AMBON, Siwalimanews – Sekretaris Kota Ambon, AG Latuheru menghindar saat dikonfirmasi soal du­gaan korupsi proyek pen­cetakan spanduk dan ba­liho tahun 2019 senilai Rp 1,5 miliar.

Dugaan korupsi itu dila­por­kan oleh LSM LIRA Ma­luku ke Kejati Maluku. La­tuheru enggan berkomentar, ia meminta ditanyakan ke LIRA.

“Tanyakan ke LIRA ja­ngan ke saya,” tandas Latu­heru dengan nada tinggi, kepada Siwalima, di Balai Kota Ambon, Jumat (9/10).

Ditanya apakah siap me­me­nuhi panggilan jaksa, lagi-lagi Latuheru enggan menjawab. Ternyata alasan­nya, laporan ke Kejati Ma­luku tidak ada tembusan ke dirinya.

“Jangan tanyakan ke saya, tanya­kan LIRA, ketika berikan laporan tersebut adakah tembusan ke saya? Kan tidak jadi tanyakan ke LIRA saja,” tandasnya.

Baca Juga: Tanaya Siap Diperiksa, Jaksa Agung Diminta Evaluasi Kajati

Berbagai kalangan meminta Kejati Maluku serius mengusut laporan dugaan korupsi proyek pencetakan baliho dan spanduk 2019 di Pemkot Ambon. “Pihak kejaksaan harus serius,” tan­das Praktisi Hukum Dji­don Bat­mamolin, kepada Siwalima, Minggu (11/10).

Dikatakan, penegak hukum memi­liki kewajiban melakukan penyeli­di­kan dan penyidikan terhadap duga­an tindak pidana,.

“Undang-undang memberikan ruang untuk mereka. Kalau ada dugaan penyalahgunaan itu, maka itu harus diproses,” ujarnya.

Hal yang sama juga disampaikan Praktisi Hukum Nelson Sianressy. Ia meminta pimpinan kejaksaan serius, jangan tebang pilih. “Siapapun dia, apapun jabatannya, harus diproses hukum,” tandasnya.

Menurutnya, tidak ada yang kebal hukum. Siapapun yang terlibat da­lam kasus korupsi adalah musuh negara, sehingga, mereka harus ditindak.

Anggota DPRD Kota Ambon Said­na Azhar Bin Taher meminta Ke­jati Maluku serius mengusut dugaan korupsi percetakan dan spanduk baliho. “Kita mendukung untuk pe­negak hukum mengusut tuntas masalah ini,” ujarnya.

Diharapkan, laporan LIRA diusut tuntas. Jangan diusut, kemudian di­hentikan. Seperti kasus proyek Tu­gu Trikora. “Kita inginkan agar ka­sus ini dapat diusut tuntas,” tandas­nya.

Ditelaah Jaksa

Seperti diberitakan, Kejati Maluku tengah menelaah dugaan korupsi proyek pencetakan baliho dan span­duk senilai Rp. 1,5 miliar tahun 2019 di Pemkot Ambon yang dilaporkan LSM LIRA Maluku.

“Benar, laporannya sudah ma­suk. Kasusnya masih dalam pro­ses telaah. Jadi sebaiknya diikuti saja proses yang saat ini sedang dila­ku­kan,” kata Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Samy Sapulette, ke­pada Siwalima, melalui telepon selulernya, Kamis (8/10).

Sapulette mengatakan, laporan yang disampaikan tetap diproses, dan saat ini masih ditelaah.  “Masih ditelaah. Jadi ikuti saja dulu pro­sesnya,” ujarnya.

Sebelumnya, LIRA melaporkan Sekretariat Pemkot Ambon sebagai pengelola proyek, bendahara penge­luaran yang dise­rahi tugas untuk membiayai proyek dan Toko M3 Digital Printing seba­gai pihak ketiga.

“Kami sudah laporkan kasus du­gaan penyalahgunaan anggaran ke Kejati Maluku sejak 5 Oktober lalu,” kata Direktur LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating, kepada Siwalima, Rabu (7/10).

Sariwating mengatakan, para terlapor itu diduga telah melakukan perbuatan yang berpotensi meng­hambat pembangunan daerah serta merugikan keuangan daerah untuk meraup keuntungan yang tidak wajar atas pencetakan spanduk dan baliho.

Dijelaskan, Pemkot Ambon meng­anggarkan dana untuk belanja jasa publikasi media cetak dan elektronik sebesar Rp. 15,8 milliar. Dana yang di­rea­lisasikan sebesar Rp. 15,6 milliar.

Dari realisasi itu, Rp. 11.7 milliar dipakai untuk membiayai paket kegiatan penyelenggaraan pameran hasil-hasil pembangunan.

Paket kegiatan itu seharusnya dikelola Dinas Komunikasi Informa­tika dan Persandian. Namun entah kenapa diambil alih pengelolaannya oleh Sekretariat Pemkot Ambon. Padahal fungsi utama dari sekretariat adalah membantu dan mendukung kegiatan walikota dalam menja­lankan tugas pemerintahan.

“Jadi tidak masuk pada hal-hal teknis yang mana kewenangannya sudah diatur tersendiri sesuai keten­tuan yang ada,” kata Sariwating.

Ia menyebut, akibat dari pengam­bilalihan proyek, maka pelaksanaan amburadul. Penyusun dokumen proyek, pelaporan perkembangan pro­yek, penelitian kelengkapan SPP, verifikasi SPP, penyiapan SPM yang harus dilakukan oleh PPK maupun PPTK maupun Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan seperti yang diatur dalam Perpres Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, semuanya itu telah di­langgar oleh Sekretariat Pemkot Ambon.

“Semua proses pembayaran atas proyek ini, hanya ditangani oleh satu tangan yaitu bendahara pengelua­ran,” ujar Sariwating.

Selain itu, kata Sariwating, Toko M3 Digital Printing yang menger­jakan pencetakan baliho dan span­duk diragukan keberadaannya. Pa­sal­nya, setelah dicek di lapangan tidak diketahui siapa pemiliknya, bahkan alamatnya juga kabur. Nota pemba­yaran yang disodorkan kepada sekretariat bukan nota asli dari toko.

“Jadi apa yang dilakukan sekre­tariat kota telah melenceng jauh dari tupoksi yang diamanatkan oleh pemerintah, dimana dalam penggu­naan anggaran harus efisien, terarah serta dapat dipertanggungjawab­kan,” ujarnya. (Cr-1/Mg-6/Mg-5)