AMBON, Siwalimanews – Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan pemuda Cipayung Kota Ambon, melakukan demonstrasi di Kantor Kejaksaan Negeri Ambon, Kamis (10/1)

OKP Cipayung yang terdiri dari, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Gerekan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), tidak setuju de­ngan kebijakan Kejari Ambon me­nghentikan kasus dugaan penya­lahgunaan anggaran di Sekretariat DPRD Kota Ambon, Rp5,3 miliar sesuai temuan BPK.

Mereka menuding Kejari Ambon dibawah pimpinan Dian Frits Nalle melindungi oknum-oknum di DPRD Kota Ambon dalam kasus dugaan korupsi tersebut.

Ketua Umun GMKI Ambon, Jo­sias Tiven dalan orasinya mengata­kan, dengan penghentian kasus dugaan korupsi DPRD ini maka seakan-akan membuka ruang siapa saja bisa melakukan korupsi dengan jaminan ketika diketahui aparat penegak hukum, barulah uang negara dikembalikan.

“Wakil rakyat atas nama rakyat pencuri uang rakyat dan dilindungi Kejari. Kami rasa tidak ada keadilan, tujuan hukum juga tidak tercapai. Yang kita bicara apa, keadilan yang kita dapat, apakah keadilan cuma didapat orang-orang yang punya kuasa saja,” teriak Tiven.

Baca Juga: Bos PT Inti Artha Nusantara Divonis Bebas, Jaksa Kasasi

Senada dengan itu, Ketua IMM Hamja Loilatu menegaskan, yang namanya pencuri harus dipidana apapun status dan derajatnya.

Menurutnya, dalam kasus ini, Kejari Ambon bukannya mengikuti perintah Undang Undang untuk memberantas tindak pidana korupsi, justru malah melindungi tindakan tersebut.

“Yang namanya pencuri harus dipidanakan, kalau dibiarkan maka tidak ada kesejahteraan kepada mas­yarakat, uang rakyat akan kembali dicuri, karena mereka tahu Kejari lindungi mereka. Ini sama saja Kajari mengajarkan kita bahwa ketika ada kesempatan mencuri saja, kalau ketahuan kita kembalikan agar bisa keluar dari proses hukum,” ujarnya..

Dikatakan, ketidakadilan terlihat dalam kasus ini. Jika dibandingkan kasus Odie Orno. Dimana Orno tetap dipidana sekalipun sudah mengembalikan keuangan negara.

Dirinya juga menyesalkan perilaku wakil rakyat yang melihat rakyatnya yang kesusahan di tengah pandemi, justru memanfaatkan keadaan dengan mencuri uang rakyat.

Pengembalian kerugian negara, lanjut dia, sebenarnya sudah mem­buktikan bahwa oknum-oknum anggota DPRD itu terlibat dalam dugaan korupsi itu, tetapi mengapa malah dihentikan.

“Masyarakat Kota Ambon dibatasi pergerakannya di tengah Covid-19, tetapi wakil rakyat malah menari dengan uang hasil curian, sebenarnya mengembalikan uang negara dengan tidak langsung mereka mengakui mencuri uang negara. Tapi koq? Atau jangan-jangan Kajari diduga sudah disuap untuk melindungi kasus ini,” tudingnya.

Menanggapi aksi tersebut, Kajari, Nalle yang langsung menemui ratusan mahasiswa ini menjelaskan, alasan dihentikanya pengusutan kasus lantaran perkara dimaksud merupakan hasil temuan BPK, yang kemudian merekomendasi Walikota Ambon untuk menarik kerugian yang ditentukan.

“Audit BPK masih berupa indikasi atau tanda-tanda yang bersifat perkiraan. Dalam rekomendasi BPK memerintahkan walikota untuk me­narik kerugian negara bukan meme­rintahkan penegak hukum untuk pidana. Untuk itu kami ambil langkah penyelidikan agar keuangan negara itu dikembalikan,” jelas Kajari.

Kata Kajari, pihaknya tidak me­maksakan kasus ini dilanjutkan lantaran belum memenihi unsur untuk dinaikan ke tahap penyidikan,  Dimana dalam penanganan kasus korupsi untuk sebuah kasus dinai­kan ke tahap penyidikan diperlukan bukti keuangan negara.

Dijelaskan, dari sisi hukum kasus DPRD Kota Ambon masih dalam proses penyelidikan dan bukan penyidikan. Dalam penyelidikan itu, sudah ada pengembalian kerugian negara.

“Dari sisi hukum ini masih penye­lidikan bukan penyidikan, dalam pe­nyelidikan sudah ada pengembalian kerugian, kalau unsur kerugian ne­gara tidak ada bagaimana kita pida­na­kan orang. ketika saya paksakan naik di pengadilan pasti gugur biaya perkara kasus Rp.150 juta, kalau tetap ngotot naik justru saya yang ru­gikan karena paksakan kasus yang tidak memenuhi unsur,” tu­turnya.

Usai mendengar penyataan Kajari, massa kemudian membubarkan diri menuju Kantor Kejati Maluku. De­ngan tuntutan yang sama massa di te­mui Kasi Penkum dan Humas Ke­jati yang menerima penyataan sikap untuk kemudian disampaikan ke pimpinan.

Jaksa Keliru

Akademisi Hukum Pidana Un­patti, Diba Wadjo menegaskan lang­kah Kajari Ambon Dian Fris Nalle sangat keliru, lantaran menghenti­kan penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan korupsi di Sekretariat DPRD Kota Ambon.

Kata dia, sesuai dengan pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 menyebutkan pengem­balian kerugian negara atau pereko­nomian negara itu tidak menghapus dipidananya pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 UU tersebut.

Karena itu, lanjut Wadjo, Kajari Ambon keliru jika kasus dugaan korupsi di DPRD Kota Ambon dihentikan. Semestinya lanjut Wad­jo, proses hukum tetap dilanjutkan karena itu akan menjadi bukti di pengadilan bagi hakim dalam me­ringankan pidana yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana.

“Sangat keliru kalau jaksa henti­kan kasus ini, karena pasal 4 UU Tipikor sudah sangat jelas, pengem­balian uang negara tidak menghapus tindak pidana yang sudah dilaku­kan,” katanya.

Menjurutnya, kasus DPRD Kota Ambon tidak berbeda jauh dengan penangganan kasus dugaan dugaan korupsi pengadaan 4 unit speed boat pada Dinas Perhubungan dan Ko­minfo Kabupaten Maluku Barat Daya terhadap mantan Kadishub Demianus Orno, dimana hakim menjatuhkan vonis kepadanya 1,4 tahun penjara, sedangkan jaksa penuntut umum menuntutnya 2 tahun penjara. Dimana dalam per­timbangkan hukum hakim bahwa, jika merujuk pada Undang Undang, maka pengembalian kerugian negara tidaklah menghapus perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa.

“Kejari Ambon harus belajar dari kasus ini, dimana Odie Orno sudah mengembalikan kerugian negara, tetapi pasal 4 menyebutkan, peng­em­balian kerugian negara tidak menghapus tindakan pidana yang dilakukan,” ujarnya.

Dengan demikian, lanjut Wadjo, sangatlah keliru jika Kajari Ambon harus menghentikan proses hukum kasus ini dan mengenyampingkan pasal 4 UU Tipikor itu.

Baca Lagi UU Tipikor

Direktur Mollucas Corruption Watch (MCW), Hamid Fakaubun menyarankan agar tim penyidik Kejaksaan Negeri Ambon membaca ulang Undang Undang tindak pi­dana korupsi, terkait pengembalian kerugian keuangan negara

“Telah jelas pada UU Tipikor pasal 4 tertulis, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekono­mian negara, tidak menghapus proses tindak pidana yang dilaku­kan,” ungkap Fakaubun dalam rilis­nya yang diterima Siwalima, Senin (7/2).

Dikatakan, pengembalian keua­ngan negara yang dilakukan oknum-oknum di DPRD Kota Ambon, tidak serta merta menutup kasus dugaan korupsi Rp5,3 miliar di DPRD.

Menurutnya, Kejari Ambon seba­gai lembaga penegak hukum, harus­nya berani dalam membongkar ka­sus korupsi yang sudah diketahui masyarakat luas, bukan malah ditutup.

“Tak ada dalil dan logika hukum yang bisa dipakai sebagai landasan. Berhenti membuat kebodohan di ruang publik, itu jelas-jelas perbu­atan tindak pidana korupsi yang seharusnya diteruskan,” tegasnya.

Fakaubun lalu memberi contoh seperti dilansir dari Perpustakaan. kpk.go.id, pasal 4 UU Tipikor me­nyebutkan, bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak meng­hapuskan dipidananya pelaku tindak pidana.

Oleh karena itu, lanjutnya, peng­hentian penyidikan dan penuntutan perkara korupsi, karena alasan telah mengembalikan kerugian negara, merupakan alasan yang tidak tepat dan bertentangan dengan undang-undang

Catut Nama Kajari

Seperti diberitakan sebelumnya, pasca BPK menemukan dugaan penyalahgunaan anggaran di DPRD Kota Ambon, pimpinan dewan me­nggagas pertemuan rahasia, dengan melibatkan sebagian besar Anggota DPRD Kota.

Anehnya, pertemuan itu bukan­nya digelar di ruang sidang Baileo Rakyat, Belakang Soya, malah dibi­kin di Hotel The Natsepa.

Pertemuan rahasia yang digelar Rabu (3/11) malam, dimaksudkan untuk mengkonsolidasikan presepsi anggota dewan, terhadap kasus yang bakal disidik jaksa itu.

“Sumber Siwalima di DPRD Kota Ambon menyebutkan, dalam perte­muan itu pimpinan dewan lebih banyak mengeluarkan isi hatinya mengenai temuan BPK.

Menurut sumber yang minta nama­nya tidak ditulis itu, pertemuan rahasia tersebut dipimpin Ely Toi­suta, didampingi Gerald Mailoa dan Rustam Latupono. Hadir pula Sekre­taris DPRD Steven Dominggus.

Sesuai rencana, pertemuan itu mestinya digelar pukul 19.00, tapi molor hingga pukul 21.30, karena menunggu kedatangan 35 anggota dewan.

Sayangnya, hanya 29 orang yang menghadiri pertemuan rahasia itu, sementara enam lainnya tidak hadir.

“Yang tidak hadir itu Lucky Upulatu Nikijuluw Fraksi PDIP, Saidna Azhar Bin Tahir Fraksi Gabungan, Astrid Soplantila Fraksi Gerindra, Obed Souisa dari Fraksi Demokrat dan Tan Indra Tanaya Fraksi Nasdem, jelas sumber itu Rabu (17/11).

Diceriterakan sumber tadi, dalam pertemuan, Ely Toisuta berkali-kali meminta agar anggota dewan solid dan satu hati agar masalah yang melilit lembaga wakil rakyat itu dapat diselesaikan.

Menurut ibu ketua, dari hasil konsultasi dengan Kajari Ambon, beliau menitip pesan kalau masalah ini mau selesai, seluruh anggota dewan harus satu hati. Beberapa kali ibu ketua menyebutkan nama pak kajari dalam pertemuan itu,” ujar sumber tersebut.

Dalam pertemuan itu, anggota dewan rame-rame mengeluarkan uneg-uneg mereka, termasuk keter­bukaan oleh pimpinan yang selama ini dinilai tertutup. Selain itu, performance ketua dewan yang sangat standar dan biasa-biasa saja, karena sejak dilantik hingga kini, belum pernah memimpin rapat paripurna.

Mengetahui namanya viral di Hotel The Natsepa, Kajari Ambon Dian Fris Nalle sesumbar akan bekerja serius dan optimal untuk mengusut temuan BPK itu.

“Kita akan bekerja sesuai SOP dan tidak akan pernah terpengaruh dengan isu maupun intervensi dari siapapun. Kita akan tetap berkomit­men untuk mengusut temuan BPK ini,” tandas Nalle, kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Rabu (17/11).

Kajari juga menepis adanya informasi atau isu yang beredar di tengah masyarakat bahwa dalam rapat internal DPRD Kota Ambon di Hotel The Natsepa, beberapa waktu lalu, ada pernyataan Ketua DPRD Kota Ambon, Elly Toisuta bahwa temuan BPK sudah aman di jaksa.

“Kalau ada informasi yang beredar di tengah masyarakat seperti itu, tidak benar. Jaksa yang mana yang dimaksudkan itu? Kami akan tetap bekerja sesuai SOP,” tegas Nalle. (S-10)