AMBON, Siwalimanews – Harapan sebagian war-ga Pulau Haruku untuk secepatnya menikmati air bersih dalam waktu dekat, rupanya harus dipendam dalam-dalam, karena proyek itu hampir pasti cuma tinggal nama.

Fakta terbaru dari lapangan me­nyebutkan, bukan saja mesin pompa yang sudah ditarik kon­traktor dari lokasi proyek, tapi se­luruh pipa yang sudah ada di lo­kasi juga ikut ditarik.

Sekertaris Kecamatan Pulau Haruku, Ali Latuconsina yang dikonfirmasi membenarkan mesin pompa air dan pipa sudah ditarik dari lokasi proyek.

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (9/6), Ali menjelaskan, penarikan selu­ruh peralatan pekerjaan proyek air bersih juga tidak dilaporkan kepada dirinya, sehingga pihak­nya tidak mengetahui apakah pe­kerjaan proyek air bersih su­dah selesai ataukan masih dilan­jutkan.

“Mesin pompa tidak ada di lokasi, pipa-pipa juga tidak ada. Tukang juga tidak ada. Saya tidak tahu apakah pekerjaan akan dilanjut­kan ataukah tidak kerja lagi,” jelas Ali.

Baca Juga: Hadler minta Masyarakat Lawan Virus Corona

Menurutnya, sekalipun seluruh pekerjaan tersebut belum selesai di­kerjakan, namun peralatan proyek air sudah ditarik dari lokasi kerja.

“Pekerjaan sampai sekarang belum selesai dikerjakan. Saya tidak tahu ini akan diteruskan ataukah tidak. karena pihak pekerja atau kontraktor tidak laporkan,” ujarnya.

Dia mengaku kecewa, karena tidak selesaikan proyek air bersih ini menunjukan ketidakseriusan Dinas PUPR dan kontraktor.

“Dinas PU dan kontraktor tak serius, kami harapkan proyek air bersih ini bisa dikerjakan hingga selesai, karena sangat bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya.

Dua Sumur Saja

Seperti diberitakan sebelumnya, hingga saat ini tak ada perkem­bangan baru dari lokasi proyek air bersih Pulau Haruku. Di seluruh lokasi proyek, tak ada tanda-tanda kegiatan dan pula tidak terlihat seorang tukang pun di lapangan. “Air Bersih di Pulau Haruku, yang tersebar di beberapa desa, seperti Kailolo, Pelauw, Rohomoni, Aboru dan Wasu, menghabiskan anggaran Rp12,4 Miliar.

Sebagaimana dilansir laman www. lpse.malukuprov.go.id, adapun sumber pembiayaannya berasal pin­jaman Pemerintah Provinsi Maluku dari PT SMI.

Sesuai kontrak, seluruh item pe­kerjaan harus mulai dilaksanakan tanggal 3 Desember 2020 dan ber­akhir pada 31 Desember 2020 oleh PT Kusuma Jaya Abadi Construction, yang beralamat di Jalan Sumber Wuni Indah A-30/34 Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Perusahaan ini yang belakangan diketahui dipinjam oleh Fais, makelar yang membawa-bawa nama pejabat Badan Pemeriksa Keuangan, sudah diberi uang muka, sebelum kerja sebesar 20 persen.

Tak cukup sampai di situ, bermo­dalkan nama BPK, Fais kemudian meminta tambahan dana sebesar 30 persen, sehingga total menjadi 50 persen. Jadi sebelum mulai kerja, Fais sang makelar ini sudah diberi modal Rp 6,2 miliar.

Menurut sumber Siwalima, Fais sendiri yang turun langsung dan aktif berkomunikasi dengan para pejabat PU.

Seluruh pengurusan dilakukan oleh Fais, mulai dari tender sampai dengan urusan pencairan,” ujar sumber yang meminta namanya tidak ditulis ini.

Masih kata sumber itu, untuk memperlancar prosesnya, Fais selalu membawa-bawa nama pejabat Badan Pemeriksa Keuangan.

“Dia selalu membawa nama pejabat BPK, termasuk dalam proses pen­cairan,” tambah sumber tadi.

Mengenai nama BPK yang selalu dicatut Fais, Kepala Sub Bagian Humas dan Tata Usaha BPK Ma­luku, Ruben Sidabutar mengatakan, BPK tidak pernah punya kepenti­ngan dan tidak memiliki peranan untuk terlibat dalam proses di SMI, apalagi soal kerja air bersih yang ada di Pulau Haruku.

“Kita tidak ada mencampuri urusan dimaksud,” ujar Sidabutar kepada Siwalima, Minggu (30/5) melalui pesan singkat.

Fais sendiri sangat tertutup dan tak menjawab panggilan telepon mau­pun pesan singkat yang dikirim padanya. Padahal awalnya Fais ber­komunikasi dengan Siwalima, namun saat mengetahui hendak dikonfrontir soal air bersih di Pulau Haruku, Fais tak pernah menjawab lagi panggilan dan pesan singkat yang dikirim.

Sejak pertama kali melihat fisik proyek di lapangan Selasa (25/5), diketahui kegiatan pengerjaan sudah lebih dari satu bulan terhenti. Bebe­rapa warga desa kepada Siwa­lima mengaku kalau seluruh tukang yang mengerjakan proyek tersebut sudah pulang sebelum bulan puasa lalu.

Detail Kerja

Sesuai kontrak, kontraktor diha­rus­kan mengerjakan dua sumur di Kailolo, dua sumur di Pelau dan dua sumur lainnya di Dusun Namaa, De­sa Pelauw dan Naira di Desa Aboru.

Dua lokasi yang sudah ditetapkan sebagai lokasi penggalian sumur di Kailolo terletak di kompleks Sekolah Dasar dan di dekat Kramat.

Dua sumur lain yang digali di Kai­lolo juga belum selesai dikerjakan dan hanya berbentuk lubang penge­boran yang ditutup karung plastik.

Selain sumur, kontraktor juga di­haruskan membangun dua bak penampung yang masing-masing berkapasitas 100M3. Namun hingga kini hanya ada satu bak penampung yang dibangun, itupun masih belum rampung pengerjaannya.

Di Pelauw, titik penggalian sumur ada di belakang kantor Camat Pe­lauw, dimana kontraktor hanya menggali sumur yang belum selesai dikerjakan. Sedangan dua bak pe­nampung yang berkapasitas 100M3, sama sekali belum dibangun.

Dua sumur lain yang sudah selesai digarap adalah di Namaa dan Naira. Kenati begitu sumur tersebut belum berfungsi, lantaran dua unit pompa yang harusnya terpasang, hingga hari ini tidak ada di lokasi.

Sumber Siwalima di Dinas PUPR mengaku kalau tadinya pompa untuk Namaa dan Naira sudah ada di lokasi, namun hingga kini tidak pernah dipasang.

Belakangan diketahui kalau kon­traktor sudah menarik kedua pompa ini dari lokasi. “Pompanya sudah dibawa lagi ke Ambon,” kata sumber itu.

Selain itu, tambah sumber tadi pro­yek air bersih yang sesuai kontrak harus selesai dikerjakan bulan Juni, hingga kini tidak menunjukan per­kembangan berarti.

Kendati demikian, sang kontraktor makelar ini sudah mencairkan termin 75 persen, sebesar Rp. 3.120.997.250.

Sumber Siwalima lain di Pemprov Maluku mengatakan, pencairan ter­sebut dilakukan pada tanggal 17 Mei 2021. “Termin 75 persen baru di­cairkan tanggal 17 Mei,” kata sumber yang minta namanya tidak ditulis itu.

Dengan demikian, hingga saat ini tercatat sudah Rp. 9,3 miliar yang digelontorkan Pemrov untuk membiayai proyek mangkrak ini.

Perintah Atasan

Petugas lapangan PT Kusuma Jaya Abadi Construction, Sadly mengakui adanya perintah atasan untuk tidak menceriterakan soal pekerjaan dan pencairan anggaran 75 persen, sekalipun pekerjaan belum selesai.

“Kalau itu saya tidak memiliki kewenangan menjawab karena itu instruksi dari atasan saya juga, mungkin nanti saya konfirmasi dulu baru bisa menjawab,” ujar Sadly saat dikonfirmasi Siwalima, Senin (31/5) melalui telepon selulernya.

Ditanya, soal tidak adanya lagi peralatan untuk kelanjutan penger­jaan proyek, Sadly berdalih jika se­mua peralatan masih ada, namun karena adanya larang mudik sehi­ngga semua pekerja kembali ke Jawa.

“Semua peralatan masih ada pak, karena terkait masalah larangan mudik kita pulang dulu,” cetusnya.

Ketika ditanya soal adanya teka­nan kepada Dinas PUPR guna men­cairkan anggaran, Sadly menegas­kan bukan menjadi kewenangannya untuk menjelaskan

Saya tidak memiliki kewenangan untuk menjawab itu pak nanti dari pihak perusahaan,” ujar Sadly.

Sadly yang kembali dikonfirmasi Siwalima, Selasa (8/6) tidak meres­pons panggilan telepon maupun pesan singkat WhatsApp.

Peserta Tunggal

Dalam dokumen resmi seperti yang tertera di laman www.lpse.maluku­prov.­go.id, proyek tersebut terdaftar dengan kode tender 14568288.

Tercatat ada delapan perusahaan yang terdaftar sebagai peserta lelang. Mereka adalah, PT Kusuma Jaya Abadi Construction, PT Ruben­son Sukses Aabadi, PT Mumrajaya Rimbara Lestari, PT Rafla, CV Karya Mulya Indah, CV Waebake Indah, CV Rizky Illahi Contractor dan PT Prisai Siagatama Sejahtera.

Kendati begitu, hingga tahap kualifikasi pada 25 November 2020, hanya PT Kusuma Jaya Abadi Construction yang diketahui memasuki semua dokumen yang diperlukan untuk pelelangan. Sementara tujuh perusahaan lain, sama sekali tidak memasukan dokumen satupun.

Kuat dugaan ada kongkalikong dalam proses tender, maupun pene­tapan pemenang.

Tanpa Perencanaan

Seperti halnya proyek yang di­kerjakan dengan dana pinjaman SMI, proyek Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Bersih Pulau Ha­ruku ini juga tidak melibatkan kon­sultan perencana dan juga konsul­tan pengawasan. Padahal, dengan perencanaan dan pengawas yang baik akan menjamin kualitas dan mutu pekerjaan.

Di sisi lain, jika sama sekali tidak melibatkan konsultan perencana dan pengawas, proyek yang dikerjakan tidak memuaskan dan menuai banyak komplain. Akibatnya bisa dilihat seperti sekarang, dimana proyek dikerjakan asal-asalan dan tak kunjung selesai. (S-19/S-50)