Soal Remunerasi & Perjalanan Dinas Bank Maluku, DPRD: Urus Modal Inti
AMBON, Siwalimanews – DPRD Maluku mengecam sikap direksi dan pejabat Bank Maluku-Malut yang hanya mementingkan urusan pribadi, ketimbang masa depan bank.
Pasalnya, setahun menjelang berakhir tenggat waktu modal inti Rp3 triliun yang diberikan OJK, direksi dan pejabat Bank Maluku-Malut lebih sibuk membahas remunerasi dan perjalanan dinas.
Menyikapinya, Wakil Ketua Komisi III DPRD Maluku, Frangkois Klemens Orno menegaskan, modal inti merupakan kebutuhan mendesak bank yang mesti didahulukan direksi dan juga pejabat bank, bukan remunerasi dan perjalanan dinas.
Dengan digaji mahal dan diberikan fasilitas berkelas, kata Orno, semestinya direksi dan pejabat bank lebih mengutamakan kerja untuk mencapai target modal inti Rp3 triliun.
“Mereka itu digaji mahal dengan didukung seluruh fasilitas mewah. Semestinya mereka mencurahkan segala daya upaya untuk memajukan bank, dalam hal yang paling mendesak adalah memenuhi target modal inti sesuai syarat Otoritas Jasa Keuangan,” kata Orno kepada Siwalima, Senin (21/8), di Baileo Rakyat, Karang Panjang.
Baca Juga: Pemprov Harus Siapkan Rencana Pengelolaan PasarKarenanya Orno menyarankan agar direksi dan pejabat Bank Maluku-Malut berhenti memikirkan remunerasi dan perjalanan dinas, serta secepatnya mencari solusi agar Bank Maluku-Malut tetap eksis dan tidak turun kelas, karena tidak memenuhi standar modal inti.
“Mestinya itu yang menjadi fokus bukan soal remunerasi sebab remunerasi itu harus dibicarakan melalui mekanisme RUPS, bukan dengan circular letter untuk melegalkan dana belasan miliar yang sudah mereka nikmati,” kesalnya.
Orno juga menegaskan, pembayaran remunerasi tanpa tanpa melalui mekanisme perbankan seperti persetujuan pemegang saham dalam RUPS, berpotensi melanggar hukum.
“Ini nggak benar, masakan remunerasi bagi direksi dan pejabat sudah dinikmati tiga tahun tanpa ada persetujuan, lalu mau dilegalkan dengan mekanisme circular letter. Ini kan salah dan jelas melanggar hukum,” tegas Orno.
Karenanya, politisi PDIP Maluku ini memastikan DPRD Maluku segera memanggil Direksi Bank Maluku-Malut untuk meminta penjelasan berkaitan dengan seluruh hal yang mengemuka di media massa, termasuk remunerasi, perjalanan dinas dan modal inti.
“Nanti selesai agenda beberapa waktu mendatang, kami akan memanggil direksi untuk menjelaskan secara gamblang semua hal yang mengemuka terkait Bank Maluku-Malut,” janjinya.
Kejar Modal Inti
Sementara itu, Anggota DPRD Maluku lain, Jantje Wenno berharap manajemen Bank Maluku-Malut bisa bekerja maksimal untuk mencapai target modal inti Rp3 triliun, sebelum divonis gagal memimpin bank milik daerah itu.
Menurut Wenno, beberapa waktu lalu, manajemen Bank Maluku bertemu dengan sejumlah anggota DPRD Maluku dan mereka melaporkan tentang rencana kerja sama dengan Bank DKI untuk memenuhi target modal inti.
Selain itu lanjut Wenno, mereka juga melaporkan adanya tawaran Bank Mega untuk menyelamatkan Bank Maluku agar tidak menjadi bank perkreditan rakyat.
“Semoga upaya mereka menggandeng bank DKI dan Bank Mega, dapat menjadi kenyataan, sayang kalau sampai batas waktu yang diisyaratkan oleh OJK, Bank Maluku-Malut tidak bisa memenuhinya. Jika pada akhirnya tak memenuhi target modal inti, maka direksi dan komisaris dinilai gagal sehingga harus bertanggung jawab dan berjiwa besar mengundurkan diri,” ujar Wenno kepada Siwalima, Senin (21/8).
Wenno mengaku miris mendengar kabar direksi dan komisaris sementara berkutat soal remunerasi dan perjalanan dinas, ditengah masalah utama modal inti bank yang terancam tidak terpenuhi.
“Dengan kondisi bank yang berada di ujung tanduk, direksi dan pejabat Bank Maluku-Malut jangan hanya sibuk mengurus kepentingan pribadi seperti remunerasi dan perjalanan dinas. Ini sangat memprihatinkan apalagi diduga tidak sesuai aturan,” kesal Wenno.
Wenno pun meminta pemegang saham untuk mencari jalan keluar, termasuk melakukan evaluasi terhadap kinerja pengurus bank jika ingin menyelamatkan bank kebanggan daerah itu.
Harus Diusut
Aparat penegak hukum didesak untuk segera melakukan pengusutan soal pembayaran remunerasi yang dilakukan direksi dan pejabat Bank Maluku.
Praktisi hukum Djidon Batmomolin menjelaskan asas hukum secara tegas menyatakan persetujuan terhadap suatu objek berlaku sejak ditandatangani.
Asas hukum tersebut kata Batmomolin, membawa konsekuensi jika perbuatan yang dilakukan sebelum adanya persetujuan dari merupakan bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh direksi dan pejabat.
“Mestinya persetujuan dari pemegang saham dulu baru bisa dilakukan pembayaran kalau sebaliknya maka itu pelanggaran hukum yang tidak boleh dibiarkan begitu saja,” ujar Batmomolin.
Aparat penegak hukum kata Batmomolin, dapat menggunakan informasi melalui media massa untuk dijadikan pintu masuk agar dilakukan penyelidikan sebab berkaitan dengan penyalahgunaan keuangan daerah.
Menurutnya, jika penegak hukum tidak melakukan pengusutan maka praktek seperti ini akan terus dilakukan dan merugikan bank ditengah kondisi bank yang tidak stabil akibat persoalan modal inti yang wajib dipenuhi Bank Maluku Malut.
“Kita tetap berharap agar seluruh informasi penyalahgunaan kewenangan yang berujung pada kerugian bank milik daerah ini dapat diusut agar tidak menimbulkan preseden buruk,” tegasnya.
Batmomolin menambahkan solusi OJK terkait dengan circular letter hanya merupakan pengalihan agar perbuatan yang dilakukan dianggap sah padahal secara hukum tidak dapat dibenarkan.
Terpisah, praktisi hukum Rony Samloy mempertanyakan sikap penegak hukum yang hingga saat ini belum juga melakukan pengusutan terhadap persoalan pembayaran remunerasi.
Menurutnya, pembayaran remunerasi yang dilakukan oleh para direksi dan pejabat dilingkungan Bank Maluku secara hukum tidak dapat diterima sebab dilakukan tanpa adanya persetujuan pemegang saham.
“Ini kan sudah tidak sesuai dengan aturan perbankan dan circular letter itu merupakan kebijakan untuk mengamankan perbuatan yang dilakukan direksi,” kesalnya.
Samloy menegaskan perbuatan yang dilakukan Direksi dan pejabat Bank Maluku tidak dapat dibenarkan karena telah mengakibatkan Bank mengalami kerugian sehingga penegak hukum harus mengambil alih proses pengusutan.
Ancaman Degradasi
Seperti diberitakan, saat sejumlah bank daerah berlomba untuk keluar dari ancaman degradasi modal inti Rp3 triliun, Bank Maluku masih disibukkan dengan remunerasi jumbo garapan komisaris dan direksi yang tak sesuai aturan.
Akibatnya, bank kebanggaan milik daerah itu terancam terlempar dari statusnya sebagai bank umum, dan turun level menjadi bank perkreditan rakyat.
BPR adalah bank dengan layanan terbatas dan hanya bisa memberikan layanan simpanan tabungan dan deposito. Wilayah operasi BPR lebih terbatas dari bank umum. Modal inti BPR berada di bawah Rp 100 miliar.
Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2020, setiap bank milik pemerintah daerah wajib memenuhi modal minimum tiga triliun per 31 Desember 2024.
Berdasarkan laporan keuangan triwulanan bank per Maret 2023, modal inti Bank Maluku-Malut hanya sebesar Rp1,61 triliun dengan klasifikasi Bank BUKU II.
OJK masih memberikan tenggat waktu bagi bank pembangunan daerah untuk memenuhi ketentuan modal inti Rp3 triliun sampai akhir tahun 2024 nanti.
Walau demikian, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengungkapkan, pihaknya tidak akan menunggu sampai batas waktu dan sudah mendorong ketentuan pemenuhan modal ini dengan skema kelompok usaha bersama (KUB), sesuai dengan POJK 12/POJK.03/2020.
Dengan skema ini, bank anggota hanya perlu memiliki modal inti sebesar Rp1 triliun. Sementara bank induk akan bertanggung jawab terhadap keberlangsungan anggota skema KUB ini.
Perjalanan Dinas
Sumber Siwalima di Bank Maluku menyebutkan, selain masalah remunerasi, hal lain yang menonjol adalah perjalanan dinas direksi dan komisaris bank daerah itu. Pasalnya, perjalanan dinas mereka ujar sember itu, sangat tak masuk akal karena dilakukan hampir setiap Minggu.
Dia lalu mencontohkan, dua direksi yang paling sering “berburu” perjalanan dinas, adalah direktur utama dan direktur pemasaran. “Mereka setiap minggu bikin perjalanan dinas, padahal itu kegiatan kecil yang hanya diikuti staf, tapi mereka ikut juga. Ini modus dan salahi aturan,” ujar sumber yang tak mau namanya ditulis, Senin (21/8).
Setiap minggu ada saja perjalanan dinas yang mereka lakukan, padahal bank sedang banyak masalah,” tambahnya.
Dia meminta direksi dan komisaris untuk harus prihatin dengan sejumlah masalah yang melilit Bank Maluku-Malut, termasuk modal inti yang hingga kini tak ada perkembangannya.
Sayangnya hingga berita ini naik cetak, Dirut Syahrisal Imbar dan Direktur Pemasaran Jetty Likur yang hendak dikonfirmasi, tak menjawab panggilan telepon Siwalima.
Cicular Letter
Diberitakan sebelumnya, direksi dan komisaris Bank Maluku Malut, diduga melakukan praktik menyimpang yang tak boleh dilakukan oleh manajemen bank di era modern.
Hal itu dilakukan untuk menutup temuan OJK tahun 2023, tentang pemberian remunerasi kepada direksi dan dewan komisaris bank milik daerah yang dinilai telah menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
Mereka mencoba mengakali temuan OJK itu, dengan modus menjalankan circular letter, yang didistribusikan ke seluruh bupati dan walikota, serta Gubernur Maluku dan Maluku Utara, sebagai pemegang saham.
Intinya, akal bulus direksi dan komisaris ini dilakukan untuk mengelabui pemegang saham dan menutupi kesalahan mereka, melalui upaya pemutihan yang semestinya melalui forum RUPS.
Pelaksanaan RUPS Sirkuler ini, pada intinya meminta persetujuan para pemegang saham tentang remunerasi bersifat variabel berupa bonus triwulan atau dalam bentuk apapun, yang telah kurun 2021 hingga saat ini, namun belum mendapat persetujuan dari pemegang saham.
Dengan kata lain, direksi dan komisaris meminta persetujuan untuk dilakukan pemutihan seluruh dana yang sudah masuk ke kantong mereka sejak tahun 2021.
Hal ini tentu saja melanggar ketentuan dan berdampak pada tingkat kerugian bank secara material dengan nilai yang cukup fantastis.
Pada Peraturan OJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 disebutkan, “Bank dapat menunda pembayaran Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan (malus) atau menarik kembali Remunerasi yang Bersifat Variabel yang sudah dibayarkan (clawback) kepada pihak yang menjadi material risk takers dalam kondisi tertentu”.
Sesuai bunyi POJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 tersebut, maka seluruh remunerasi yang telah dibayarkan ke direksi dan komisaris berupa bonus triwulan, harus dikembalikan ke bank atau disetor kembali, karena dalam aturan tersebut tidak mengatur tentang pemutihan atas apa yang telah dibayarkan. Diduga remunerasi yang tak jelas dan sudah dinikmati kurun tiga tahun ini bernilai belasan miliar rupiah.
Sebelumnya, Syahrizal yang dikonfirmasi Siwalima mengungkapkan, langkah yang dilakukan dengan menyurati seluruh pemegang saham Bank Maluku Malut adalah hanya untuk menyatukan saja dan bukan karena ada penyimpangan.
“Tidak, kita RUPS setiap tahun. Betul kita surati dan itu hanya untuk menyatukan saja, karena selama ini terpisah-pisah,” ujar Syarizal kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (13/8) lalu. (S-20)
Tinggalkan Balasan