Studi Banding Sampah di DKJ, Bentuk Buang-buang Anggaran

AMBON, Siwalimanews – Studi banding pengelolaan sampah yang dilakukan Komisi II DPRD Maluku ke Dinas Lingkungan Hidup Jakarta dinilai tidak tepat sasaran dan hanya bentuk buang-buang anggaran.
Akademisi Fisip Unpatti Jeffry Leiwakabessy menjelaskan, persoalan sampah memang saat ini menjadi masalah krusial bukan saja di Maluku tetapi semua daerah, sehingga keputusan DPRD untuk membentuk Perda merupakan hal yang wajar tetapi harus disesuaikan dengan urgensitas agar tidak mubasir.
Menurutnya penanganan sampah tidak hanya berbicara terkait aspek hukumnya saja, tetapi kesiapan infrastruktur pendukung mulai dari armada hingga tempat pengolahannya.
Sementara Pemerintah Provinsi Maluku tidak memiliki instrumen dalam penanganan sampah seperti Dinas Persampahan, karena semuanya berada pada pemerintah kabupaten dan kota.
“Ini bukan persoalan payung hukumnya saja, tapi soal ekseskusi dilapangan dan itu adanya di kabupaten dan kota bukan di provinsi, makanya kebijakan ini tidak tepat sasaran,” ujar Leiwakabessy kepada Siwalima melalui tele-pon selulernya, Senin (24/2).
Baca Juga: Jelang Ramadan, Pemprov Gelar Gerakan Pangan MurahDikatakan sah-sah saja jika DPRD ingin membuat perda terkait penanganan sampah, karena berkaitan dengan fungsi legislasi yang dimiliki tetapi hanya bersifat perda payung.
Pembentukan perda payung tidak sampai mengatur secara detail bagaimana tata cara penanganan sebab akan menjadi kewenangan Kabupaten dan Kota untuk membentuk Perda yang mengatur secara rinci tata cara penanganan sampah.
“Kalau cuma perda payung kan ada pakar hukum dan lingkungan banyak di Maluku, seharusnya dilibatkan saja tidak perlu lagi studi banding ke Jakarta yang menghabiskan anggaran ratusan juta,” jelas Leiwakabessy.
Lagi pula yang mesti mengetahui secara jelas tata cara penanganan sampah itu pemerintah kabupaten dan kota sebagai bagian dari kewenangan yang dimiliki.
Momentum efisensi anggaran lanjut Leiwakabessy, harus dijadikan sebagai dasar bagi DPRD untuk mengevaluasi kerja-kerja selama ini, apakah telah menjawab kebutuhan dasar masyarakat atau justru tidak tepat sasaran.
“Sebagai masyarakat kita juga tidak setuju lah DPRD harus keluarkan anggaran ratusan juta untuk keberangkatan studi banding masalah sampah ini, cukup di Ambon saja dengan melibatkan banyak pakar di Unpatti,” tegasnya.
Sementara itu Aktivis Lembaga Pemantauan Penyelenggara Negara Minggus Talabessy menilai kebijakan Komisi II DPRD untuk membentuk Perda sampah dengan jalan melakukan studi banding tidak tepat sasaran.
Hal ini karena pemerintah Provinsi Maluku tidak memiliki instrumen pendukung seperti OPD teknis hingga peralatan pendukung.
“Bagi kami apa yang dilakukan Komisi II ini tidak sesuai dengan semangat efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah pusat,” tegasnya.
Menurutnya pembentukan perda payung yang selama digaungkan hanya terkesan buang-buang anggaran, sebab pemerintah kabupaten dan kota di Maluku ada yang telah membuat perda itu.
Apalagi konteks penanganan sampah masing-masing Kabupaten/Kota itu tidak sama maka biarlah penanganan sampah itu menjadi kewenangan kabupaten dan kota.
“Kita pikir itu tidak begitu penting karena kabupaten dan kota sudah melakukan atau membentuk Perda penanganan sampah jadi tidak perlu ada Perda lagi. Apakah tidak bertentangan dengan Perda yang dibawa, nah ini nanti jadi menimbulkan masalah baru lagi,” jelasnya.
Talabessy menegaskan wila-yah Maluku berbeda dengan wilayah Jawa, Maluku adalah daerah pulau-pulau ini sehingga akan sulit menerapan satu perda untuk sebelas kabupaten dan kota.
Studi ke DKJ
Seperti diberitakan sebelumnya, walau sudah ada peraturan daerah, namun pengelolaan sampah di Kota Ambon masih memprihatinkan.
Hal inilah yang kemudian memicu Komisi II DPRD Maluku studi banding ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
“Studi banding ini sebagai tindak lanjut atas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang penyelenggara pengelolaan sampah yang telah ditetapkan dewan beberapa waktu lalu dan kami komisi II ke DLH DKJ , ternyata Perda sampahnya memang sudah ada,” jelas Wakil Ketua Komisi II DPRD Maluku, John Laipeny kepada Siwalima melalui sambungan teleponnya, Minggu (23/2)
Dikatakan, komisi ke DKI Jakarta untuk melihat payung hukum pengelolaan sampah
“Kita study banding guna melihat payung hukum untuk 11 kabupaten/kota. Sebab Kota Ambon yang punya payung hukum harus menjadi contoh pengelolaan sampah dengan baik karena
Untuk Maluku, takhusus Kota Ambon masih sangat memprihatinkan sebagai satu satunya pemilik Perda Pengelolaan sampah,” Ungkap Laipeny
Dari hasil studi banding yang dilaksanakan, lanjutnya terdapat beberapa produk turunan yang bisa dipelajari dari pengelolaan sampah di DKJ untuk nantinya dijadikan sebagai landasan hukum.
Dimulai dari operasional, DLH DKJ telah siapkan beberapa sarana prasarana berupa bank sampah di beberapa titik, baik itu untuk sampah organik, non organik, maupun B3. Hal ini didukung dengan sosialisasi sampai tingkat desa, hingga RTRW.
“Masyarakat DKJ saat studi banding ternyata dilibatkan dan punya peran juga dalam pengelolaan sampah. Nah kita juga akan mengimbau ke masyarakat Maluku, khususnya Kota Ambon, ada beberapa titik yang sudah ada bank sampahnya. Tinggal kita tingkatkan lagi, ini terpulang ke masyarakat,” tandasnya
Politisi Gerindra Maluku asal Bumi Kalwedo mengaku selain bank sampah, warga yang punya peran dalam pengelolaan sampah itu juga diberikan reward.
“Dalam pengelolaan sampah, pemerintah DKJ memberikan reward bagi masyarakat yang telah memilih sampah, mulai dari para pengumpul, hingga pengolahan awal.
Reward yang diberikan berupa bonus pembayaran listrik, selain reward ada juga sanksi bagi masyarakat hingga pengusaha restaurant, hotel dan lain sebagainya yang melanggar apa yang sudah ditetapkan pemerintah. (S-20)
Tinggalkan Balasan