Sebut Tanaya tak Punya Aset di Buru, Kajati Dinilai Asbun
AMBON, Siwalimanews – Tokoh masyarakat Namlea, Talim Wamnebo menilai pernyataan Kajati Maluku, Rorogo Zega asal bunyi.
Talim menyayangkan pernyataan Kajati yang menyebutkan Ferry Tanaya tidak memiliki tanah dan rumah di Buru, tanpa berdasarkan bukti.
Ia mengingatkan Kajati yang bukan orang Maluku, tidak menjustifikasi Tanaya.
“Pak Ferry itu lahir dan besar di Namlea. Kalau ada yang mau sensus penduduk di Namlea tanyakan saja Fery Tanaya semua orang tahu dia sapa. Jangan menjustifikasi seperti itu, apakah karena yang bersangkutan dari kalangan minoritas lalu seenaknya menjustifikasi dia. Sebagai orang beragama saya sangat sesali penegak hukum kok seperti itu,” ujar Talim kepada Siwalima, Kamis (1/10).
Kendati hakim praperadilan Pengadilan Negeri Ambon mengabulkan permohonan Tanaya, tapi bukanlah akhir dari upaya Kejati Maluku yang bernafsu memenjarakan Tanaya.
Baca Juga: Aswas: Suap Eks Kacabjari Saparua Masih DitelaahTalim menyebutkan, berdasarkan fakta persidangan, rangkaian persoalan yang membelit Ferry Tanaya dalam kasus ganti rugi lahan PLTG 10 MW di Namlea, sedikitnya terdapat empat peran yang dimainkan oleh Kejati Maluku.
Peran pertama dibawah komando Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, dimana tugasnya sejak tahun 2017 membuat rekayasa berita kepada publik melalui media massa tentang penetapan harga ganti rugi lahan yang diterima Ferry Tanaya yakni harga Rp125 ribu adalah harga mark up karena di atas NJOP dan harga ini ada kongkalikong yang dilakukan oleh Tanaya dan Didik Sarmadi .
Menurut Talim, fakta sidang praperadilan lainnya, penyidik mengakui kalau penyelidikan kasus ini berdasarkan berita koran dan tidak ada yang melapor atau pelapor anonim.
“Jadi penyidik melakukan penyelidikan atas kasus ini karena berita koran yang diexpos oleh teman sejawat sendiri yaitu Kasipenkum. Ibarat saudara Samy Sapulette memukul tifa dan kelompok penyelidikan yang dikomando Soemarsono Cs menari-nari melakukan penyelidikan atau penyitaan dokumen dan lainnya, serta memeriksa saksi-saksi untuk diperiksa, menetapkan tersangka dan lainnya,” tandasnya.
Lanjutnya, antara PLN dan Kejaksaan Tinggi Maluku ada KSO. Olehnya Kejati juga ada bentuk tim yang dikomandoi Agus Sirait. Tugasnya melakukan sosialisasi untuk masyarakat bahwa penetapan harga ganti rugi sesuai harga apraisal yaitu Rp 125 ribu. Tim ini justru mengawal sampai pembayaran dengan harga Rp125 ribu.
Ia menilai, dari satu institusi Kejati Maluku saja dibentuk dua tim yang tugasnya bertolak belakang.
“Yang satu melakukan penyelidikan mark up atas harga yang diterima Tanaya yakni Rp 125 ribu dan ada tim yang melakukan sosialisasi atas harga apraisal yaitu Rp 125 ribu untuk ganti rugi lahan lain yang dalam waktu bersamaan. Luar biasa permainan rekayasa yang dilakukan oleh Kejati Maluku,” ujar Talim.
Tak hanya itu, Talim menilai ada juga tim keempat sebagai tim penyerang. Tim penyerang ini muncul setelah Tanaya ditahan, karena menolak kembalikan uang ganti rugi senilai Rp 6.080.687.500 kepada Kejati Maluku.
Sesuai fakta, tim penyerang ini dikomando oleh Kajati Maluku, Rorogo Zega sendiri. Kajati memberikan keterangan pers dengan lantang dan menyerang pribadi Tanaya saat berada di Kantor Gubernur Maluku yang mengatakan Tanaya ditahan karena menggelembungkan harga dan menantang supaya Tanaya buka bukaan soal berapa jumlah uang yang dikembalikan kepada pihak PLN.
Ini tuduhan yang paling keji dan tidak bernurani dari seorang Kajati Maluku. Tuduhan yang menyerang pribadi orang tanpa sedikitpun alat bukti mark up. Hari yang sama tuduhan berubah lagi, kalau Tanaya menjual tanah milik negara, menerima hasil penjualan dari tanah yang bukan haknya,” papar Talim.
Talim mengaku, tahu betul lahan kebun itu dibeli sejak tahun 1985 dan Tanaya masih menguasainya sampai sekarang dan tidak pernah ada muncul negara dalam mengurus kebun kelapa tersebut.
“Dan fakta di persidangan, BPKP mengakui kalau kebun kelapa itu milik Tanaya dan tidak ada bukti kalau tanah itu milik negara seperti yang diklaim Kejaksaan Tinggi Maluku,” tandasnya.
Masih kata Talim, Kajati menggunakan kekuasaan yang luar biasa dalam menangani kasus ini. Bahkan UU Pokok Agraria termasuk pengertian tanah dikuasai negara peruntukan untuk keperluan masyarakat berdasarkan UUD pasal 33 ditabrak Kajati hanya untuk mencapai target menetapkan Tanaya sebagai tersangka.
Bagi Tanaya, kata Talim, bukan masalah nominal uang yang diminta kembali oleh Kejati Maluku Rp 6.080.687.500 tapi Tanaya mempertahankan hak atas penguasaan lahan kebun karena memiliki bukti yang sah.
“Saya melihat jelas kekuasaan tidak terbatas yang digunakan oleh Kajati Maluku sehingga peran institusi lain seperti BPN dikesampingkan, padahal negara memberikan hak kepada BPN untuk mengatur persoalan tanah di Indonesia,” tandasnya.
Fakta persidangan lainnya BPKP menyatakan di pengadilan bahwa tidak ada bukti kepemilikan negara atas lahan itu. BPN pun demikian. Sayangnya, Kajati Maluku dan penyidik masih saja ngotot kalau tanah itu milik negara.
“Tolong pak Kajati, hukum itu bicara harus punya bukti, jabatan bapak sangat terhormat sehingga jangan asal ngomong. Harus bicara jelas, tanah itu milik negara yang dikuasai sejak kapan dan dimiliki oleh instansi mana dan tercatat di aset negara sejak kapan,” timpal Talim.
Sementara Ferry Tanaya yang dikonfirmasi terkait tudingan-tudingan yang dilontarkan Kajati, menegaskan akan mempolisikannya.
Menurut Tanaya, pernyataan Kajati Maluku Rorogo Zega sangat tidak elegan selaku pejabat publik. Tanaya mengaku pernyataan Kajati itu secara tidak langsung mencemarkan nama baiknya.
Olehnya itu Tanaya sedang mempersiapkan tim kuasa hukumnya guna memasukan laporan polisi pencemaran nama baik ke Mabes Polri di Jakarta.
“Kami minta keadilan hukum di republik ini berjalan adil, jangan merasa punya kekuasaan besar lalu Kajati seenaknya saja membuat keterangan pers menyerang pribadi orang tanpa ada bukti hukum. Fitnah itu sangat keji dan tidak bermoral,” tandasnya.
Agendakan Pemeriksaan
Seperti diberitakan, Kejati Maluku telah mengagendakan pemeriksaan terhadap Ferry Tanaya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan PLTG di Namlea, Kabupaten Buru.
Penyidik menerbitkan lagi surat perintah penyidikan (sprindik) baru, pasca hakim Pengadilan Negeri Ambon Rahmat Selang mengabulkan permohonan praperadilan Ferry Tanaya, dan menggugurkan status tersangkanya.
Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) juga telah disampaikan kepada Tanaya pada 25 September 2020 lalu.
“Sudah dipanggil dan dijadwalkan Ferry Tanaya untuk diperiksa. Bahkan sudah ada pemeriksaan dalam kasus tersebut,” kata Kepala Kejati Maluku, Rorogo Zega, kepada Siwalima, Rabu (30/9).
Zega mengatakan, perbuatan pidana Ferry Tanaya dalam kasus penjualan lahan untuk pembangunan PLTG di Namlea, itu ada. Hanya saja secara formil atau administrasi penyidikannya telah dibatalkan oleh putusan praperadilan.
“Tidak bermasalah, karena perbuatannya itu belum diputuskan pengadilan atau belum dipertimbangkan oleh pengadilan. Yang dipertimbangkan pengadilan adalah penyidikannya. Makanya putusannya membatalkan penetapan tersangka, perbuatan pidananya belum di apa-apain,” jelas Zega.
Mantan Kepala Kejari Ambon ini mengungkapkan, Ferry Tanaya tidak memiliki rumah dan tanah di Pulau Buru. Hal ini diketahui setelah Kejati Maluku meminta BPN setempat melakukan tracking terhadap aset Tanaya di Buru.
“Kami sudah minta ke BPN untuk melakukan tracing aset terdakwa di Buru, dan tidak tercatat juga atas nama Ferry Tanaya, tidak ada. Dan sudah ada buktinya di kita. Bahwa Ferry Tanaya tidak punya rumah atau pun tanah di Buru itu,” beber Zega.
Zega mengatakan, transaksi jual beli lahan antara pihak UIP Maluku dengan Ferry Tanaya berakibat Abdul Gafur Laitupa yang saat itu menjabat Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Buru turut ditetapkan sebagai tersangka.
Laitupa yang memuluskan transaksi jual beli itu, sehingga PLN membayar Rp 6,3 miliar kepada Ferry Tanaya.
“Nih, Gafur tidak mengatakan ini ada nomor peta bidangnya dan bisa dibayar, maka dia yang muluskan pembayaran. Bukti hak tanah Fery Tanaya tidak ada,” ujar Zega.
Zega menambahkan, pihaknya akan maraton melakukan penyidikan, agar kasus ini kembali dilimpahkan ke pengadilan.
“Jadi, kita maraton dan kita lakukan secepatnya. Ferry Tanaya sudah dijadwalkan untuk diperiksa,” tandasnya. (S-32)
Tinggalkan Balasan