayi dengan HK lahir setiap tahunnya di Indonesia.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya HK pada anak. Sebut saja perkara kelenjar tiroid yang tidak terbentuk, kelenjar tiroid berada pada posisi yang salah, dan faktor genetik ibu.

Baca Juga: Olahraga Yang Paling ‘Tokcer’ Buat Seks Makin ‘Hot’

Gejala yang muncul antara lain bayi berkulit kuning berkepanjangan, minum sering tersedak, pusar menonjol, lidah tebal, hidung melebar dan pesek, kesulitan bicara, perut buncit, tangan dan kaki terasa dingin, tubuh cebol, dan munculnya keterbelakangan mental.

Gejala yang muncul menandakan adanya keterlambatan tumbuh kembang anak yang tidak bisa diperbaiki.

Nanis mengatakan, dampak HK bisa berlaku seumur hidup. Sebanyak 50 persen pasien terlambat didiagnosis. Kebanyakan dari pasien memiliki IQ kurang dari 90.

“Oleh karena itu wajib dilakukan skrining bayi baru lahir. Ini bisa minta ke tenaga medis, paling tidak 48-72 jam setelah bayi lahir dicek SHK (screening hipotiroid kongenital),” jelas Nanis.

Prosedur SHK berlaku sama bagi siapa pun tanpa mengenal usia. Sampel darah pasien akan diambil. Bila positif, maka pengobatan bisa dilakukan lebih cepat sebelum bayi berumur 1 bulan. Pemeriksaan dan pengobatan dini mencegah anak mengalami keterbelakangan mental.

SHK juga tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) Nomor 78 Tahun 2014 tentang Screening Hipotiroid Kongenital. Dasar hukum ini menjadikan SHK wajib dilakukan pada bayi baru lahir.

Kendati demikian, Nanis menyayangkan masih banyaknya orang tua yang melakukan skrining. Padahal, hal tersebut akan berdampak pada kehidupan anak ke depan.

“Skrining kadang tidak dikerjakan. Ini [skrining SHK jadi] PR kita untuk menyelamatkan otak anak,” pungkas Nanis. (*)