AMBON, Siwalimanews – Panggung politik menuju Pemilu kepala daerah Kota Ambon 2024 kian panas. Bahkan bakal calon pun tak luput dari terpaan isu tak sedap itu.

Belakangan, situasinya kian panas dengan aksi saling serang antara bakal calon melalui media sosial yang memenuhi ruang publik.

Pakaian dinas Penjabat Wali Kota Ambon, Bodewin Wattimena men­jadi sorotan karena dikabarkan menghabiskan Rp400 juta.

Kabar itu awalnya dihembuskan Kamaruddin Simanjuntak, yang konon mendapat informasi tersebut dari Ferly Tahapary, salah satu calon walikota lainnya.

Tak terima diserang, Bodewin Wattimena, melalui tim kuasa hukum­nya Rhony Sapulette, meminta Kamaruddin klarifikasi dan minta maaf kepada kliennya.

Baca Juga: Polisi Bekuk Pengedar Ganja, 28 Paket Diamankan

Kamaruddin dinilai telah menyebarkan fitnah terhadap kliennya di media sosial dan beberapa media online.

Dimana dalam beberapa video yang kemudian viral, Kamaruddin menyampaikan anggaran baju dinas Penjabat Walikota Ambon tahun 2023 senilai Rp400 juta.

Wattimena sendiri menjabat sebagai Penjabat Walikota Ambon dua periode, tahun 2022 dan 2023 dan baru mengakhiri masa jabatannya pada 24 Mei 2024 lalu.

Akibat penyebaran berita bohong ini menurut Sapulette, Bodewin Wattimena selaku kliennya, merasa nama baiknya telah dicemarkan. Untuk itu dia memberikan teguran dan atau somasi kepada Kamaruddin dan meminta agar yang bersangkutan harus mengklarifikasi apa yang telah disampaikan, baik lewat media online maupun media sosial.

Terpisah, pelaksana tugas Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian Kota Ambon Ronald H Lekransy membantah kabar yang menyebut bahwa harga pakaian dinas Penjabat Wali Kota Ambon mencapai Rp 400 juta.

“Tidak benar. Meski memang benar Pemkot Ambon berkewajiban memfasilitasi pejabat daerah untuk mendapatkan pakaian dinas,” tutur Lekransy melalui siaran persnya, Minggu (16/6) lalu.

Rekaman Viral

Isu berikut yang viral di publik adalah percakapan Sekretaris Kota Ambon, Agus Ririmase soal Raja Negeri Hutumuri.

Diduga pelakunya adalah Ketua Saniri Negeri Leahari, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon, Rony Diaz.

Konon Diaz adalah orang dekat Ririmasse. Diaz selama ini bahkan sering meminta bantuan dari Sekot Ambon itu.

Diketahui, terungkapnya pelaku perekaman dan penyebar rekaman suara Ririmasse, diakui Diaz ke salah satu temannya.

Hari Minggu (28/7) malam, Diaz mendatangi kediaman Ririmasse untuk meminta maaf. Diaz bahkan sempat digiring ke Mapolres Ambon untuk diinterogasi malam itu juga, namun dipulangkan dengan berba­gai pertimbangan.

“Beta pasrah jua, beta salah lai karena beta mata kepeng. Tolong beta jua,” ucap Diaz dibalik sam­bungan telepon, yang secara kebe­tulan didengar langsung oleh Siwalima.

Saat itu, Diaz mengaku merekam, namun  masih berdalih bahwa peredaran rekaman suara hingga sampai kepada salah satu Bakal Calon Walikota Ambon, Bodewin Wattimena, itu dilakukan secara tidak sengaja.

“Saat itu antar penumpang (Diaz sehari-hari sebagai Tukang Ojek) ke daerah Halong, lalu hujan dan beta berteduh di sebuah rumah, beta seng tahu itu pak Bodewin pung rumah, dan disitu ada beberapa Ketua-ketua Saniri, beta dipanggil masuk, dan beta taruh Hp di meja, beta keluar beli rokok, beta balik lagi, beta Hp seng tahu bagaimana akan teken rekaman suara Sekkot itu, jadi samua disitu dengar,” cerita Diaz dibalik sambungan telepon.

Sementara itu Ririmasse di depan jemaat Gereja Rutong, Kecamatan Leitimur Selatan, Minggu (4/8) mengungkapkan, Tuhan menyuruhnya harus beribadah di Negeri Rutong.

“Semalam Tuhan suruh saya untuk hari ini harus beribadah di Negeri Rutong karena beberapa hari lalu saat berada di Jakarta, kita semua dihebohkan dengan viralnya rekaman suara saya di media sosial tik-tok,”  Katanya.

Ririmasse melanjutkan, dirinya tidak memiliki niat dan tujuan untuk mencederai rasa masyarakat Rutong.

“Saya sama sekali tidak memiliki niat dan tujuan untuk mencederai rasa masyarakat rutong, tetapi atas semua yang terjadi di atas mimbar ini. Saya meminta maaf sebesar-besarnya.

Kalau saya bersalah Tuhan akan menghukum saya, tapi saya percaya saya tidak memiliki niat buruk apapun kepada masyarakat Rutong,” ujar­nya.

Dia melanjutnya, sejak awal dirinya menjadi Sekot, ingin menjadi berkat bagi masyarakat.

“Sejak awal saya menjadi Sekre­taris Kota, saya ingin menjadi berkat bagi masyarakat, tapi kenapa masalah politik ini harus menja­tuhkan orang lain. Beberapa hari yang lalu pemerintah negeri sudah berkoordinasi dengan saya terkait dengan pergantian KK dan KTP, dan saya sudah perintahkan dukcapil untuk datang dan memperbaiki semua dokumen kependudukan disini. Mari kita memanfaatkan teknologi dengan baik agar tidak merugikan orang lain,” imbuhnya.

Tidak Elok

Akademisi Fisip Unpatti Victor Ruhunlela menilai aksi tak elok itu sebagai bentuk ketidakdewasaan orang-orang yang akan ikut kontestasi.

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (4/8), Ruhunlela mengatakan, saling serang antara bakal calon Walikota baik secara langsung atau melalui tim sukses di media sosial menunjukkan sikap tidak dewasa.

Dari beberapa bakal calon Walikota Ambon yang hari telah menyatakan sikap maju di pilwalkot hanya Jantje Wenno yang memiliki kedewasaan politik

“Kita harus objektif menilai, kalau Jantje Wenno memang cukup ma­tang dalam berpolitik, sehingga tahu kapan segmen untuk menyerang. Sementara bagi dua calon belum terlihat kedewasaan itu,” ungkap Ruhunlela.

Menurutnya, sejak tahapan pil­walkot berjalan hanya AR dan BW yang terlihat saling serang di media sosial, padahal mestinya proses politik ini dilakukan dengan santun, sebab dalam politik ada moralitas dan etika yang mesti dijunjung.

Saling serang antara kedua bakal calon atau tim sukses kata Ruhunlela merupakan buntut dari ketidakhar­monisan keduanya sejak menjadi pemimpin Kota Ambon dua tahun terakhir.

Diakuinya, untuk mendapat kekuatan saling serang itu biasa dalam politik tetapi mestinya yang serang itu berkaitan dengan dengan materi kampanye, program kerja, visi-misi maupun kebijakan.

Bukan menyangkut hal-hal seperti rekaman pembicaraan dan lain-lain, sebab hal itu menunjukkan sikap kekanakan dan ketidakdewasaan.

“Memang mereka berdua ini bukan orang politik, kalau orang politik seperti Jantje Wenno yang dibesarkan di politik praktis, tentu tahu kapan mengeluarkan per­nyataan,” imbuhnya.

Ruhunlela menegaskan pola-pola penyerangan pada hal-hal tidak substansial seperti yang terjadi dapat berdampak pada akar rumput masing-masing calon, apalagi karakter pemilih di Kota Ambon merupakan pemilih yang cepat bosan dengan hal-hal yang tidak penting dan terkesan membabi buta.

“Jika dilihat kedewasaan politik itu ada pada masyarakat kota, bukan di calonnya, jadi kedepannya harus ada kesantunan dari para calon. Publik saat ini butuh kesejukan bukan konflik,” tegasnya.

Hati-hati Bikin Isu

Sementara itu akademisi Fisip Unidar Zulfikar Lestaluhu menga­takan, para calon walikota harus lebih hati-hati dalam membangun isu di ruang publik.

Pasalnya, saling serang yang terjadi beberapa waktu terakhir dengan beredarnya narasi-narasi saling serang tentu tidak meng­untungkan.

“Memang ini salah satu kele­mahan ketika isu-isu yang sudah lama dan tidak penting itu diputar kembali, kenapa karena masing-masing bakal calon tidak memberi­kan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat,” jelas Lestaluhu kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (4/8).

Menurutnya, saling serang antara bakal calon tidak dapat dihindari dalam politik dan lumrah terjadi, tetapi harus difokuskan pada visi-misi dan program pembangunan Ambon sehingga publik terban­tukan dalam menen­tukan pilihan.

“Kita berharap para bakal calon walikota lebih cerdas lagi dalam memainkan isu agar tidak merugikan diri sendiri saat pilkada nanti,” pungkasnya. (S-20/S-25)