AMBON, Siwalimanews – Pencopotan direksi menjadi solusi tepat untuk menyelamatkan Bank Maluku-Maluku Utara dari kehancuran akibat salah pengelolaan.

Demikian penegasan staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Patti­mura, Jeffry Leiwaka­bessy, menyikapi bonus jumbo yang diterima direksi dan komisaris bank plat merah itu.

Menurutnya, pembe­rian penghargaan atau remunerasi dalam satu oraganisasi baik peme­rintah maupun perban­kan tentu diatur dalam aturan, artinya tidak boleh dilakukan sesuai kehendak masing-ma­sing.

Jeffry mengaku tidak mengetahu secara detail terkait dengan mekanis­me pemberian bonus atau remunerasi, namun dari literatur yang ada mes­tinya kebijakan ini dipu­tus dalam RUPS sebagai lembaga pengambil kebi­jakan perbankan tertinggi yang dihadiri para pemegang saham.

Apalagi remunerasi atau bonus tersebut harus juga ditetapkan besarannya dalam RUPS atas dasar perhitungan dalam laporan ke­uangan yang telah didahului dengan proses audit oleh akuntan publik, namun jika faktanya tidak seperti itu maka tentu pemberian remunerasi tersebut merupakan bagian dari ketakutan.

Baca Juga: Mendagri Larang Pemda Bayar Gaji Pegawai Honorer

“Kalau saya duga ini bagian dari pola ketakutan dari para direksi menjelang pergantian Gubernur Maluku, makanya mereka mengambil kebijakan sebelum terjadi perga­nrtian gubernur, sebab mereka sudah tahu kalau mereka tidak akan lagi dipakai sebagai direksi,” ujar Jeffry kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (21/1).

Menurutnya, jika direksi tidak takut kehilangan jabatan, mestinya mereka menunggu sampai semua proses berjalan, termasuk pergan­tian gubernur yang dijadwalkan akan berlangsung di bulan Maret mendatang.

“Karakter pejabat Bank Maluku-Malut seperti ini kata Jeffry, harusnya diganti sebab sebagai bank kebanggaan masyarakat mestinya bank ini dikelola dengan baik bukan sebeliknya terkesan hanya mementingkan diri sendiri. Karena itu sudah sangat tepat jika Gubernur Maluku nantinya melakukan pergantian terhadap direksi dan komisaris yang selama ini memiliki rekam jejak tidak baik selama memimpin Bank Maluku-Malut.

Bank ini harus diselamatkan dari para pemimpin yang hanya memikirkan diri sendiri, sebab bank ini bukan milik mereka bukan milik pemerintahan saat ini tapi milik masyarakat Maluku dan Maluku Utara, yang mestinya dikelola dengan baik untuk kemaslahatan semua masyarakat,” tegasnya.

Solusi Utama

Terpisah, praktisi hukum, Henry Lusikooy menyebutkan, langkah pencopotan terhadap direksi dan komisaris dianggap sebagai solusi utama untuk menyelamatkan bank plat merah dari kerusakan yang lebih parah.

Tak hanya itu, dia bahkan menyebutkan jika soal pembagian bonus terhadap pejabat Bank Maluku yang capai miliaran rupiah harus dimintai pertanggung jawaban.

“Memang pembagian bonus itu ada dalam peraturan OJK. Namun pembagian bonus ini kan merujuk pada hasil baik yang dicapai dan penyerahan bonus tersebut merujuk pada kinerja pekerja di Bank Maluku-Malut. Pertanyaan mereka mengukur standar kinerja dengan uang yang begitu banyak dasarnya apa? Dengan demikian pencopotan para direksi dan komisaris utama adalah langkah penyelamatan paling benar,” ungkap Lusikooy kepada Siwalima di Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (21/1).

Kata dia, pemberian bonus yang begitu besar itu juga merugikan keuangan daerah. Sebab sebagai bank milik daerah, kewajiban untuk berkembang maju dan besar itu wajib. Namun kenyataannya Bank Maluku-Malut tidak lagi sehat, alasannya ialah standar modal suatu bank harus Rp3 triliun sementara bank Maluku hanya 1 triliunan lebih.

Lusikooy menambahkan, Bank Maluku-Malut tidak semestinya menerima bonus lebih dahulu, tetapi mempertanggung jawabkan kerja mereka kepada masyarakat Maluku.

“Pemberian bonus mestinya melalui RUPS dan juga harusnya mereka mempertanggungjawabkan kerja mereka, berapa capaian yang didapat dan lainnya kepada warga Maluku dan Maluku Utara, namun hal ini telah lama hilang. Mereka sembunyi mati kerja mereka. Padahal kewajiban mereka untuk membuka informasi itu kepada masyarakat,” cetusnya.

Harus Dievaluasi

Sementara itu, Koordinator BEM Nusantara Wilayah Maluku, Adam Rahantam menilai perlu dilakukan evaluasi secepatnya terhadap jajaran direksi dan komisaris, terkait pemberian remunerasi di Bank Maluku-Malut.

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya Selasa (21/1), Rahantam menjelaskan, pemberian bonus dalam lembaga perbankan meru­pakan hal wajar dan terjadi bukan saja di Bank Maluku-Malut tetapi juga di bank-bank lain, namun harus dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Selain itu tambah dia, pemberian bonus harus juga memperhatikan kondisi Bank Maluku-Malut termasuk aspek keadilan antara direksi, komisaris dan juga karyawan yang selama ini menjadi garda terdepan capaian kinerja perbankan.

Karenanya harus ada evaluasi yang dilakukan terhadap direksi yang mendapatkan bonus jumbo tersebut untuk melihat apakah bonus yang diterima sesuai dengan kinerja selama tahun 2024 apalagi persoalan KUB untuk menye­lamatkan Bank Maluku-Malut dari persoalan modal inti Rp3 trilun saja nyaris tidak tercapai.

Bahkan jika ditemukan adanya ketidakberesan dalam pemberian bonus jumbo tersebut, harus dilakukan pergantian atau penco­potan terhadap direksi dan komi­saris sebagai upaya menyelamatkan bank dari persoalan tersebut.

Pencopotan Menguat

Seperti diberitakan, langkah pencopotan terhadap direksi dan komisaris dianggap sebagai solusi utama untuk menyelamatkan bank milik daerah dari kerusakan yang lebih parah.

Karena bonus direksi dan ko­misaris dengan nilai fantastis, dinilai tidak tepat dan sebanding dengan kinerja mereka yang selama ini diklaim mentereng.

Akademisi Fisip Universitas Pattimura Paulus Koritelu bilang, Gubernur Maluku terpilih Hendrik Lewerissa dituntut untuk melakukan tindakan cerdas dan tepat untuk menyelamatkan Bank Maluku-Malut dari keterpurukan.

Prioritas utama tambah Korutelu, adalah pergantian terhadap setiap pejabat Bank Maluku-Malut yang berdasarkan penilaian tidak bekerja dengan baik dan maksimal.

“Saya percaya gubernur terpilih sudah punya data siapa orang yang memiliki kualitas mumpuni untuk mengembangkan Bank Maluku-Malut ke depan, ujarnya kepada Siwalima melalui telepon seluler, Senin (20/1).

Koritelu menjelaskan, setiap lembaga perbankan tentu memiliki SOP termasuk dalam kaitan dengan pemberian penghargaan atas kinerja. Namun jika memang secara internal terjadi resistensi dari karyawan, yang mengetahui secara pasti kekuatan finansial bank, maka hal itu harus segera direspons.

Sebagai pimpinan, mereka tidak semestinya memperhatikan kepen­tingan pribadi dibanding karyawan yang selama ini bekerja mati-matian untuk mempertahankan keberadaan bank.

Harus Rasional

Akademisi Ekonomi Unpatti, Teddy Leasiwal menjelaskan, pemberian penghargaan berupa bonus dalam lembaga perbankan merupakan hal yang wajar asalkan sesuai aturan yang berlaku. Namun kebijakan tersebut harus diikuti dengan memperhatikan kondisi bank, artinya besaran bonus yang diberikan harus rasional.

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (18/1), Leasiwal bilang, pemberian bonus kepada direksi dan komisaris Bank Maluku-Malut yang mencapai miliaran rupiah kurang tepat, lantaran bonus tersebut diberikan disaat bank Maluku-Malut masih menghadapi tantangan besar dalam memenuhi modal inti sebesar Rp3 triliun.

Guru besar ekonomi Unpatti ini melihat sebaiknya kebijakan Bank Maluku-Malut diarahkan pada pemenuhan modal inti dari pada kepentingan individu dalam bentuk penghargaan. Selain itu tambahnya, direksi dan komisari Bank Maluku-Malut semestinya lebih berinovasi dalam menghadirkan produk perban­kan dan memperbaiki layanan per­bankan kepada masyarakat, ketim­bang mengejar remunerasi semata.

Kritik ke Direksi

Kepada Siwalima, seorang pensiunan Bank Maluku-Malut menyoroti minimnya kehadiran direksi yang berdampak pada kurangnya fungsi kontrol serta tidak dapat menjalankan fungsi manajerial dengan baik, adalah masalah utama yang menggerogoti bank milik daerah itu.

Sumber yang minta namanya tidak ditulis itu mengatakan, pencapaian Bank Maluku-Malut yang digembor-gemborkan Direktur Utama Syahrisal Imbar, lebih merupakan hasil kerja keras seluruh pegawai, bukan buah dari kepemimpinan direksi dan komisaris semata.

Dengan kata lain, lanjutnya, kinerja operasional yang meningkat dikarenakan dedikasi seluruh tim, sementara lemahnya fungsi kontrol manajerial justru menyebabkan lonjakan non performing loan (NPL) yang patut menjadi perhatian. Peningkatan NPL dari 3,11% pada tahun 2023 ke angka yang lebih tinggi pada tahun 2024, menun­jukkan adanya peningkatan risiko kredit.

“Walau NPL masih di bawah ambang batas yang ditetapkan regulator, tren kenaikan ini perlu dian­tisipasi dengan strategi pengelolaan risiko yang lebih baik untuk menjaga stabilitas sektor perbankan dan mengurangi potensi dampaknya terhadap kepercayaan publik,” ujar dia Sabtu (18/1).

Protes Bonus

Diberitakan sebelumnya, di tengah situasi yang tidak menentu menyangkut KUB yang belum jelas, jajaran direksi dan komisaris masih mengeluarkan Rp10 miliar lebih untuk dinikmati bersama di awal tahun ini.

Seluruh penghargaan tersebut, malah sudah ditransfer masuk ke rekening masing-masing pejabat, Selasa (14/1), dengan rincian, direktur utama memperoleh Rp1.200.000.000, sedangkan tiga direktur lain, masing-masing direktur pemasaran, direktur kepatuhan dan direktur umum mendapat Rp1.080.000.000.

Di jajaran pengawas, komisaris utama memperoleh Rp972.000.000 sedangkan dua komisaris lainnya masing-masing mendapat 874.800.000.

Berdasarkan sejumlah fakta, realisasi pemberian remunerasi variabel yang dilakukan, sama sekali tidak sepadan dengan kinerja mereka dan bertentangan dengan rekomendasi Otoritas Jasa Keuangan, serta melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik.

Rekomendasi OJK secara tegas menyatakan bahwa pemberian remunerasi variabel harus dilakukan setelah penetapan laporan keua- ngan setelah diaudit oleh kantor akuntan publik, baik laporan keuangan semester maupun tahunan. Selain itu, remunerasi variabel tersebut, semestinya mendapat persetujuan dalam rapat umum pemegang saham, sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Undang Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007, Pasal 96 menyebutkan, gaji, tunjangan, dan remunerasi lain bagi direksi harus ditentukan berdasarkan keputusan RUPS. Hal ini juga berlaku untuk komisaris sebagai­mana diatur dalam Pasal 113, dimana besaran dan bentuk remunerasi harus mendapat persetujuan pemegang saham melalui RUPS.

Pemberian remunerasi variabel ini telah memicu ketidak puasan dan protes dari internal Bank Maluku-Malut sendiri. Pasalnya telah terjadi ketimpangan dalam besaran pem­bayaran pegawai hanya menerima 50% dari remunerasi variabel, sementara besaran penghargaan untuk direksi dan komisaris dinilai terlalu besar dan tidak memiliki standar perhitungan yang jelas berdasarkan kinerja.

Salah satu pegawai Bank Maluku-Malut, kepada Siwalima, Kamis (16/1) lalu mengaku sangat kaget dengan remunerasi variabel yang diterima direksi dan komisaris.

Pegawai yang minta namanya tidak ditulis ini mengaku, sebagian besar karyawan protes atas kebijakam direksi dan komisaris yang hanya mengutamakan pen­dapatan mereka.

Dia bilang, semestinya yang menjadi tolak ukur dalam per­hitungan kinerja direksi dan komisaris adalah kehadiran mereka, dimana sorotan utama adalah tingkat kehadiran direksi yang dinilai sangat rendah.

Dia lalu mencontohkan, kehadiran Direktur Pemasaran Yeti Likur, di kantor hanya selama 52 hari dalam dalam tahun 2024, atau rata-rata 1 hingga 2 hari per minggu.

Bank Sehat

Direktur Utama Bank Maluku-Malut, Syahrisal Imbrar yang kepada Siwalima mengaku, pem­berian penghargaan tersebut itu disepakati RUPS dan sesuai dengan Peraturan OJK maupun Undang Undang Nomor 13 Tahun 2023 tentang Ketenagakerjaan.

“Itu benar pemberian peng­hargaan dan ini sesuai RUPS maupun POJK serta UU tentang Ketenagakerjaan,” jelas dia melalui telepon selulernya, Kamis (17/1).

Menurut dia, pemberian peng­hargaan tersebut sudah sesuai POJK dan jika tidak diberikan, itu melanggar hak asasi. “Nilainya bisa mencapai itu karena dihitung satu kali gaji dikali 12 bulan dan itu berlaku semua untuk perbankan. Ini juga sesuai dengan PJOK,  jika tidak diberikan itu tentu melanggar hak asasi manusia,” ujarnya.

Menurut dia, kinerja Bank Maluku-Malut saat ini tumbuh sehat hal ini dibuktikan dengan laba sebelum pajak tahun 2023 sebesar Rp174,5 miliar, laba sebelum pajak (un audited) Tahun 2024 Rp223,2 miliar dimana mengalami pe­ningatkan 28%. CAR 31,80%, ROA 2,50%, meningkat dibanding Tahun 2023 sebesar 1,85%.

Cari Pembenaran

Seorang mantan pegawai Bank Maluku-Malut mengaku pernyataan Sharisal Imbar soal kesehatan bank, adalah upaya mencari pembenaran atas tindakan yang sudah dilakukan.

Menurut dia, tahun 2024 Benar Bank-Maluku Malut berhasil mencapai target keuangan yang ditetapkan. Namun salah satu faktor yang diduga turut berkontribusi terhadap pencapaian ini adalah kebijakan pemangkasan bonus triwulan kepada pegawai, yang memungkinkan bank untuk mengurangi biaya operasional.

“Kebijakan ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan pegawai yang hanya menerima sebagian dari remunerasi yang semestinya. Kebijakan ini  menuntut perhatian lebih terhadap kesejahteraan karyawan yang berpotensi menu­runkan motivasi jangka panjang jika tidak dikelola dengan bijaksana,” ujarnya kepada Siwalima, Selasa (21/1) siang.

Dia bilang, Undang Undang Nomor 13 Tahun 2023 tentang Ketenagakerjaan tidak secara spesifik mengatur tentang pem­bayaran bonus kepada direksi, namun mengatur prinsip-prinsip dasar mengenai hak dan kewajiban pekerja serta hubungan industrial secara umum.

“Dalam konteks pembayaran bonus kepada direksi, UU ini me­nekankan pentingnya trans­paransi, keadilan, dan perlindungan hak-hak pekerja dalam suatu perusahaan. Artinya bonus kepada direksi seharusnya tidak mengabaikan kesejahteraan karyawan lainnya, mengingat regulasi terkait upah dan hak pekerja yang adil juga diatur dalam undang-undang ini,” im­buhnya. (S-26/S-20)