AMBON, Siwalimanews – Masyarakat Negeri Pelauw minta kepada pemprov dan DPRD Provinsi Maluku, untuk memberikan keadilan dalam menyelesaikan konflik sosial antara Negeri Kariu dan Dusun Ori, Negeri Pelauw.

Permintaan itu disampaikan ratusan massa dari Negeri Pelauw, saat melakukan aksi damai di Bileo Rakyat Karang Panjang, Senin (14/2).

Pantauan Siwalimanews, ratusan warga Pelauw ini tiba di Baileo Rakyat, Karang Panjang, sekitar pukul 09.00 dan langsung melakukan orasi, yang pada pokoknya meminta agar pemda maupun DPRD dapat berlaku adil dalam melihat persolaan ini.

Setelah menyampaikan orasi, ratusan massa ini kemudian diterima oleh pimpinan Komisi I DPRD Provinsi Maluku dan melakukan audiensi guna mendengar tuntutan massa secara jelas.

Tokoh masyarakat Pelauw, Mat Salampessy dalam penjelasanya mengatakan, persoalan yang terjadi telah didesain sejak zaman pemerintahan kolonial, dan puncaknya pada 26 Januari lalu.

Baca Juga: Pormes: Kasus Meningkat Pilkades Serentak Ditunda

“Persoalan ini adalah rekayasa yang dilakukan pemerintah kolonial yang buahnya dipetik bersama saat ini,” ujar Salampessy.

Dalam kaitan dengan konflik tersebut kata Salampessy, masyarakat Pelauw juga sebagai korban seperti tanaman cengkih dan pala yang dirasakan oleh oknum-oknum tertentu, sehingga penyelesaian harus dilakukan secara adil tanpa berpihak kepada kelompok manapun.

Tak hanya itu, masyarakat Pelauw juga menjadi korban dari adanya penyerobotan tanah dan pengrusakan situs sejarah batu keramat dan batu pamali yang selama ini telah menjadi tempat masyarakat Pelauw melakukan ritual adat.

Bahkan, persoalan yang selama ini terjadi terkait dengan penetapan batas tanah sejak tahun 2016 lalu pun belum juga diselesaikan oleh pemda kabupaten, maupun daerah termasuk Kemendagri.

“Kami juga menyayangkan teehadap tanah ulayat yang sejak 2016 telah diserahkan kepada Kemendagri, Gubernur dan Bupati dalam menetapkan tapal batas, tapi sampai saat ini belum terselesaikan,” tegasnya.

Karena itu, Salampessy berharap, penyelesaian konflik sosial yang terjadi harus dilakukan dengan kajian yang mendalam serta menjunjung tinggi keadilan agar tidak ada yang dirugikan dalam keputusan yang nantinya diambil pemerintah.

Sementara itu, Plt Ketua DPD Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Pelauw (HIPMAP) Yani Salampessy menambahkan, sejak konflik terjadi pihaknya terus mengadvokasi masyarakat agar dapat menahan diri dan hal itu telah dilakukan.

“Seluruh proses yang terjadi baik sebelum hingga saat ini, kita taat hukum mendengarkan perintah untuk tenang dan telah dilakukan,” ucapnya.

Namun kata Yani, persoalan ini memuncak ketika terjadi riak-riak pada 8 Pebruari agar dilakukan demonstrasi, tetapi pihaknya terus berkomunikasi untuk meminimalisir potensi konflik akibat kemarahan masyarakat Pelauw, hingga akhirnya memuncak pada hari ini dilakukan demonstrasi.

Pemda harus menunda pembangunan rumah sebelum menyelesaikan akar permasalahan antara kedua Neneri, artinya sebelum rekonsiliasi, pemda harus tuntaskan permasalahan ini.

“Masyarakat Pelauw pada prinsipnya tidak menolak dibangunnya kembali rumah masyarakat Negeri Kariuw, tetapi proses hukum dan penyelesaiannya harus dilakukan secara adil dan berimbang,” tegas Yani. (S-20)