AMBON, Siwalimanews – Ketersediaan mi­nyak tanah di Maluku telah meresahkan masya­rakat lantaran harga minyak tanah di Kota Ambon melonjak se­cara drastis dari harga normal Rp3.500 per liter  menjadi Rp 5000 per liter.

Menanggapi kondisi tersebut, pelaksana tugas Kepala Dinas Perindustrian dan Per­dagangan Provinsi Maluku, Yahya Kotta mengakui, terjadinya kelangkaan mitan dika­renakan keterbatasan stok.

“Dari hasil koordinasi de­ngan Pertamina jatah kese­luruhan untuk Maluku me­mang terbatas, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan yang ada,” ujar Kota kepada wartawan di Kantor Gubernur, Kamis (25/8)

Kata Kota, Dinas Perindustrian dan Perdagangan tidak memiliki kewenangan untuk mengatur keter­sediaan minyak tanah, melainkan Dinas ESDM Maluku yang sesuai informasi bersama dengan Pertamina dan pemerintah kabupaten/kota untuk penambahan jatah mitan.

“Mitan kewenangan di kabupa­ten/kota meentukan harga enceran tertinggi. Kebutuhan itu terbatas karena keterbatasan di pertamina untuk jatah masing-masing kabu­paten/kota, sehingga kondisinya seperti begini. Koordinasi sudah dilakukan oleh Dinas ESDM dan pertamina untuk melihat keterba­tasan yang ada,” tegasnya.

Baca Juga: Tabrak Motor, Avansa Muat 6 Penumpang Terbalik

Jaya belum dapat memastikan selain stok yang terbatas apakah ke­langkaan minyak tanah di beberapa wilayah akibat penimbunan yang dilakukan oleh penyuplai, sebab belum melakukan pengawasan se­cara langsung.

“Saya tidak bisa menyampaikan, kecuali ada fakta yang dilihat, se­panjang kita tidak melakukan pene­lusuran dengan bukti-bukti yang valid, kita tidak mengatakan hal tersebut,” tandas Yahya.

Yahya pun meminta dukungan dari aparat kepolisian untuk dapat mengusut persoalan ini dan bila kedepatan dapat langsung ditindak sesuai aturan hukum yang berlaku.

Tolak Kenaikan

Terpisah, sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Maluku, Ruslan Hurasan memastikan pihaknya menolak dengan tegas rencana Pemerintah Pusat untuk menaikan harga bahan bakar minyak bersub­sidi.

Penegasan ini disampaikan Hu­rasan kepada wartawan di Ruang kerja Komisi II, Kamis (25/8) me­res­pons adanya kebijakan peme­rintah pusat untuk menaikan harga BBM bersubsidi khususnya per­talite.

Kondisi masyarakat saat ini belum terlalu pulih pasca pandemi Covid-19, maka ketika kebijakan menaikkan harga BBM dilakukan Pemerintah Pusat, justru akan mempersulit masyarakat.

Apalagi, kemampuan daya beli yang cukup tinggi tetapi justru berdampak pada pendapatan ma­syarakat yang tidak sebanding, se­hingga harus dievaluasi dan pertim­bangan kembali oleh pertamina dan pemerintah dengan alasan kebutu­han masyarakat.

“Secara tegas menolak kenaikan BBM yang bersubsidi oleh Pemerin­tah Pusat, sebab kebutuhan masya­rakat saat ini cukup sulit,” ujar Hurasan.

Kata Hurasan, Pertamina dan pemda harus mencari solusi salah satunya dengan memperketat peng­awasan terhadap SPBU-SPBU, ka­rena selama ini penjualan tidak sesuai dengan aturan.

“Banyak sekali keluhan disampai­kan supir angkot dimana harus mengantri BBM bersubsidi, bersama dengan kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan diatas rata-rata yang mestinya tidak menikmati BBM bersubsidi,” ujarnya.

Dia menambahkan, persoalan ini terjadi akibat pengawasan lemah dari Pemerintah Daerah khususnya Dinas Perdagangan dan Perindus­trian yang selama ini tidak turun langsung pantau setiap SPBU secara rutin.(S-25)